•••
dari awal, dia seharusnya tidak dilahirkan
hidup hanya terbawa oleh takdir, dan dipermainkan
hidup di neraka dengan iblis sebagai tuan
gadis itu kira, ia sudah cukup marah hingga bisa menanggalkan hatinya
ia kira, dirinya sudah cukup menderita hingga bisa membuat orang lain merasakan hal sama
hatinya lemah,
ia tidak diterima menjadi manusia, tapi gagal pula menjadi iblis
tidak ada tempat untuk beradu
baginya, jiwa yang tersesat di antara dua wujud
rupanya akan hilang tanpa abu
di tengah malam yang kelabu
gadis itu kembali termangu, menangis tersedu
•••
Gadis berambut pendek dengan setelan baju seragam yang masih terpasang di badannya-meski sedikit kumal itu, terdiam di depan cermin. Tanpa suara, tanpa tindakan. Hanya terdengar suara napas terengah dan jarum detik yang berdetak menggema di dalam ruangan. Kedua tangannya terkepal erat bersamaan dengan sebuah erangan marah yang keluar dari tenggorokan. Ia masih mencoba menahan diri agar tidak kehilangan kesadaran, dan meledak sesuai emosi yang menyelimutinya saat ini.
"Pada akhirnya kamu melepaskan mereka. Kenapa? Kamu tahu, kalau saja mereka tidak sebodoh itu dan mengganggu rencanamu, sudah pasti persiapan itu sudah selesai dilakukan sekarang."
Kiran menghirup oksigen dalam-dalam hingga memenuhi rongga paru-paru, lalu membuangnya lagi secara perlahan. Ia kembali menyibak poninya ke belakang, menyeka keringat di dahi, dan segera mengubah posisi menjadi duduk untuk menenangkan diri.
Ia tidak segera membalas ucapan seseorang dari cermin itu dan membuang wajah ke luar jendela dalam waktu cukup lama. Saat seluruh emosinya dapat ia kendalikan lagi, barulah Kiran kembali menatap pantulan dirinya yang lain di depan cermin itu dengan ekspresi tenang dan berkata, "Mereka tidak ada hubungannya dengan ayah. Aku tidak berniat melakukan apa pun pada mereka."
Kiran menatap kedua mata yang persis sama dengan miliknya itu dengan wajah nyaris tanpa ekspresi, membiarkan si pemilik wajah satunya memberikan sebuah senyum miring mengejek.
"Jangan berlagak jadi anak baik, deh. Kamu akan membunuh ayah, bukan? Lalu apa bedanya jika menambahkan satu atau dua kepala untuk digorok lehernya? Untukmu itu pasti mudah."
Sebuah helaan napas gusar keluar dari mulut Kiran. Tangannya terangkat untuk membenarkan helaian rambutnya yang berantakan, berkat sedikit mengamuk di hadapan Sano dan Fio tadi. Matanya terkunci untuk memperhatikan pantulan dirinya-yang tidak ikut bergerak sesuai gerakannya-itu dengan penuh perhatian. Padahal mereka sudah cukup sering berbicara begini, tapi semuanya masih terasa asing. Melihat dirinya bisa berbicara dengan dirinya sendiri, seakan memang terdapat dua orang di ruangan ini, terkadang membuat Kiran meragukan kewarasannya sendiri.
"Sebelum dapat membunuh ayah, aku akan ditangkap karena membunuh keduanya. Kamu sendiri seharusnya tahu kita tidak boleh gegabah, Pita."
Pita, begitulah ia memanggil dirinya di pantulan cermin itu. Dia mengaku sebagai seorang malaikat penjaga miliknya, namun, Kiran sendiri lebih percaya kalau gadis di pantulan cermin itu adalah kepribadian lain miliknya yang keluar setelah melewati batas kewarasan tertentu. Well, karena pembicaraan mengenai hal itu tidak akan ada habisnya jika dibahas lebih jauh, maka biarlah keberadaannya menjadi misteri yang tak perlu diketahui kebenarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
liquid: get your revenge || end
Mystery / Thriller15+ Perasaan tidak diperlukan, apalagi nurani. Cukup lakukan seperti yang dia inginkan; kisah ideal yang penuh sandiwara. Sembunyikan 'dirimu' yang asli. Karena yang perlu kau lakukan hanyalah mengikuti benang takdir buatan Dia yang memegang kendali...