Maybe one day (9)

1.1K 175 5
                                    

Masih dengan nightgown-nya Irene menikmati paginya dari balkon apartemennya. Secangkir teh hangat membuat ia lebih santai.

Sesekali ia melirik Vincent yang tertidur lelap di lantai tempatnya minum sampai tak sadarkan diri semalam.

Irene tersenyum seperti orang bodoh saat mengingat kejadian semalam. Apa membuat orang merasa baik-baik saja bisa sebahagia ini? Sungguh hanya itu?

Irene mengambil handphonenya untuk menelpon Jennie meski tau wanita itu pasti belum bangun.

"Yaaa?"

Persis seperti dugaan Irene. "Kau datang jam berapa? Bangunlah, pemalas"

"3 jam lagi aku akan sampai. Jam berapa sekarang?"

"Setengah 9 pagi"

"Kalau begitu jangan nyalakan tv"

"Bahkan layar besar di gedung depan apartemenku menampilkan berita tentangku. Bagaimana bisa aku tidak melihatnya"

"Teruslah kabur. Wartawan itu harus bergerak lebih banyak"

Irene terkekeh pelan. "Sialan, kau. Aku harus membuat staff di agensimu bekerja lebih ekstra, kan?"

Jennie terdengar ikut tertawa. "Benar. Tapi kau tidak kasihan dengan suamimu? Lagipula, apa berita itu benar?"

Irene terdiam sesaat. "Tidak. Dia bilang itu bohong namun karena kesal aku kabur saja" bohong wanita itu.

"Seharusnya kau tidak kabur, bodoh"

"Datanglah kemari. Aku ingin bersenang-senang"

"Baiklah. Aku akan memesan layanan pijat juga salon"

"Bagus. Pesan untuk 3 orang, yah"

"3 orang? Ada siapa lagi?"

"Lihat saja nanti"

Irene memutuskan teleponnya. Ia kembali masuk ke dalam apartemennya berniat untuk membangunkan Vincent malah jadi diam terpaku saat melihat wajah terlelap pria itu.

"Mungkin perkataan penata riasku ada benarnya juga" ucapnya.

Kalau tak memegang gelas teh dengan benar, Irene mungkin bisa menyiram wajah Vincent saat matanya tiba-tiba terbuka.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Vincent buru-buru bangun dari tempatnya lalu melihat ke dalam selimutnya. Dia bernafas lega saat melihat pakaiannya masih utuh.

"Kau kira aku melakukan apa? Apa aku harus memperlihatkan rekaman cctv semalam agar kau percaya?" ketus Irene.

"Tidak. Aku tidak bermaksud seperti itu"

"Padahal kau yang memelukku lebih dulu. Cihh" batin Irene. Ia lalu berjalan ke arah dapur meninggalkan Vincent.

Vincent menoleh saat mendengar handle pintu kamar Irene. Dari dalam Aeri berlari dengan langkah kecilnya menghampiri Vincent.

Anak itu memeluk ayahnya erat tiba-tiba. "Ayah, maafkan aku sudah berteriak kepadamu. Aku tidak akan melakukan itu lagi"

Apalagi yang Vincent butuhkan untuk menaikkan moodnya selain Aeri. Tidak ada.

Dia membalas pelukan Aeri dengan sangat bahagia. "Baiklah. Aeri di maafkan"

"Aku sayang ayah"

"Aku lebih sayang Aeri" Vincent mencium pipi Aeri bergantian sambil menggelitik perut buncitnya. Aeri tertawa terbahak-bahak di pangkuan Vincent.

Sambil berjalan membawa segelas susu juga teh, Irene ikut tersenyum melihat momen Aeri dan Vincent.

Jika dia tidak bertemu David, apa kehidupannya akan bahagia seperti apa yang ia bayangkan? Bangun pagi bersama keluarga kecilnya sambil tertawa bahagia lalu malamnya mereka saling berpelukan melawan dinginnya malam. Irene membayangkan hal itu pasti sangat indah.

Vice Versa (COMPLETE) ✅✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang