21. Stronger

28.3K 3.2K 772
                                    

Brankar yang membawa tubuh tak berdaya Lisa itu hilang sepenuhnya di balik pintu IGD. Dan saat itulah tubuh Jennie luruh ke lantai. Menangis, meraung dengan tangan terus menarik rambutnya dengan kasar.

"Jennie-ya, ada apa? Katakan pada Appa," Jiyong berjongkok. Memeluk Jennie yang menangis dengan suara serak.

Jennie tahu, saat ini tak ada yang mengerti betapa sakit hatinya dia. Ingin melayangkan sumpah serapah pada takdir, tapi mulutnya begitu kelu. Sepatah kata pun bahkan tak bisa keluar.

Semuanya tentu bingung melihat bagaimana reaksi Jennie melihat keadaan Lisa. Mereka tahu ada yang tak beres. Namun nyatanya mereka hanya bisa terus bertanya-tanya tanpa ada yang menjawab. Menunggu Dokter Lee selesai menangani Lisa, karena untuk memaksa meminta jawaban dari Jennie rasanya tak mungkin.

Jisoo memilih merangkul Rosé yang saat ini sudah bergetar di tempatnya berdiri. Walaupun hanya kemungkinan kecil, Jisoo berharap apa yang terjadi pada Lisa tak terlalu serius. Karena hatinya pasti akan bertambah hancur jika hal buruk kembali menimpa Lisa. Sudah cukup dua penyakit sialan itu hinggap di tubuh adiknya. Jisoo tak akan sanggup melihat Lisa tersiksa lebih jauh lagi.

Klek~

Semuanya menegang, kala Dokter Lee keluar dari ruang IGD setelah hampir setengah jam berada di dalam sana. Menatap sendu Jennie yang masih menangis di pelukan sang ayah. Dokter Lee tahu pasti jika Jennie sudah menduga apa yang terjadi pada Lisa saat ini.

"Aku minta maaf." Dokter Lee menunduk. Membuat air mata empat manusia lainnya menetes begitu saja.

"Tubuh Lisa menolak obat kemoterapi itu. Dan aku menyatakan, kemoterapi yang dijalani Lisa gagal."

Rosé hampir saja kehilangan kesadarannya jika Jisoo tak segera memeluk tubuh gadis itu. Tangisnya berubah histeris dengan terus berteriak memanggil Lisa. Merasa Tuhan begitu tak adil pada adiknya saat ini.

"Kalau begitu... Bukankah masih ada banyak pengobatan lainnya?" tanya Dara yang kini wajahnya sudah basah oleh air mata. Menatap Dokter Lee dengan sorot mata kesakitan.

Jika saja dia bisa, Dokter wanita itu akan mengatakan kalau masalah yang terjadi pada Lisa saat ini tak berarti apa-apa. Tapi dia sulit, karena satu-satunya pengobatan yang dia banggakan kini tak juga berhasil.

Sebenarnya Dokter Lee sudah menduga hal ini akan terjadi pada Lisa. Kanker di tubuh Lisa saat ini bukan sel baru. Melainkan sel yang tersembunyi, dan akan lebih kebal terhadap kemoterapi jika berkembang. Dan dugaannya sangat tepat. Kenker Lisa kali ini benar-benar mengganas.

"Imunoterapi. Bukankah itu lebih baik dari kemoterapi, Dokter? Kita bisa menggunakannya untuk adikku kan?" tanya Jennie dengar suara bergetar. Kepalanya benar-benar panas saat ini. Memikirkan nasib adiknya yang begitu malang dipermainkan oleh takdir.

"Jennie, kau tahu resikonya--"

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Kau hanya ingin diam dan menunggu ajal adikku datang?" pekik Jennie dengan mata dan wajah memerah. Rasanya dia akan menjadi gila jika Dokter benar-benar akan memilih diam.

"Baiklah. Kita akan melakukan itu untuk adikmu." Putus Dokter Lee akhirnya. Menggigit bibir bawahnya kuat saat setitik air mata turun dari sudut matanya.

Dan tanpa siapa pun sadari. Seseorang sedari tadi mendengar dan melihat apa yang dilakukan keluarga itu di balik dinding.
"Adik Jennie Unnie juga sakit parah?"

........

Saat membuka mata, Lisa merasakan tubuhnya luar biasa sakit. Seperti ada yang baru saja memukulinya dengan benda tumpul. Setiap bagian tubuhnya terasa berdenyut hebat. Dan Lisa tak tahu apa yang baru saja terjadi padanya.

Hey, Lisa 2 ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang