II-45

2.4K 292 111
                                    




๏_๏




Pipi Rae Na memerah. Semalam, sang ibu benar-benar menamparnya. Akhirnya, sang ibu tega melakukannya. Sebuah keberuntungan, karena sekarang hari libur kerja.

Rae Na termenung di kursi halaman belakang. Menekuk lututnya ke atas untuk dipeluk. Pandangannya kosong, terlihat jelas anak itu tengah melamun. Ingatannya memutar kejadian malam lalu.

"Kau membohongi ibu lagi, Rae Na?!"

Saat itu, Rae Na sudah menangis di hadapannya.

"Apa salahnya saling menyukai, bu?"

"Tidak ada yang salah, Rae Na! Tidak ada! Jika itu bukan dengan saudara"

"Kami bukan saudara, bu"

"Lalu, apa?"




Katakanlah sang ibu berlebihan. Tapi, semua ini demi harga diri dan martabat keluarga. Oh, apa kata Tuan Min di alam sana jika sang istri tidak bisa menjaga amanatnya? Tidak bisa menjaga anak-anak dan keluarganya.

Tuan Min akan terbebani di alam sana. Karena istrinya, karena dua anaknya.

Yoongi menghampiri adiknya. Dia cium puncak kepalanya dari belakang. Pria itu tahu benar perasaannya. Sampai sekarang dia juga tidak tahu, apakah keputusannya benar atau salah.

Kemudian, dia mengambil duduk di sampingnya. Rae Na yang tadi duduk tegak, kini menyandarkan kepala di bahunya.

"Kita terlalu keras kepala, membuat semua jadi seperti ini" Rae Na membuka suara.

"Aku hanya berharap, tidak ada orang yang mengutuk kita" timpal Yoongi, berusaha mencairkan suasana.

"Atau mungkin, bahkan ibu sudah mengutuk kita"

Tanpa disadari, orang yang dibicarakan tengah mendengarkan mereka dari sisi pintu keluar.

Baru saja, beliau pulang kerja. Melihat pintu belakang terbuka, beliau mendekatinya. Ternyata, ada dua anaknya tengah duduk bersama.

"Udara semakin dingin. Ayo, masuk. Kembali ke kamar, sebelum ibu pulang"



Memasuki rumah, saling menautkan tangan. Mereka justru dikejutkan dengan sang ibu yang terlihat akan menuju kamar. Mereka sama-sama berhenti dan saling tatap.

Sadar, Rae Na segera menarik tangannya dari genggaman sang kakak. Walaupun sang ibu sudah jelas melihatnya.

"Pergilah ke kamar" ucap Yoongi pada sang adik sembari membelai sekilas rambutnya.

Rae Na patuh, dia menunduk dan berjalan ke kamar. Kemudian, Yoongi mendekati ibunya.

"Tamparan ibu benar-benar membekas" kata Yoongi.

Jujur, itu membuat sang ibu sakit hati. Baru kali ini wanita itu berlaku kasar pada putrinya.

"Rae Na sangat tertekan" lanjutnya. Walaupun hanya dibalas raut wajah datar.

"Benar, bu. Ini memang sedikit gila. Tapi, biarkan kami mengalaminya. Jika terjadi sesuatu, itu adalah risiko yang harus kami terima. Aku yang keras kepala karena tidak bisa mengakhirinya"

Yoongi diam sejenak, menunggu jawaban yang akan sang ibu berikan. Namun, beliau justru tak kunjung bersuara. Hingga Yoongi melanjutkan kalimatnya. "Aku hanya mohon pada ibu, tetap sayangi dia. Dia adalah putri ibu satu-satunya. Satu lagi, percaya padaku. Aku yang akan menjaga"












Pagi ini, keadaan rumah dikejutkan dengan kondisi sang ibu. Keringat mengalir deras dari pelipisnya. Napas tersengal, dan batuk yang tak kunjung berhenti.

"Ibu? Ibu kenapa?" Rae Na histeris. Air matanya mulai menggenang. Baru kali ini, dia mendapati sang ibu seperti ini.

Sembari satu tangannya memegangi dada, satu tangan sang ibu mencoba meraih laci nakas di samping tempat tidur.

"Kakak! Cepat!"


Yoongi datang membawa satu gelas air putih. Kemudian, berusaha meminumkannya pada sang ibu yang terus menggapai nakas.

Rae Na baru mengerti, dia segera membuka laci. Sontak terkejut, kala mendapati banyak jenis obat di sana.

"I-ibu?" Melirik sang ibu yang masih terus terbatuk dan tersengal. Air matanya berhasil mengalir, menyadari sang ibu telah menyembunyikan sesuatu darinya.

"Cepat ambil dan tunda rasa ingin tahumu!" Perintah Yoongi.

Dengan cepat, Rae Na buka satu persatu obat itu. Lalu, segera meminumkannya pada sang ibu.

"Ibu, ibu kenapa? Ibu sakit apa?" Tanyanya di sela tangis.

Sudah tertelan. Tapi, kembali keluar bersama batuknya. Yoongi segera memberikan minum lagi. Lagi-lagi gagal. Sang ibu kembali batuk dengan darah yang mengenai tangannya.

Darah?

"Ibu!" Keduanya panik.

Yoongi segera mengambil keputusan. "Kita bawa ibu ke rumah sakit!"













Menunggu di koridor dengan panik. Yoongi sempatkan menghubungi kantor untuk izin tidak masuk, begitupun Rae Na. Dia harus kembali izin walaupun entah akan diterima atau tidak.

Keduanya berpelukan, saling memberi kekuatan. Atau mungkin hanya Yoongi yang menguatkan adiknya.


"Sejak kapan ibu sakit?" Tanyanya dengan segukan.

"Aku tidak tahu. Ibu tidak pernah menjawab setiap ku tanya. Ibu akan mengalihkan pertanyaan dengan hal lain" jawab Yoongi apa adanya.

"Kenapa kakak tidak pernah cerita?!" Dia layangkan pukulan lemah pada punggung sang kakak.

"Aku hanya tidak ingin membuatmu cemas. Ku pikir ibu akan baik-baik saja"

Pintu terbuka, seorang dokter keluar bersama dua perawatnya. Keduanya melepas pelukan. Langsung, menanyakan keadaan ibunya dengan penuh harap.


"Dokter-"

"Sebaiknya, kita bicarakan di ruangan saya. Saya akan menjelaskan beberapa hal yang cukup panjang"

Keduanya mengikuti dokter. Duduk berdampingan, siap mendengar penjelasannya.



To be continued™

Selamat pagi...

Hee... Rencananya sih tgl 14 end ya.

Jadi, ceritanya tbtb aku pusing gegara mau flu. Gak bisa mikir akhirnya. Pas pusingku reda. Tepat kuota habis dan baru beli kemarin siang. Jadi baru bisa buka wp hari ini. Hehe

Lavyu

Ryeozka

IF ILY / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang