II-42

2.3K 295 111
                                    

Pake lagu galau boleh. Sangat!


๏_๏




Rae Na sudah mengangis di hadapan sang ibu. Dia duduk di ranjang besar ibunya. Sementara, sang ibu berdiri di depannya dengan penuh amarah.

Beberapa menit lalu, saat dia memasuki kamar. Sang ibu langsung marah padanya. Mengutarakan kekesalannya tanpa Rae Na bisa menyela. Berujung hanya bisa membalas dengan air mata.

Wanita itu menghela napasnya yang berat. Memejamkan mata merahnya sejenak berusaha mengendalikan diri.

"Rae Na! Apa yang kau pikirkan?!" Sang ibu yang tadi memalingkan wajah, kini kembali menatapnya. "Saat di Swiss, kau bilang sudah tidak mencintai kakakmu. Tapi, kenapa kau ulang lagi? Apa kau hanya membohongi ibu?"

Tidak ada jawaban. Rae Na merasa lemas jika ibunya sudah marah seperti ini.

"Di mana pikiranmu, sayang? Dimana?!" Bahkan, wanita itu sampai mencengkeram dan menggoncang kedua bahunya, pertanda sangat kesal. "Kau sudah mengecewakan ibu. Kau sudah mengecewakan Ayah Min. Apa kau lupa setiap pesannya, hah? Sudah lupa, Rae Na?"

Matanya semakin berkaca, suaranya semakin serak. Rae Na sendiri hanya bisa menangis tanpa ada kata.

Sang ibu kembali menegakkan badannya. "Kau sendiri yang bilang, suatu saat mungkin kita akan pergi dari rumah ini saat Yoongi sudah punya istri. Yoongi menang sudah dewasa, Rae Na. Dia mungkin akan menikah. Tapi, bukan dirimu, nak. Kau adiknya. Kau adiknya walaupun darah kalian berbeda. Sudah berapa kali ibu bilang, sayang?"

Kini, air mata sang ibu benar-benar jatuh. Hingga dia harus kembali menarik napas dan menahannya agar tidak semakin deras.

"Atau kau tidak ingin pergi dari rumah ini? Kau tidak ingin meninggalkan kemewahan yang Ayah Min pinjamkan? Makanya kau lakukan ini?"

"Ibu! Bukan begitu!" Rae Na menyahut cepat. Sedikitpun dia tidak pernah berpikir seperti itu.

"Kalau begini caranya. Kita pergi dari sini sekarang juga, Rae Na!"

Mata sembabnya membola. Terkejut dengan keputusan sang ibu yang tiba-tiba.

"Ibu! Tidak!" Segera, Rae Na raih tangan ibunya. Dia genggam erat hingga memeluk lengannya. "Jangan sekarang, bu. Ku mohon!"

Sang ibu diam. Hanya bisa menahan sesak di dadanya. Sesak karena keadaan yang menyakitkan, juga karena sakit yang dideritanya. "Kalau ibu tega, ibu sudah menamparmu dari tadi, Rae Na"

"Maafkan aku, bu. Maaf! Maaf karena masih mencintai kakak. Aku tidak bisa meninggalkan kakak untuk saat ini. Maaf, aku sungguh minta maaf pada ibu"

"Minta maaflah pada Tuan Min, bukan pada ibu" balas sang ibu dengan dingin.

Tuan Min? Tuan Min, bukan Ayah Min. Rae Na semakin perih mendengarnya.

"Jangan pergi kemanapun dengan kakakmu. Atau kita pulang ke kota Ayah Jang"

Keputusan sekaligus ancaman yang dilayangkan sepihak.

Sementara, di kamar Rae Na penuh dengan suasana sendu. Di kamar, Yoongi tampak tegang. Harap-harap cemas dengan keadaan adik sekaligus kekasihnya itu. Apa yang tengah mereka bicarakan. Apakah hal baik atau sebaliknya.








"Rae Na izin karena sakit hari ini" kata salah satu pegawai memberi laporan pada yang lain.

Setelah keributannya dengan sang ibu. Rae Na tidak bisa tidur. Hatinya terlalu terluka. Dia terus menangis sepanjang malam. Hingga baru bisa tidur dua jam sebelum waktu bangun pagi. Kepalanya pening, matanya sembab, tubuhnya terasa lemas. Bahkan, saat bangun rasanya mual.

Jadi, dia putuskan untuk tidak masuk kerja dengan alasan sakit.

Yoongi sempat ingin melihat kondisinya setelah tahu dari sang ibu. Namun, saat hampir beranjak dari ruang makan, beliau langsung mencegah.

"Yoongi! Pergi kerja. Tidak perlu melihatnya. Dia hanya pusing biasa"


Sekarang di kantor, Yoongi tidak tenang. Masih dipenuhi pikiran tentang ibu dan kekasihnya. Apalagi, ingat jika anak itu tengah sakit dan hanya sendirian di rumah. Akankah dia baik-baik saja?

Yoongi sempat bertanya lewat pesan. Rae Na mengatakan, hanya pusing dan lemas.

Sejujurnya, Rae Na juga dilarang menghubungi sang kakak dengan media apapun. Tapi, maaf! Rae Na tidak bisa. Bahkan, di siang hari ini, dia sangat merindukan kakaknya. Ingin memeluknya, membebaskan rasa sakit di hatinya.

Tiba-tiba, Yoongi teringat sesuatu. Dengan komputer di depannya, dia membuka laman pencarian di internet. Mengetikkan sebuah kata kunci di kolom yang tersedia.

'Tanda-tanda wanita hamil'

Muncul banyak judul artikel di sana. Yoongi memilih yang teratas. Membacanya dengan seksama, tanpa terlewat.

Pada kehamilan awal, beberapa perempuan biasanya akan mengalami berbagai gejala atau kondisi. Beberapa di antaranya adalah:

1. Pusing, kadang disertai demam
2. Tubuh lemas
3. Merasa mual

Baru sebagian yang dibaca. Namun, tubuh Yoongi sudah menegang. Apakah mungkin, apakah mungkin ini akan terjadi?

Tidak. Keadaan akan semakin buruh setelah ini. Jika dia hamil, maka itu adalah anaknya. Tentu tanggung jawabnya. Tapi,,, oh, tunggu dulu! Yoongi sungguh belum siap dengan kenyataan ini.

"Tanda-tanda wanita hamil. Siapa yang hamil?"

Sial!

Terkejut, Yoongi segera menutup laman artikel. Menoleh ke samping dengan jantung berdebar dan wajah memerah.

Ada Hoseok di sana.

Sial! Lagi-lagi Hoseok yang memergokinya.

"Siapa yang hamil, ha?" Nadanya santai. Tapi, tetap membuat Yoongi kesal.






Bug!

Tinjuan keras, tepat mengenai perut Yoongi.

"Berengsek, Min Yoongi!"

Hoseok geram, setelah menjadapati jawaban dari teman sekaligus rekan kerjanya.

Di jam istirahat, kedua pria itu berada di lorong sepi paling ujung, dekat dengan gudang. Pria Jung itu menuntut tahu sebenarnya. Hingga Yoongi akhirnya berani jujur.

"Aku memang menyarankanmu mengakui perasaanmu. Agar kau tidak menjadikan banyak gadis sebagai korban. Tapi, bukan begini akhirnya. Aku tidak pernah menyarankanmu melakukan sejauh itu. Jika kau tau, ya sudah. Bukan langsung,,," Hoseok sampai mengusap wajahnya. "Astaga! Bagaimana jika,,,"

Sementara, Yoongi hanya diam sambil merasakan perutnya yg ngilu akibat pukulan Hoseok.

"Semoga kau hanya mimpi. Lalu, bangun dalam keadaan keluargamu masih utuh"







To be continued™

Jadi, menurut kalian gimana? Hamil?

Sad/happy ending, ya...

Lavyu

Ryeozka

IF ILY / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang