Jika saja tidak ada keluarganya di samping gadis itu, mungkin Lisa sudah menyerah akan hidupnya. Enggan bernapas lebih lama karena seakan dirinya terus di limpahi oleh beban berat.
Memiliki dua penyakit serius, dan kini harus hidup tanpa limpa. Bukan hal mudah Lisa dapat menerima itu semua. Tapi sekali lagi, yang harus dia lakukan adalah tersenyum. Menutup seluruh luka di hatinya agar semua orang tak lebih khawatir padanya.
"Ayo buka mulutmu. Habiskan bubur ini setelah itu kau harus minum obat."
Lisa menatap tanpa minat pada semangkuk bubur yang kini ada di tangan Jisoo. Sudah empat hari lamanya dia terus mengkonsumsi bubur hambar itu, yang rasanya benar-benar buruk.
"Unnie, tidak bisakah kau memasakkanku makanan yang enak? Bubur itu tidak ada rasanya sama sekali." Keluh Lisa menatap Jisoo dengan melas. Membuat anak sulung Kwon Jiyong itu terkekeh.
Jisoo bergerak mengecup bibir Lisa sekilas, lalu menyendokkan bubur yang dia pegang dan menyuapkannya pada Lisa.
"Nanti aku akan pulang dan membuatkanmu makanan yang enak. Tapi kau harus memakan ini terlebih dahulu."Dengan terpaksa Lisa menerima suapan itu. Menelan susah payah bubur yang benar-benar hambar. Padahal rumah sakit ini sangat mewah, namun makanannya membuat Lisa harus mengumpat dalam hati. Seakan dapur rumah sakit itu tak memiliki dana untuk sekedar membeli bumbu.
"Lisa-ya,"
Lisa yang semula mulai terpaku pada acara televisi, segera menoleh pada Jisoo saat kakaknya itu memanggil. Dan Lisa langsung mengernyitkan dahi heran melihat mata sang kakak kini memerah.
"Gomawo," setelah mengatakan itu, air mata Jisoo jatuh begitu saja.
Lisa tahu apa maksud dari ucapan terima kasih yang baru saja Jisoo lontarkan padanya. Gadis itu mulai mengangkat tangannya. Mengusap wajah sang kakak dengan lembut. Merasakan beban yang ada di raut wajah itu perlahan. Karena Lisa amat tahu di antara ketiga kakaknya, Jisoo lah yang lebih merasa tersiksa. Harus terus terlihat kuat di depan adiknya yang lain walau hatinya hancur lebur.
"Aniya, harusnya aku yang mengucapkan terima kasih pada Unnie." Ucap Lisa dan ketika itu air mata Jisoo justru semakin deras keluar.
"Kau pasti sudah sangat berjuang keras. Kau pasti sangat kesakitan. Tapi kami selalu egois dengan terus memaksamu selalu kuat." Jisoo terisak, dengan hatinya sangat sesak.
Jujur, dia sebenarnya tidak pernah tega melihat Lisa harus berjuang keras untuk tetap bernapas. Tapi mengikhlaskan juga bukanlah kemauan Jisoo. Gadis itu benar-benar merasa takdir menempatkannya di posisi yang salah.
"Tapi, Lisa-ya. Kau tahu kan? Aku akan terus menyuruhmu untuk selalu ada di sampingku. Aku tak akan bisa jika kau memilih menyerah,"
Lisa mengangguk saja. Terus menghapus air mata sang kakak yang mengalir. Andai saja luka bekas operasinya sudah sembuh, Lisa pasti akan memeluk Jisoo saat ini. Namun sayang, bergerak saja terasa sulit untuk Lisa saat ini karena luka itu.
"Aku tahu, Unnie. Aku tidak akan memintamu untuk mengikhlaskanku. Seperti yang lalu, aku akan berjuang semampuku. Sampai dimana kita akan bahagia kelak." Ujar Lisa melempar senyuman untuk Jisoo, di tengah rasa sesak yang memenuhi hatinya.
Rasa lelah itu pasti ada. Niat menyerah pun pasti terus berputar di kepala Lisa. Namun dia tak akan pernah melakukan itu. Dia akan kembali berjuang, untuk mendapat sebuah kebahagiaan di masa depan bersama ketiga kakak dan orang tuanya.
Lisa selalu yakin, akan ada cahaya di balik sebuah ruangan gelap. Suatu saat, entah bagaimana Lisa pasti menemukan cahaya itu. Mereka akan bahagia dengan cara yang Tuhan sudah sediakan. Rasa sakit ini, Pasti akan berakhir.
![](https://img.wattpad.com/cover/229020415-288-k950954.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa 2 ✔ [TERBIT]
FanfictionPART 41 - 55 DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN Menjadi bagian dari Kwon, adalah hal teristimewa untuk Lisa. Tangis, canda, tawa. Semuanya dia lewati bersama keluarga itu. Kebahagiaan yang keluarganya itu berikan tak akan pernah terlupakan oleh Lis...