Satu bulan berlalu. Sekolah tampak kondusif tanpa adanya masalah berarti yang terjadi. Teror yang dulu sempat terjadi pun kini sudah tak ada lagi. Semuanya tampak tenang, dan damai. Namun, ketenangan itu juga mesti diwaspadai. Jangan sampai ketenangan itu seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Chaeyoung dan Lisa kini tampak membereskan sebuah stan yang akan teman-teman sekelas mereka pakai untuk menjual sesuatu di festival.
Ya, akhirnya festival itu akan diadakan besok. Tentu akan menjadi sangat ramai. Karena selain mengundang para petinggi yayasan, juga akan ada banyak pendatang yang berasal dari luar, baik itu murid sekolah lain, atau mereka yang sekedar mampir. Ditambah, mereka yang ingin menikmati festival tidak diharuskan membeli tiket, alias gratis. Tentu ini menjadi daya tarik tersendiri agar banyak dari mereka yang bersedia memasuki sekolah itu untuk menuntut ilmu.
"Sepertinya ini sudah cukup. Biarkan sisanya diurus oleh yang lain, Chaeng. Aku lelah," rengek Lisa sambil mengusap dahinya yang berkeringat.
"Hm. Kalau begitu kita ke kantin untuk membeli minuman."
"Setuju!" seru Lisa antusias menanggapi ajakan Chaeyoung.
Chaeyoung akui, dirinya saat ini juga tak kalah lelahnya. Mengangkut beberapa meja ke lapangan, ditambah cuaca yang lumayan terik. Untunglah saat ini rambutnya tengah diikat, jadi tidak akan terlalu membuatnya gerah.
Di perjalanan ke kantin, mereka berpapasan dengan Irene dan Joy. Lisa sudah mengambil ancang-ancang jika sampai terjadi hal yang tidak diinginkan mengingat betapa Irene sangat membenci Chaeyoung. Tapi yang terjadi malah diluar dugaan. Irene sedikit terkejut melihat Chaeyoung yang berjalan ke arah berlawanan dengannya, dan mereka menyadari gestur Irene yang sedikit menegang.
Sampai akhirnya mereka benar-benar berpapasan dan Lisa sedikit mengernyit heran karena tak ada yang terjadi. Padahal, ia sudah menyiapkan kuda-kuda jika sampai terjadi baku hantam.
"Apa kau tidak merasa aneh? Tumben sekali Irene tidak mencari masalah denganmu, Chaeng," bisik Lisa.
"Entahlah. Mungkin dia sudah menemukan masalah yang selama ini dia cari," jawab Chaeyoung.
"Maksudmu?" tanya Lisa tak mengerti.
"Maksudku, sekarang kita harus cepat memesan minuman agar tenggorokan kita terbebas dari siksaan yang bernama haus ini."
"Kau benar. Ayo!" seru Lisa menarik Chaeyoung berjalan lebih cepat.
Sementara itu di kantin tepatnya di meja paling pojok ada Taehyung, Jimin, Jungkook, dan Suga. Keempatnya tampak menikmati dunia masing-masing. Taehyung dengan minumannya, Jimin dengan makanannya, Jungkook dengan gamenya, dan Suga dengan tidurnya. Semuanya tampak tenang. Namun, ketenangan itu berakhir sampai Jimin tiba-tiba berkata sesuatu yang mengalihkan atensi Taehyung.
"Jadi kau sudah tahu bahwa Chaeyoung itu gadis kecil yang pernah kau sukai, Tae?"
"Hmm. Aku senang akhirnya kami bisa bertemu, dan karenanya juga aku benar-benar memiliki alasan untuk mengakhiri perjodohanku dengan Irene."
Ya, Taehyung memang benar-benar bersyukur akan hal itu.
Jimin yang memang duduk di sebelah Tarhyung, bergeser mendekat dan berbisik, "kau juga tahu kan jika Chaeyoung bukan adik kandung Chanyeol?"
Taehyung diam sejenak, lalu mengangguk. "Orangtua Chaeyoung meninggal, karena pembunuhan yang dimanipulasi dengan kecelakaan lalu lintas, kan?"
Jimin tertkekeh pelan. Ia kembali beringsut menjauhi Taehyung. Tersenyum simpul memandang Taehyung yang tengah memandangnya heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Rose (Taehyung-Rose)✅✅
Fanfiction[COMPLETED] "Aku minta maaf kemarin dengan kurang ajarnya memintamu menjadi kekasihku tanpa melihat kondisi perasaanmu. Aku merasa jadi orang paling brengsek saat itu. Dan aku sadar aku salah," jelas Taehyung. "Apa tadi kau terluka?" lanjutnya kare...