***
SAAT GINA membuka kedua matanya, ia mendapati tubuh kecilnya sudah berada di dalam sebuah ruangan serba putih yang mencurigakan. Ia menyebarkan pandangan. Tidak ada apa pun sejauh ia memandang dari sebelah kiri ke kanan. Lantai berwarna putih, langit-langit berwarna putih, dan dinding berwarna putih. Hanya itu. Nyalinya menciut sejurus kemudian, merasa kebingungan di tempat asing ini.
Ia tersentak ketika mendengar suara gunting dari arah belakang. Ia segera berbalik dan membelakkan mata setelahnya, "Kiran ...?"
Ia terdiam di sana, melihat sosok adiknya itu tengah duduk di lantai putih dengan sebuah gunting di tangan kanan dan bunga berwarna merah dengan serbuk sari yang mencuat ke atas-seperti kaki laba-laba di tangan kiri. Ada tumpukan bunga lainnya di sisi kanan gadis itu. Kiran menatapnya dari sana, tanpa kata maupun sebuah ekspresi berarti di wajahnya yang putih pucat.
Saat Gina ingin mendekat, ia kembali dikejutkan oleh duri-duri dengan panjang paling tidak lima senti telah mengelilingi Kiran, dengan diameter yang sangat besar. Kiran terjebak di dalam lingkaran itu. Dan Gina tidak dapat mendekatinya sedikit pun.
Suara guting kembali terdengar. Gadis kecil di depannya menggunting bunga itu dari pangkalnya. Meletakkan kelopak bunga dengan warna yang indah itu di depannya, sedangkan tangkai berwarna hijau itu pada sisi kiri.
"Kiran ... apa yang kamu lakukan di tempat ini?"
Adiknya tidak membalas. Sebagai gantinya, suara gunting kembali terdengar. Ia kembali melakukan hal yang sama; meletakkan kelopak bunga itu di depannya dan tangkai di sisi kiri. Gerakannya kaku dan pelan. Seperti gerakan boneka.
Gina mengepalkan tangannya. Ia kembali melangkah maju dan mendekati Kiran. Di lihat dari lebarnya, satu lompatan tidak akan membuatnya berada di dalam lingkaran milik Kiran. Telapak kakinya pasti akan terkena duri. Meski begitu, ia tidak bisa membiarkan Kiran dan sikap anehnya itu lebih lama.
"Jangan mendekat."
Satu kalimat pendek itu berhasil membuat Gina kembali berhenti. Kiran bahkan tidak menatap matanya. Ia kembali melakukan hal yang sama; meletakkan kelopak bunga ketiga ke lantai, di posisi yang sejajar dengan dua bunga lainnya. Baru setelahnya ia mendongak, menatap Gina dengan mata yang terlihat sangat hampa. Hanya dengan melihatnya, Gina merasakan bulu kuduknya merinding.
"Bukannya sudah kubilang, jangan sampai membuat dirimu sendiri terluka?" Kiran menjeda, memperdengarkan suara guting sekali lagi sebelum melanjutkan, "kalau Kakak pada akhirnya tetap terluka, untuk apa pengorbananku ini?"
Gina tertegun. Ia terduduk tepat di depan duri-duri yang panjang dan runcing itu. Itu adalah ucapan Kiran saat mereka kembali bertemu dua minggu lalu. Ia menggigit bibirnya sendiri. Cairan bening yang hangat kembali menggenang di pelupuk mata, "Tidak bisakah ... kamu ikut kabur bersama kami?"
KAMU SEDANG MEMBACA
liquid: get your revenge || end
Mystery / Thriller15+ Perasaan tidak diperlukan, apalagi nurani. Cukup lakukan seperti yang dia inginkan; kisah ideal yang penuh sandiwara. Sembunyikan 'dirimu' yang asli. Karena yang perlu kau lakukan hanyalah mengikuti benang takdir buatan Dia yang memegang kendali...