41. (No title)

25.1K 1.8K 117
                                    

Harap maklum



Kafe Mangnanimous adalah bisnis kuliner yang dirintis saat restoran Bounteous dan warung makan Karim yang sudah berdiri 13 tahun lamanya berada di siklus mapan atau dipuncak-puncak. Dengan berbekal pengalaman dan kerja keras setiap pihak—pastinya—, di tahun ke 4 kafe tersebut mulai berkembang pesat dan rutin memperoleh revenue tinggi di beberapa bulan setiap tahunnya.

Pagi ini tidak seperti biasanya, Felix memilih langsung ke ruangannya tanpa memeriksa keadaan kafe terlebih dahulu.

Penyitaan jam tidurnya semalam membuat kepalanya pening, apalagi pagi tadi ia tidak sempat sarapan.

Laki-laki itu menutup pintu sebelum menyadarkan badannya di sofa dan memejamkan mata.

Sampai sesuatu yang terlintas di otaknya membuatnya kembali bangun dan langsung mengirim pesan kepada Lira.

Udah sampai?
Jangan lupa sarapan
Isi pesan itu.

Lagi-lagi kepalanya dipenuhi oleh Lira, "Pipi, perut sama susu aja yang besar!" Ketusnya dalam hati saat Lira yang hanya menggunakan bra kembali terbayang, semalam juga pertama kalinya dia menyadari betapa kurusnya perempuan itu. Jadi, selama ini badan ringkih nan kurusnya itu tertutupi oleh perut dan baju-baju ukuran besar yang dikenakannya. Astaga.

Felix kemudian menyatukan ujung jari jempol dengan ruas bagian tengah jari telunjuknya yang panjang. "segini mungkin diameter tangannya." Kemudian mencocokkan ukuran itu pada tangannya sendiri yang biasanya di tempati oleh jam, "Kecilnya!" Pekiknya tidak percaya sambil meringis.

Makan sekarang juga.
Yang banyak
Isi pesannya yang ke dua.

Setelah satu menit, dia mencoba menelpon Lira karena tidak sabar menunggu balasan dari perempuan itu.

"Lix." Tiba-tiba pak Adi mengetuk pintu dan perlahan membukanya.

Felix pun memperbaiki duduknya dan langsung memutuskan sambungan telponnya.

"Ayahmu minta kita evaluasi bulan ini lebih awal 'kan, tiga hari lagi."

Felix mengangguk, lagian sebenarnya jadwal itu disusun oleh dirinya sendiri atas perintah Ayahnya—pastinya.

"Jadi apa yang sudah kamu siapkan nanti?" Tanya Pak Adi. Bukannya apa, Felix bisa dibilang anak bawang di antara yang lainnya, umurnya pun belum genap 20 tahun. Pak Adi tidak mau setiap pendapat Felix nanti dijadikan ladang tempat mencari kesalahan. Lebih baik beliau sendiri yang lebih dulu mengkritiknya.

Felix tampak berpikir sesekali ia mendengus tanda tidak suka. Sebenarnya jawaban pertanyaan itu sudah di susun rapi di kepalanya, tapi entah mengapa dia bisa lupa.

"Ya sudah kalau belum tau, nanti WA aja."

"Setau Felix selama ini, om kalau kaya diskusi itu selalu sama ketua tiap departemen 'kan?" Ujar Felix cepat mencegah Om Adi beranjak dari duduknya.

"Oh, om tau arah pembahasanmu. Iya, om baru sekali kalau diskusi atau rapat bawa karyawan juga, biasanya HRDnya aja."

"Menurut Felix, coba kita tiap sebulan atau dua bulan sekali diskusi langsung dengan level staff yang paling lower untuk cari tau apa yang terjadi di tataran karyawan. Jadi, kita bisa action langsung supaya mereka merasa didengar. Jadi, suasana kekeluargaan dan team work kita makin baik."

Om Adi mengaggukkan kepala, "tapi diskusinya ini cuman kamu sama si karyawan itu 'kan? Enda di bawa ke rapat 'kan? Karena kalau dibawa begitu takutnya si HRD ini kehilangan peran."

Teen Unplanned PregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang