Empat hari pencarian klinik aborsi di pulau Kalimanta pada sela-sela pekerjaannya tidak membuahkah hasil. Pernah terbenak untuk aborsi di negara-negara yang melegalkannya seperti Belanda atau Singapura. Tapi bagaimana mereka meminta izin kepada orang tua masing-masing? Felix mungkin akan diperbolehkan keluar negeri dengan alasan liburan. Tapi waktu liburan semester ganjil pun masih beberapa bulan lagi. Sedangkan Lira pasti tidak akan diizinkan oleh ibunya.
Mungkin meminta tolong dengan seorang dewasa yang tidak dikenal adalah solusinya. Membicarakan sebuah beban yang besar pada orang asing tampaknya tidak buruk. Mereka tidak mengenal Felix dan tidak akan kecewa jika mengetahui semuanya.
Satu hari setelah pulang dari pulau Kaltim, Felix memilih untuk jalan-jalan ke daerah yang jauh dari rumahnya. Disana ia bertemu dengan beberapa tukang ojek dan tanpa pikir panjang Felix mencoba mengobrol dengan salah satu dari mereka yang bernama Pak Ruslan.
"Pak sudah lama ya ngojeknya?"
"Iya. Mau diantar kemana?"
"Gak Pak, mobil saya ada disebelah sana." Jawab Felix mengarahkan dagunya ke mobil SUV berwarna hitam yang terparkir di depan Betamidi.
Pak Ruslan mengangguk paham, melanjutkan aktivitasnya menyesap dalam rokoknya.
"Pak," Ucap Felix lagi dengan ragu.
"Kenapa!?" Jawabnya tidak santai.
"Saya boleh minta tolong gak?"
"Minta tolong apa!?" Ketusnya lagi.
"Carikan saya klinik aborsi. Nanti saya bayar 500.000."
"Hahahahaha, kok bisa kecolongan." Suasana hati tukang ojek itu tiba-tiba berubah yang membuat Felix terheran-heran.
"Zaman sekarang banyak anak muda yang kaya gitu. Yaa kalau ada yang minta tolong sama saya, saya tolongin aja."
"Bagaimana Pak?"
"Sini ikut saya, saya tunjukin langsung tempatnya, yang saya tau ada dua di daerah ini. Beberapa bulan yang lalu saya juga sempat ngantar cewek ke sana."
Berboncenganlah Felix dengan Pak Ruslan, diperjalanan mereka tidak banyak bicara.
Jalan motornya mulai memelan saat melewati klinik pertama, "Nah itu yang warna putih kebiruan." Ucap Pak Ruslam.
Felix pun mengangguk paham sembari menandai peta online di HP nya.
"Sekarang kita ke tempat yang kedua."
Sekitar 15 menit kemudian, motor Pak Ruslan kembali melambat, "Nah yang itu juga, yang rumah kayu."
Kini beliau memberhentikan motornya tepat di depan tempat itu agar Felix dapat melihat-lihat sekitar lebih lama. "Bagaimana Mas, yang saya tau dua itu aja."
"Iya Pak, kita balik aja kalau gitu," Merekapun kembali ketempat pangkalan ojek tadi.
"Pak makasih banyak. Ini Pak," Ujar Felix menyodorkan uang yang sudah ia janjikan di awal.
"Iya sama-sama. Kalau orang lain saya minta 700 ribu untuk uang tutup mulut sekalian. Tapi gak papa untuk Masnya saya minta 500 ribu aja."
Kalau dipikir-pikir, Pak Ruslan pun tidak tau nama Felix, Felix juga memakai masker dan topi. Lalu bagaimana bisa Pak Ruslan menyebarkan identitasnya. Namun meskipun begitu ia tetap memberi lagi Pak Ruslan sesuai dengan keinginan yang tersirat dari perkataannya tersebut.
"Ini Pak saya tambahin 200 ribu."
"Wah makasih ya Mas, kalau butuh bantuan datang aja, saya sering mangkal di sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Teen Unplanned Pregnancy
Teen FictionAfter Sperm Meet Ovum.... "Aku setuju untuk aborsi. Tapi aku butuh perawatan sehabis aborsi biar aku gak rasain sakit lagi. Aku takut gak bisa hamil lagi." -Lira "Seakan bisa melihat isi perut dia, gue ngebayangin ada bayi kecil di dalam perutnya. M...