liquid: bagian lain dari mimpi buruk

206 33 1
                                    

MINGGU ITU, langit terlihat kelam. Buliran air turun dari sana dan menimbulkan bunyi gemerisik setiap bertubrukan dengan benda-benda yang ada di bawahnya. Hawa dingin menusuk, hingga mencapai tubuh kecil gadis yang sedang mengintip dari balik tirai jendela.

Ia menghela napas. Wajahnya kelihatan sedih dan penuh rasa takut. Tangan kanannya yang memegang helaian tirai sewarna biru laut meremas kuat, hingga jari-jarinya memutih.

Hari ini, lagi. Tinggal menunggu waktu sampai orang itu menghampirinya.

Isi pikirannya bagai sebuah komando. Tak lama setelahnya pintu kamar diketuk, dan ia tahu siapa yang melakukannya bahkan tanpa membuka terlebih dahulu.

Gadis itu tersentak di irama ketukan kedua. Sesegera mungkin membuka pintu setelahnya. Karena gadis itu tahu; dia tidak suka menunggu.

Sesosok pria dengan perawakan tegak berisi dan setelan olahraga berwarna abu-abu menyambutnya dengan senyum penuh semangat. "Kiran, waktunya latihan! Ayo cepat ganti bajumu!"

Gadis yang disebut Kiran itu tidak segera menjawab. Ia tertunduk, dan tangannya kembali mencengkeram kusen pintu dengan kuat. Sebenarnya, ia tidak mau.

Latihan fisik yang dibuat pria itu mengerikan. Seluruh tubuhnya akan terasa sakit setelah melakukannya. Dan lagi, dia seorang gadis. Kenapa ia harus melewati latihan yang bahkan mungkin akan sulit dilakukan oleh anak laki-laki seusianya?

"Kenapa malah diam?"

Kiran segera mengangkat kembali wajahnya setelah menyadari suara pria itu merendah. Senyum tadi langsung hilang, tergantikan wajah menyeramkan dengan mata yang berhasil membuat kakinya melemas.

Ah ... Kiran mengacau lagi.

Pria itu melangkah maju, kedua tangan besarnya dengan cepat dan kuat menangkap bahu kecilnya. Kedua mata yang berada di hadapan menampilkan kegelapan tak berdasar. Seakan sedang menyedot nyawa Kiran hingga ia kesulitan bernapas.

Kiran terperangkap dalam kekangan itu.

"Seharusnya kamu lebih semangat! Ayah sudah menyisihkan banyak waktu untuk melatihmu. Demi melatihmu menjadi polwan yang kuat dan disegani. Bukannya itu cita-citamu? Jika kamu malas-malasan begini, bagaimana bisa kamu menggapainya?!"

Tidak. Aku tidak ingin jadi polwan. Ayah, kaulah yang ingin jadi polisi, tapi tidak kesampaian.

Lihat saja bajunya itu. Warna abu-abu dan merah di bagian bahu itu. Baju yang sering kau lihat dipakai oleh polisi di saat sedang latihan.

Pria itu hanya ingin memaksakan mimpinya pada Kiran.

Namun, di dalam kekangan ini, Kiran bisa apa? Di bawah tatapan menakutkan itu, bernapas saja rasanya sulit. Ia tidak bisa membayangkan suatu hari ia akan berani menolak kata-kata pria di hadapannya saat ini.

Saat merasakan bahunya ditekan lebih kuat hingga ia meringis, tidak ada yang bisa gadis itu lakukan selain berkata dengan terbata, "Ma-maaf, Ayah. Aku ... akan segera ganti baju."

Barulah setelahnya pegangan itu melemas. Kiran berusaha tetap berdiri, lalu menunjukkan sebuah senyum. Tersenyum, itu adalah kunci agar ia bisa selamat.

"Harusnya aku tidak perlu menjelaskannya berkali-kali padamu! Ya sudah, cepat ganti bajumu! Latihan ini akan lebih efektif dalam cuaca begini, jadi jangan membuang waktu lagi!"

Pintu ditutup, dan Kiran berusaha menahan tubuh lemasnya dengan berpegangan pada kusen. Dadanya naik turun, akhirnya ia bisa bernapas dengan lebih leluasa.

Setelah cukup stabil, segera ia berganti baju.

Matanya terasa berair, tapi segera ia hapus. Ia sekali lagi melihat ke arah luar jendela.

Bagi Kiran, suara buliran air yang jatuh dengan deras dan aroma lembab yang seharusnya menenangkan orang itu,

-merupakan bagian lain dari rangkaian mimpi buruknya.

liquid: get your revenge || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang