liquid: hukum alam

58 15 0
                                    

DUNIA INI kejam. Yang lemah akan dipaksa tunduk pada yang kuat dan yang kuat akan semena-mena, menyebarkan penderitaan pada yang lain, dan pada akhirnya, akan memangsa si lemah.

Hal itu adalah aturan dasar yang perlu diketahui jika ingin bertahan hidup di dunia ini. Begitulah cara dunia bekerja. Karena itu kamu berdiri di sana. Meskipun darah mengucur dari tubuh, meskipun kakimu kesulitan berdiri karena terluka, kamu masih berdiri. Melawan si kuat agar bisa bertahan hidup.

Lawanmu gagah berdiri, tanpa luka sedikitpun. Mendesis dengan nyaring, menantang tanpa takut. Kalian kembali beradu ketajaman cakar, memberi sebanyak mungkin luka pada tubuh lawan. Menggeram dan menggigit. Semua hal dilakukan, dan saat perlawanan terakhir hampir diberikan, tumpahan air membuat kalian tersentak dan berhenti saling melawan.

"Kenapa kucing suka sekali berkelahi, sih? Cepat, pergi!"

Kamu mendesis pada gadis kecil yang menjadi pelaku penyiraman. Begitu bersikap angkuh meski sebenarnya kamu tidak memiliki banyak kekuatan bahkan untuk berdiri. Kalau saja anak itu tidak menghentikan perkelahian kalian tadi, bisa dipastikan kamu akan mati karena luka yang memenuhi tubuh.

Lawanmu memilih pergi setelah mendapat satu siraman air lagi. Meninggalkanmu yang terduduk di tanah dengan napas terengah. Gadis itu mendekat, mencoba menggapai tubuhmu hingga kamu refleks memberikan cakaran dengan sisa kekuatanmu.

Gadis itu meringis memegangi punggung tangannya yang tergores. "Aku hanya ingin membantu, tapi sepertinya kamu tidak akan membiarkanku. Maaf ya, aku harus pakai cara kasar."

Kamu menatap ke arah mata yang berkilat tajam itu, lalu tangannya terangkat dan langsung mengenai kepalamu dengan keras. Membuatmu langsung kehilangan kekuatan dan pandanganmu menggelap.

"Tahanlah sebentar … aku akan mengobatimu nanti."

#

"Sampai kapan kamu akan menyembunyikan kucing ini, Kiran? Kamu sendiri tahu kalau ayah paling tidak suka kalau kita melakukannya. Kamu ingin dipukul ayah lagi?"

"Mau bagaimana lagi, Kak? Aku merasa kasihan … dia penuh dengan luka. Aku hanya menjaganya sampai dia bisa berjalan lagi. Kalau aku menerima saja dipukul tanpa memprotes, ayah pasti akan melepaskanku dengan mudah. Tidak apa-apa, aku pasti bisa menahannya."

Matamu mulai terbuka dan mendapati
keberadaan dua anak gadis yang sedang berargumen di depanmu. Kamu melihat ke sekitar dan menyadari kamu sedang tertidur di sebuah kotak yang dilapisi kain. Luka-lukamu telah diobati, namun rasanya sakit sekali untuk bergerak hingga kamu mengeong kecil.

"Ah, dia akhirnya bangun!" Gadis dengan rambut pendek itu menengok ke arahmu. Itu gadis yang sebelumnya memukulmu—atau sebenarnya malah menyelamatkanmu? Kamu tidak tahu lagi yang mana yang benar.

Gadis itu berdiri dan berjalan menjauh, lalu kembali dengan dua mangkuk kecil berisi air dan ikan. "Ikan ini hanya sisa makan siang kami … tapi makanlah. Paling tidak, ini bisa membuat rasa laparmu berkurang."

"Kiran—"

"Kak, tidak apa-apa."

Dibandingkan dengan argumen yang tidak kamu pahami, melihat ikan goreng yang sisa kurang dari setengah itu terlihat lebih menarik dan berhasil membuatmu bergerak paksa meski sakit. Perutmu lebih penting. Menjadi kucing jalanan membuatmu harus berkelahi dulu untuk mendapat makanan, jadi kamu tidak mungkun menyia-nyiakan makanan yang didapat secara gratis ini.

Kamu memakan ikan itu, meminum air yang berada di mangkuk sebelahnya lalu merasakan energi kehidupanmu akhirnya kembali bertambah. Gadis dengan rambut panjang telah keluar dari kamar dengan wajah takut, meninggalkan gadis berambut pendek itu di sana dengan sebuah senyum hangat saat menyadari kamu menghabiskan makananmu dalam waktu kurang dari semenit.

"Pasti lapar, ya." Tangannya kembali terangkat dan mengarah ke kepalamu. Tapi sebelum tangan itu menyentuh bulu hitammu, dia berhenti. "Oh ya, kamu tidak suka dipegang, ya. Maaf. Aku sangat suka kucing dan tanpa sadar langsung ingin menyentuhmu."

"Meow."

"Hm? Aku boleh melakukannya sekarang?"

"Meow."

"Wahh! Asik! Aku elus, ya."

Tangan gadis itu mencapai bulumu lalu mengelusnya pelan. Seakan tidak ingin kamu merasakan sakit karena luka-luka itu. Kamu sendiri tidak paham. Seharusnya gadis itu tidak mengerti apa yang kamu ucapkan, tapi dia kelihatan memahamimu. Apa pun itu, biarlah tidak perlu terlalu dipikirkan. Apalagi, dibawah elusan ini, kamu merasa sangat nyaman hingga matamu kembali mengantuk.

"Kiran? Bicara dengan siapa kamu dari tadi?"

Suara pria itu berhasil membuat gadis di depanmu tersentak dan memberikan ekspresi takut yang ketara. Tubuhnya berbalik dan mundur sedikit, seakan ingin melindungi kotak tempatmu berada dari jarak pandang orang itu.

"Kiran, menjauh. Kamu menyembunyikan sesuatu, kan?"

Kamu kembali terduduk. Tatapan yang diberikan pria itu … itu tatapan menyeramkan dari seorang pemangsa. Hanya dengan instingmu, kamu bisa tahu kalau dia berbahaya. Kamu langsung mendesis hingga ekormu berdiri.

"Kamu membawa kucing ke sini?" Pria itu mendorong gadis bernama Kiran dengan paksa, hingga ia terdorong ke samping. Kamu berdiri dari tempatmu, merinding ketika tatapan itu langsung mengarah padamu. Kamu mendesis lagi.

"Sudah berapa kali kubilang untuk tidak membawa hewan ke rumah? Mereka itu bau, membuang kotoran sembarangan, dan hanya menyusahkan!"

Saat tangan besar pria itu terangkat, kamu tahu kamu harus segera lari. Namun, kakimu sakit. Beruntung Kiran dapat menghalau tangan itu lalu memegangnya erat-erat.

"Ayah … tolong, jangan sakiti dia. Dia sudah terluka banyak. Aku hanya berniat menjaganya sampai—"

"Kamu melawan kata ayahmu sendiri, Kiran?"

Gadis itu terdiam. Tubuhnya bergetar takut, dan tangannya yang masih menahan tangan pria itu langsung terlepas.

"Tidak, Ayah."

Kiran terdiam dengan kepala yang menunduk, tapi tepat mengarah padamu yang berada di belakangnya. Kamu bisa merasakan kalau dia menyuruhmu kabur selagi sempat. Kamu menggeram, berusaha bangkit dan segera berlari setelah memaksa kaki-kaki yang terluka itu memacu.

Sebelum benar-benar keluar dari kamar itu dari jendela, kamu bisa melihat Kiran tersenyum melihat kepergianmu. Di detik berikutnya, ia dipukul dengan keras dan diseret menuju luar kamar dengan paksa. Kamu kembali memacu lari. Merasakan rasa bersalah memenuhi diri. Kamu bahkan belum berterima kasih padanya. Namun begitu, tidak ada yang bisa dilakukan olehmu, si lemah. Apalagi melawan kekuatan seorang pria dewasa.

Kamu kembali diingatkan betapa kejamnya aturan di dunia ini. Lemah membuatmu terluka, dan kuat membuatmu keji. Tidak ada yanng dapat lepas dari bagaimana aturan ini bekerja.

Tidak hewan, atau bahkan para manusia yang berakal.

liquid: get your revenge || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang