Tidak mudah bagi Felix bekerja sebagai assistant general manager atau yang biasa orang sebut assistant GM itu. Pekerjaan yang berbanding terbalik dengan pengalamannya selama ini membantu Ayahnya, laki-laki itu sejak awal terbiasa diajak mengurus bagian sarana prasarana, entah penyediaan, perawatan bahkan perbaikannya. Felix ingat betul saat ia memperbaiki tujuh AC di resort milik ayahnya yang ada di pulau Maratua atau ikut membantu pemasangan cctv dibeberapa tempat.
Untuk di kota tempat tinggalnya ini, Felix pernah ikut proyek merekonstruksi langsung interior dan gaya salah satu restaurant.Singkatnya Felix terbiasa kerja di lapangan bukan di ruangan seperti ini.
Pendisiplinan adalah hal pertama yang Felix jalani, ia juga harus mampu berkomunikasi dengan baik, optimis, tidak sombong namun tetap sedikit otoriter, memahami visi-misi cafe dan masih banyak lagi. Itu baru sikap belum tugas dan praktiknya.
Saat ini laki-laki itu sedang sibuk mempelajari laporan-laporan berbagai departemen dari lima tahun lalu.
"Ini tolong dibikin PPTnya." Pinta Om Adi, manager utama di cafe itu.
Fokus Felix terpecah, ia langsung mengangkat kepalanya dan menerima notebook yang Om Adi sodorkan. "Sambil dipahami." Pria yang setahun lagi berkepala 5 itu mengingatkan.
Untungnya Felix sudah cukup jago dalam mengoperasikan program komputer yang mendukung tugasnya seperti perangkat lunak analisis, perangkat lunak presentasi dan perangkat lunak pengolah kata.
"Nih Bunda mu ngebell." Om Adi memberitahu.
"Opo? Ana' mu ora po-po." Ujar Om Adi pada Bunda to the point sambil terkekeh. "Iyo iyo ta' ajari pelan-pelan." Lanjutnya.
Setelah telpon itu, Om Adi izin mengurus pekerjaan di luar dan menyerahkan tugasnya pada Felix.
Usai berkali-kali mengecek PPT yang dibuatnya, Felix menjatuhkan badannya ke sandaran kursi.
Ia mendengus saat matanya melirik jam di tangannya yang menunjukkan pukul 10. Dengan cepat ia meraih HPnya dan menelpon Lira.
"Halo Ra? Sudah pulang?"
"Ini baru sampai."
Mendengar itu, Felix menegakkan duduknya. "Jadi ade bayinya cewek atau cowok?" Tanyanya tidak sabaran."Secret, nanti kalau kamu udah pulang baru aku kasih tau."
Felix terkekeh, "Sudah makan?"
"Ih 'kan baru jam 10."
"Tapi udah lapar kan."
"Ih Felix!"
Felix mengulum senyum, "Makan yang banyak."
"Iya!"
"Kalau gitu aku matikan ya Ra. See you."
Setelah mematikan telpon, Felix kembali fokus pada susunan kata-kata pada layar laptop di depannya. Tak jarang ia mencari apa yang tidak dipahaminya di internet.
Telponnya dengan Lira memang sudah berakhir tapi Felix tetap mengulum senyum saat di otaknya terlintas tentang Lira yang menurutnya lucu.
Keguguban dan pikiran yang tidak bisa tenang sebab akan ikut rapat pertama kalinya bersama pemangku tanggung jawab di tempatnya bekerja ini pun hilang. Setidaknya sekarang Felix punya Lira yang bisa menjadi obat jika sedang jenuh atau cemas.
Tidak berapa lama fokus Felix kembali lagi pada HP nya, kali ini benda itu bergetar pertanda pesan masuk.
Tanpa membalasnya, Felix beranjak dari duduknya, melenggang pergi mendatangi pengirim pesan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teen Unplanned Pregnancy
Teen FictionAfter Sperm Meet Ovum.... "Aku setuju untuk aborsi. Tapi aku butuh perawatan sehabis aborsi biar aku gak rasain sakit lagi. Aku takut gak bisa hamil lagi." -Lira "Seakan bisa melihat isi perut dia, gue ngebayangin ada bayi kecil di dalam perutnya. M...