liquid: thank you

48 13 0
                                    

[18+] Sebelum membaca, kutekankan: jangan mengikuti adegan apa pun yang ada di dalamnya.

Peringatan: part ini akan berisi penyiksaan yang mungkin tidak akan cocok bagi sebagian pembaca. Untuk antisipasi bagi yang tidak bisa membacanya, aku akan menandai dari mana adegan sadis itu dimulai, dan diakhiri.

_____________

SEBUAH HELAAN napas keluar saat Kiran selesai memastikan seluruh rencananya telah dilakukan dengan sempurna; ia telah menurukan ayahnya menggunakan alat sederhana yang menggunakan prinsip pengungkit menuju ruangan khusus milik Edi (dia punya alasan khusus kenapa tetap bersikeras memindahkannya ke lantai bawah, meskipun hal itu membuatnya kelelahan).

Mendudukkannya pada bangku siksaan dan mengikat kedua pergelangan lengan juga kakinya dengan karet yang tersedia, lalu menambahnya dengan lakban hitam besar—hanya untuk memastikan ayahnya tidak akan bisa lepas dari bangku itu.

Dia mengunci pintu depan dan belakang, lalu mengalirkan listrik ke gagangnya. Agar jika ada seseorang berani memegangnya, ia akan tersetrum dengan listrik tegangan tinggi. Kiran juga menambahkan benda berat di belakang pintu, agar siapa pun akan memerlukan waktu cukup lama untuk mendobraknya. Ia tidak akan membiarkan seorang pun mengganggunya; tidak untuk bagian klimaks dari balas dendamnya ini.

Ia berjalan menuju ruangan khusus lagi setelahnya. Menutup lalu mengunci pintunya. Kiran terdiam sebentar untuk mengamati pria yang masih belum sadarkan diri itu. Tenang saja, Kiran tidak membunuhnya. Edi masih bernapas, meski terdengar sangat lemah. Lagipula, mati hanya dengan tersengat listrik di bak mandi terlalu mudah bagi pendosa sepertinya.

Kiran berjalan ke arah rak lemari di pojok ruangan. Mengambil alat-alat kesukaan ayahnya, lalu memajang benda itu berjejer di atas meja. Ekspresinya begitu datar, matanya kelihatan hampa tanpa emosi. Ia tidak lagi memiliki belas kasih ataupun empati; semuanya telah melebur bersama dengan rasa kemanusiaannya yang telah mati. Kini, hanya tersisa dirinya dan tujuan untuk balas dendamnya—tidak lebih, tidak kurang.

“Kamu sengaja membawanya ke ruangan ini, huh.”

Kiran melirik sedikit ke arah cermin besarnya di pojok kiri. Ia sengaja membawanya ke tempat ini. Karena bagaimanapun, bagian dirinya yang lain itu juga memiliki hak untuk menjadi penonton atas kemenangan mereka saat ini.

“Dia juga harus mengetahui rasanya disiksa di tempat ini. Dia harusnya berterima kasih; akan kubiarkan dia mati di tempat kesukaannya ini.”

“Baiklah. Kamu menang. Nyatanya, kamu berhasil menjalankan rencanamu dengan baik meski ada banyak pengusik. Kamu hebat sekali.”

Tangan Kiran berhenti tepat ketika sebuah tang di letakkan ke meja. Dia tidak segera menengok ke arah refleksi dirinya itu.

Apa ... melakukan penyiksaan pada orang lain bisa disebut hebat? Apa membalas dendam seperti ini bisa membuatnya disebut pemenang?

Nyatanya, Kiran tahu pasti jawabannya adalah tidak.

Bahkan tatkala otaknya kini tidak memiliki pemikiran lain selain untuk menyaksikan penderitaan ayahnya, Kiran masih sadar kalau yang dia lakukan adalah salah. Namun, tetap, dia akan melakukannya.

Karena, ini bukan lagi tentang salah dan benar. Ini masalah tujuan terakhir keberadaanya di dunia ini. Tujuan yang membuatnya tetap berdiri tegak meski diterpa banyak siksaan yang menggerogoti jiwa maupun tubuhnya selama ini. Dan Kiran, tidak bisa mengabaikannya begitu saja sekarang.

liquid: get your revenge || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang