liquid: dosa

50 14 0
                                    

"Kak, aku mau bicara sesuatu. Ada waktu?"

Suara siulan dan sorak terdengar riuh saat gadis itu menghampirinya lalu menanyakan hal itu. Sano tersenyum miring. Akhirnya ia berhasil membuat Kiran mendatanginya dan mengajaknya bicara. Ia sama sekali tidak memikirkan ekspresi tidak nyaman yang Kiran tampilkan saat itu. Pikirannya telah terkunci pada rasa penasarannya. Sano berdiri dan menutup botol air mineralnya, "Tentu saja."

Mereka berjalan menepi dari lapangan, dan berakhir di dekat pagar bagian belakang sekolah. Kiran tidak lagi menyembunyikan ekspresi tidak sukanya. Bibirnya sedikit turun saat akhirnya mereka kembali beradu tatap, "Sebenarnya apa yang Kakak inginkan?"

Bukannya merasa bersalah, ada rasa senang dalam hati Sano. Akhirnya gadis itu kembali menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. Bukan topeng tersenyum yang biasa ia tampilkan, tapu sesuatu yang benar-benar ia pikir dan rasakan. Sano lalu menyandarkan tubuhnya di tembok. "Semua tentang kamu. Aku ingin tahu semuanya. Kenapa kamu memakai topeng selama ini dan menyembunyikan kamu yang sekarang?"

"Karena itu Kakak terus melihatku bahkan saat latihan drama ini? Tidak kah Kakak bisa membedakan waktunya main dan waktunya serius?"

Kiran kelihatan tersinggung. Sano mengerutkan dahi lalu berpikir. Sepertinya gadis itu benar juga. Ia selalu melihat ke arah Kiran selama ada kesempatan pada saat latihan tadi. Apa mungkin ia sudah keterlaluan? Awalnya ia hanya ingin tahu. Namun perasaan itu terus berkembang dan membuatnya semakin penasaran. Ia juga hanya memperhatikan dari jauh, jadi seharusnya tidak akan menjadi masalah besar, bukan?

Tapi sepertinya hal itu berbeda bagi Kiran. Apa yang telah ia lakukan membuat gadis itu marah. Namun begitu, Sano tidak segera meminta maaf dan malah menyemburkan tawa. Ini kesempatan langka yang mungkin bisa ia manfaatkan untuk mengetahui lebih banyak tentang Kiran, juga maksud ucapan dan tingkah anehnya pada hari itu. Karenanya, Sano malah tersenyum menantang, "Tapi aku tetap menjalaninya dengan benar, bukan? Jadi kurasa tidak masalah."

Ada kilatan marah di mata yang berwarna hitam kelam itu. Kiran mengepalkan tangannya dengan kencang. Di detik berikutnya, ia memalingkan wajah seakan sadar kalau telah menampilkan ekspresi yang seharusnya tidak ia tunjukan. "Tindakan Kakak sudah keterlaluan. Kumohon hentikan sekarang juga."

Sano baru saja ingin membalas, tapi suara seorang gadis membuat dia maupun Kiran segera menengok. Suara itu datang dari luar pagar.

"Kiran, itu kamu?"

Sano mendekat sedikit untuk memperhatikan wajah gadis itu lebih jelas. Entah kenapa ia merasakan bahwa wajahnya dan Kiran mirip. Sano lalu menengok ke arah Kiran. Gadis itu kelihatan sangat terkejut dan tak bisa membalas untuk beberapa waktu. Namun setelahnya, ia meneguk ludahnya dalam-dalam dan bergumam, "Kakak ...?"

Sano ikut tersentak lalu kembali memperhatikan wajah yang berada di balik pagar. Jadi karena itulah ia merasa kalau mereka mirip. Gadis yang dipanggil Kiran sebagai kakak itu tiba-tiba menangis. Ia mendekat ke arah pagar, memegang salah satu selnya lalu berkata dengan nada tersendat. "Kamu ... baik-baik saja. Syukurlah ...."

Kiran mendecak. Ia lemparkan tatapan tajam pada Sano, "Tolong pergi sekarang, Kak. Kuharap Kakak tidak melakukan hal yang sangat menyebalkan padaku sekarang."

Segera setelahnya, kaki gadis itu berjalan menuju pintu kecil yang berada di ujung pagar dan menghampiri kakaknya. Sano menggaruk tengkuknya dengan kaku dan menghela napas. Sepertinya, ia tidak bisa lebih lama di sana karena suasananya berubah menjadi sangat berat setelah kedatangan tamu tak terduga itu.

Sano berjalan menjauh, hampir menuju lapangan di mana semuanya sudah mulai kembali latihan drama. Namun begitu, kakinya kembali berhenti. Ia terdiam dengan perasaan yang bergejolak. Ia ingin tahu.

liquid: get your revenge || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang