16. Bukan Relationship Goals 1

29.2K 2.3K 54
                                    

Pernikahan mereka bukan relationship goals tapi TRAGEDI.
.
.
.
~🌹~
.
.
.

Sejak 'karma' yang menimpanya malam itu, Felix jadi lebih memahami Lira, ia juga lebih sabar dan peduli. Meskipun terkadang ia mengeluh atau paling parah menggerutu diam-diam di belakang Lira. Felix juga belajar dari apa yang Lira lakukan saat ia muntah-muntah, seperti memijat tengkuk dan pundak serta tidak membiarkan Lira berdiri lama. Gejala yang sempat laki-laki itu alami juga lebih ringan sekarang, ia tidak laki mengidam namun setiap malam perutnya akan terasa mual dan akan membaik jika perutnya dielus.

Seperti malam ini, setelah uring-uringan membongkar keranjang baju dan meraba-raba kolong kasur untuk mencarikan minyak kayu putih yang Lira lupa taruh dimana dan akhirnya ketemu di dalam kulkas, jam setengah 9 mereka sudah bersiap untuk tidur, Lira juga sudah mulai mengelus perut Felix namun, perjalanan laki-laki itu menuju alam bawah sadarnya terganggu oleh Lira yang mulai mengecap. "Mau makan lagi?" Tanyanya dengan mata yang masih terpejam.

"Gak usah aja." Tolak gadis yang berbaring telentang di sebelahnya, lagi pula ia juga sudah mulai kebal dengan perasaan ngidamnya itu.

"Gue gak mau kena marah anak itu lagi"

"Sate kambing." Ucap Lira setelah beberapa detik berpikir.

Dengan mendengus kesal, laki-laki itu beranjak dari kasur, mengambil dompet dan langsung pergi membeli sate. Mengabaikan rambutnya yang sudah acak-acakan.

"Padahal tadi sore sudah makan." Gumamnya di perjalanan. "Mana sudah jam segini lagi." Kesalnya lagi.

Kenapa tidak memakai jasa pesan antar makanan saja? Ayolah keuangan mereka sedang tidak baik-baik saja, sampai-sampai ongkos kirim yang biasanya sebesar 4 ribu atau 8 ribu menjadi berharga. Uang tabungan saja hanya sisa 350 ribu dari 1 juta, sekeras apapun mereka untuk tidak memakai uang itu pasti terpakai juga kalau kondisi seperti ini.

Kebutuhan Lira sedang puncaknya dan Felix sebisa mungkin memenuhi kemauan gadis itu. Karena dengan sadar laki-laki itu mengakui bahwa ia tidak tega membiarkan Lira menahan perasaan ngidamnya, apalagi ia pernah merasakannya langsung kan. Ditambah lagi Felix harus peka untuk membeli keperluan dapur seperti gula dan minyak goreng atau menambahi uang ibu untuk belanja sayur sehari-hari.

Jangan tanya bagaimana Felix menekan kebutuhan pribadinya, ia tidak pernah lagi ikut sahabat-sahabatnya nongkrong di cafe atau sejenisnya, tidak pernah lagi ikut taruhan, semua jenis gamenya sudah tidak lagi premium ia bahkan jarang memainkannya karena harus irit kuota, juga jarang makan makanan kesukaannya seperti Burger.

Laki-laki itu sadar bahwa tubuhnya semakin kurus, bagaimana tidak, selama menikah ini ia makan hanya sakadar untuk menghilangkan rasa lapar yang sudah tidak dapat ditahan dalam artian terpaksa, terpaksa makan makanan yang terlalu apa adanya yang tidak ada enaknya sama sekali di lidahnya. Semua ia lakukan agar saat Lira menginginkan sesuatu ia dapat memenuhinya, agar saat keperluan dapur habis ia dapat membelinya.

"Nih." Felix  menyodorkan sepiring sate dan mulai menonton Lira yang sedang makan. Kalian pernah senang hanya karena melihat orang terdekat makan? Begitulah Felix, ada perasaan lega setiap kali ia melihat Lira bisa makan makanan yang diinginkan gadis itu.

"Cuman makan setusuk aja?" Tanya Felix saat melihat Lira mulai membungkus kembali sate tersebut.

Sementara Lira hanya merespons dengan anggukan.

"Kalau tau gak gue belikan."

"Besok bisa dimakan lagi."

"Buang aja!" Ketus Felix. "Cape gue, beli. terus gak dimakan. Uang itu Ra."

Teen Unplanned PregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang