liquid: tempat di mana mereka saling mengenal (bagian 1)

41 14 0
                                    

RENNA INGAT seperti masih kemarin, pertemuan pertamanya dengan Kiran bukanlah suatu kenangan yang bagus—sebaliknya, sangat menakutkan dan kadang masih menjadi mimpi buruk baginya.

"Kamu tidak apa-apa?"

Saat Renna terbangun dan menemukan dirinya berada di ruangan asing, sosok itu sudah berada di sampingnya. Menanyakan keadaannya setelah sadar dari pingsan, sembari membantunya untuk bangkit ke posisi duduk.

"Kita … berada di mana? Mengapa aku ada di sini?" Hanya pertanyaan itu yang muncul di kepalanya saat melihat ke sekitar ruangan persegi dengan warna dominan putih itu. Perasaan takut langsung melingkupinya. Dengan rasa tidak percaya di wajah dan kepala yang tiba-tiba berdenyut, ia segera menatap gadis itu. Namun, gadis itu malah memberinya sebuah senyum menenangkan.

"Aku juga tidak tahu kita ada di mana. Mungkin di sebuah perumahan kosong yang pengerjaannya diberhentikan—lalu malah dijadikan tempat sembunyi para penjahat? Kemungkinan besar begitu. Tapi satu yang pasti; kita sedang diculik. Kita harus mencari cara untuk bisa keluar dari sini secepatnya sebelum terlambat," jelas gadis itu sembari meletakkan jarinya pada dagu. Sikapnya sangat tenang. Padahal ia baru saja memaparkan fakta yang mengerikan bagi Renna.

Namun setelahnya, gadis di hadapannya itu mengerjap dan kembali memberikan sebuah senyum manis pada Renna yang tubuhnya mulai bergetar karena takut. "Tenang saja. Kamu tidak sendirian. Denganku, kamu pasti bisa keluar dari sini."

Rambut hitam pendeknya yang terlihat lembut, senyum manis yang menghias bibirnya saat itu—kalau saja Renna tidak melihat sosok itu setelah bangun, mungkin ia akan langsung menyerah dan hanya menangis tanpa bisa melawan setelah menyadari situasinya saat ini.

Namun, karena ada gadis itu, Renna segera memandang sekitar dengan perhatian penuh. Mereka sedang berada di sebuah ruangan kosong—hampir tanpa barang kecuali sampah-sampah kardus dan plastik di ujung ruangan. Tidak ada jendela ataupun ventilasi udara yang bisa dijadikan tempat kabur. Pintu yang menjadi satu-satunya alternatif untuk keluar dari sini tertutup, mungkin malah terkunci. Mereka terjebak di sana.

"Pelaku penculikan kita ada empat. Namun yang berjaga di dekat ruangan ini hanya satu. Kita harus bisa membuatnya masuk ke dalam sini dan mengalahkannya terlebih dahulu. Persiapkan dirimu, mengerti?"

Renna terdiam dengan jantung yang berdetak tak teratur. Merasakan tubuhnya kembali dikuasai rasa takut hanya dengan mendengar penjelasan tadi. Bagaimana coba, caranya dua gadis SMP bisa mengalahkan seorang penculik?

"Tidak mungkin. Kita pasti kalah kalau melawan langsung. Tidak adakah cara lainnya?"

"Tenang saja." Gadis itu berdiri dan berjalan ke arah pintu berwarna krem itu dan mengintip sedikit lewat bagian yang terbuat dari kaca transparan. Ia mengembuskan napas lalu mengangguk yakin ke arah Renna. "Dengar, um … siapa namamu?"

"Renna."

Gadis itu kembali berjalan mendekat, berjongkok tepat di hadapan Renna dan menatap matanya lurus. Mata kecokelatannya itu terlihat tanpa rasa takut, dan sebuah senyum optimis terukir di sana.

"Dengar, Renna. Kita akan keluar dari sini. Untuk melakukannya, kita harus mengalahkan orang yang berjaga itu. Kamu hanya perlu membuatnya masuk ke dalam sini. Urusan mengalahkannya, percayakan kepadaku."

Renna tidak habis pikir bagaimana gadis di hadapannya itu bisa begitu percaya diri. Penculik mereka pastilah orang dewasa. Bagaimana cara dia bisa mengalahkannya seorang diri? Namun di sana, saat ia baru saja ingin melempar protes, gadis itu kembali berujar, "Renna. Kita tidak bisa ragu sekarang. Kamu ingin keluar dari tempat ini, kan?"

Renna menganggukkan kepalanya beberapa kali. Pada akhirnya, ia berdiri dan mendekati pintu itu. Dadanya terasa bergemuruh. Kakinya melemah hanya dengan melihat sosok pria berkepala plontos dan berotot besar itu sedang duduk di bangku dekat pintu ini.

liquid: get your revenge || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang