Epilog I

439 41 9
                                    

Life Signs | musim panas

"Ahh, perutku selalu kelaparan setiap saat"

Rasanya sangat ingin menikmati sesuatu yang manis dan lembut seperti coklat, tapi aku takut mual seperti terakhir kali memakan nya..

Tiba-tiba Irene teringat salah satu nasihat dokter,

"Maja! Euisanim bilang mulai sekarang perlahan mualnya akan hilang, aku akan mencobanya. Ingin sekali, aah air liurku sepertinya akan menetes"

 Ingin sekali, aah air liurku sepertinya akan menetes"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Irene duduk sendirian ditaman yang tidak begitu sepi. Sesekali mulut itu bergerak mengulum beberapa sendok ice cream cake rasa cokelat diantara rindangnya pepohonan. Beberapa ibu muda, anak-anak dan manula terlihat mendominasi keramaian disana. Sore hari memang waktu yang tepat untuk duduk-duduk santai sembari menikmati indah suasana musim panas saat ini.

"Mmmh.. mashitaaa, hatiku meleleh, haruskah aku menangis?"

Tiba-tiba seorang balita berumur sekitar tiga tahun berlari kecil kearahnya, mata Irene melebar, anak itu memeluk seperti kedapatan ibunya.

"Eommaaaa~"

"Ooh?!"

Irene menelik kearah kiri dan kanan mencari keberadaan orangtua balita tersebut agaknya nihil.

"K-kau mau ice cream?"

Menyodorkan cup setengah habis namun balita itu menatap wajah Irene dengan ekspresi sedih namun menggemaskan.

Ottoke, neomu kiyowo..

Seorang paruh baya datang menghampiri mereka berdua.

"Aigoo, Aera-ya! Lututku.. Maaf nak, dia cucu ku.. ehehe. Cepat sekali larimu, halmeoni hampir tidak bisa mengejarmu"

Kemudian balita itu berusaha memeluk dan mengusel-usel Irene.

"Omo, omo Omo.."

Ia mengulurkan tangan mungilnya, Irene  balas memeluk erat serta mengelus-elus rambut sang balita dengan lembut.

"Oo andwae Aera-ya.. hehe" Ahjumma merasa tak enak.

Irene tersenyum tanda tak apa. Ia mempersilahkan bibi itu duduk dan mengawali pembicaraan mereka.

"Aera-ssi, joah?"

Sikap dingin Irene seakan melumer tiap kali berhadapan dengan anak kecil. Dia bukan tipe yang bisa langsung akrab dengan orang yang tak dikenal, namun siapa saja akan dapat merasakan kehangatan ketika mengetahuinya lebih dalam.

"Eppeo!"

"Imo yeppeo?.. Aaah gumawo" wajahnya sumringah terlihat sedikit memerah.

"Aera merindukan ibunya.. Ia ditinggalkan begitu saja didepan pintu panti asuhan kami satu bulan yang lalu dengan beberapa helai pakaian, biskuit kesukaan nya dan selembar kertas.. Anak-anak selalu menjadi korban keegoisan orang tua mereka. Kupikir Ibu Aera masih muda sama sepertimu, terlihat bagaimana pemikirannya tertulis dalam surat itu. Terkadang Aera mencoba mencari-cari sosok ibunya seperti sekarang ini. Aku sungguh tidak habis pikir, jika mereka tidak menginginkan nya untuk apa berbuat hal yang tidak semestinya.. ck ck ck"

Tubuh hangat yang tersorot cahaya sinar matahari itu seolah membeku mendengar penyataan bibi yang tengah mencurahkan isi hatinya. Irene diam seribu bahasa. Jantung nya mulai berdegup, mulutnya terkatup rapat diiringi gigitan-gigitan kecil tak berbekas dibibirnya.

"Banyak diluar sana para orang tua yang begitu menginginkan kehadiran seorang anak dalam keluarga mereka, disisi lain ada juga yang menyia-nyiakan malaikat-malaikat kecil tak berdosa seperti Aera. Terbuat dari apa hati mereka, jeongmal-jeongmal.."

"Ooh? Nak kau baik-baik saja??"

Ahjumma terkesiap melihat kelopak mata Irene yang memerah dan berkaca-kaca. Khawatir terjadi apa-apa, salah-salah wanita muda yang nampak tengah mengandung dihadapannya itu menahan sakit tanpa bisa berkata-kata. Dengan cepat Irene menyeka linangan air matanya lalu mengakhiri perbincangan mereka.

"A-ani, gwaenchana.. Jeosonghaeyo Ahjumma, aku harus segera pulang. Aera-ssi, jalga~"

Merasa seperti bukan menjadi dirinya, semakin hari mood Irene mudah berubah – jauh menjadi lebih sensitif dengan sendirinya.

Di tengah perjalan menuju kediaman Irene, Tuhan seakan selalu memberikan clue-clue yang membuat hatinya pilu. Ibu, anak perempuan dan cucu nya yang sedang bersenda gurau, hingga seorang menantu laki-laki yang terkena semprot karena mengabaikan istrinya yang sedang hamil. Sungguh membuat perasaan Irene berkecamuk dalam hati. Berharap hari ini waktu menjadi lebih cepat berlalu, ia pun melanjutkan langkahnya menuju rumah dengan segera.

Eomma.. Perasaan bersalah apa ini? Aku harus bagaimana? Aku membutuhkan pelukan hangat mu..

 Perasaan bersalah apa ini? Aku harus bagaimana? Aku membutuhkan pelukan hangat mu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pict | source : 5boysbaker.com - Simple & Decadent Homemade Chocolate Ice Cream

ANNYEONG: BEST MISTAKES [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang