"Istirahat 15 menit! Kerja bagus semuanya!"
Kiran menghela napas lalu menyeka keringat di dahinya. Menatapi semua anggota yang berlatih berjalan menyebar ke pinggir-pinggir lapangan untuk mendapatkan istirahat dan mengambil napas penuh, ia juga segera menuju sisi sebelah kiri lapangan, tempat di mana ia meletakkan tas dan botol minumannya.
Kendati ada banyak hal yang terjadi selama beberapa hari ini; di sekolah maupun di rumah, semuanya tetap harus berjalan begitu adanya. Tinggal seminggu sebelum penampilan. Paling tidak sampai hari ini, semuanya terlihat lancar. Adegan perkelahian terus dilatih agar tidak ada yang cidera saat penampilan. Koreografi perkelahian yang disusun oleh pelatih mereka cukup membuat para pemain kesulitan, tapi dengan jadwal latihan yang cukup banyak bahkan di hari libur ekskul membuat semuanya menjadi mungkin.
Kiran masih sedikit terkejut saat ayahnya menyetujui begitu saja saat ia meminta izin berada di sekolah lebih lama karena latihan ini—karena itu berarti, mereka harus mengurangi waktu latihan khusus yang dibuat ayahnya. "Tunjukan pada semua orang kemampuanmu," ucapnya pada malam itu, "semakin kamu terkenal karena prestasimu, aku akan dikenal sebagai ayah yang berhasil mendidik anaknya dengan baik." Dia tersenyum sangat lebar setelahnya.
Gila, memang. Kiran tidak bisa membayangkan akan ada orang lain yang mengatakan hal itu pada anaknya sendiri. Kendati begitu, gadis itu tidak protes—malah sebenarnya, ayahnya telah memberi kesempatan yang bagus untuk Kiran. Ia jadi bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk membeli peralatan yang ia perlukan untuk menjalankan rencananya tanpa dicurigai pulang terlambat.
Satu-satunya hal yang menjadi masalahnya sekarang adalah kakak kelasnya itu; Sano.
Meskipun sepertinya laki-laki itu tidak lagi bersikap menyebalkan dan memilih menutup rapat-rapat mulutnya setelah mengetahui rahasia itu—ia bahkan tidak berani berbicara dengan Kiran lagi, perasaannya masih belum tenang. Ia jadi merutuki sikap kekanakannya pada hari itu. Karena tidak bisa menahan emosi, ia jadi menampilkan hal yang harusnya tetap tersembunyi pada orang yang sebelumnya tidak ia sangka-sangka.
Kiran bahkan tidak mengenal Sano di luar ekskul. Kecurigaan kalau laki-laki itu nantinya akan menyebarkan tentang keluarga maupun sikapnya berhasil membuat Kiran memutar otak. Tidak boleh sampai terjadi. Karena jika benar terjadi, maka sia-sialah usahanya bersikap baik kepada semua orang setiap harinya di tempat ini.
Hanya pemikiran itu yang mengganggunya saat ini. Sedangkan perasaan lain seperti marah karena sikap menyebalkan laki-laki itu telah menghilang seluruhnya sejak ia berbicara dengan Pita—bukan hanya kepada Sano, sebenarnya, Kiran yakin bisa menguasai seluruh emosinya. Kesalahan sama tidak akan terjadi dua kali. Ia akan melakukan semua rencananya dengan baik, tanpa kesalahan. Dan perasaan sebagai seorang manusia sama sekali tidak ia diperlukan untuk mencapainya.
"Kiran."
Gadis itu mendongak di detik berikutnya, mendapati sosok laki-laki yang berperawakan cukup tinggi di antara siswa lainnya di sekolah itu telah berada di depan Kiran saat ini, dengan seraut ekspresi penyesalan dan sedih yang menguar bahkan tanpa ia berusaha memahaminya.
"Bisa kita bicara?"
Kiran tidak segera membalas dan menenggak air dari botol berwarna biru itu sekali lagi. Setelahnya, barulah ia berdiri sembari mengeluarkan embusan napas panjang. Tanpa perlu ada kata lagi, mereka kembali berjalan menuju tempat yang tidak ada orangnya. Ia sedikit merasa beruntung karena laki-laki itu malah datang sendiri ke hadapan Kiran sekarang, hingga ia bisa melancarkan rencananya tanpa kesulitan.
"Jadi ada apa, Kak?"
Kiran berbalik dan memeriksa sekitar mereka sekali lagi. Tidak akan membiarkan ada orang lain yang mendengarkan percakapan mereka. Setelahnya, barulah Kiran menghela napas dan menatap Sano yang masih menutup mulutnya rapat. Matanya bergerak liar, gerak tubuhnya menunjukkan kecemasan. Perlu waktu cukup lama sampai akhirnya laki-laki itu berhasil mengeluarkan suaranya, "Maaf …, benar-benar, aku minta maaf sekali … untuk yang waktu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
liquid: get your revenge || end
Mystery / Thriller15+ Perasaan tidak diperlukan, apalagi nurani. Cukup lakukan seperti yang dia inginkan; kisah ideal yang penuh sandiwara. Sembunyikan 'dirimu' yang asli. Karena yang perlu kau lakukan hanyalah mengikuti benang takdir buatan Dia yang memegang kendali...