10 tahun yang lalu
"Appa, Irene ingin ikut bersama bibi dan Rose ke villa. Irene mohon, Appa, Irene mohon."
Seorang gadis kecil tampak menarik-narik ujung baju seorang pria dewasa yang tengah duduk di sofa. Pria itu tak sedikitpun menggubris ucapan si gadis kecil yang merupakan putri semata wayangnya tersebut, Irene. Pria itu, Bae Ji Won, tetap acuh dengan koran pagi yang masih dalam pandangannya.
"Appa ...," rengek Irene lagi.
Tak tahan, Bae Ji Won akhirnya melipat koran yang sedari tadi ia baca dan menatap Irene lekat. "Tidak, Irene-ah. Sekali Appa bilang tidak maka tetap tidak."
"Tapi kenapa, Appa? Irene bosan di rumah terus. Irene ingin ikut liburan bersama bibi dan Rose. Besok kan ulangtahun Rose," ucap Irene dengan nada murung.
Bae Ji Won meraih Irene ke pangkuannya, mengusap sudut mata Irene yang tampak berair. "Saat ini cuma Irene yang Appa miliki. Jika Irene pergi, Appa akan kesepian. Irene tega memangnya membiarkan Appa sendirian di rumah?"
Irene menggeleng kuat, bahkan teramat kuat hingga membuat rambutnya yang diikat dua bergoyang-goyang. Ia beralih memeluk sang Ayah erat. "Irene minta maaf, Appa."
Bae Ji Won melepaskan pelukan Irene dan mengecup kening Irene. Setelahnya, gadis kecil itu berlari keluar dari ruangan kerja sang Ayah.
Meninggalkan Bae Ji Won sendiri dengan pandangan lurus menatap sebuah pigura yang terletak di atas meja. Pigura yang menunjukkan sebuah keluarga kecil dengan sepasang suami isteri dan dua orang anak perempuan yang saling berangkulan. Diraihnya pigura itu, menatapnya dengan ekspresi datar, dan melemparnya ke dinding hingga pecah.
Bae Ji Won berjalan perlahan dan jongkok di samping pigura yang pecah tadi, terlihat di sana ada lembaran lain yang timbul di belakang foto yang tadi ia pandangi. Ditariknya lembaran tersebut dan terlihatlah foto seorang perempuan berusia sekitar akhir tiga puluhan.
"Park Hae Ra, kau tentu tahu dulu aku sangat mencintaimu. Tapi kenapa kau justru memilih si brengsek itu?" desis Bae Ji Won.
Pandangannya yang semula datar kini berubah dengan disertai senyuman licik yang perlahan timbul di bibirnya. Bae Ji Won merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah ponsel, setelah menekan angka tiga, panggilan langsung tersambung pada kontak dengan nama Death.
"Sebentar lagi kita akan mendapatkan semuanya," ucapnya kemudian menutup kembali sambungan telepon tersebut.
..........
"Mianhae Rose-ya. Jeongmal mianhae. Appa tidak mengijinkanku ikut," sesal Irene pada gadis kecil berambut panjang berwarna sedikit pirang.
Mereka kini tengah mengobrol di teras depan, sambil menunggu orang tua Rose selesai memasukkan barang-barang bawaan mereka ke dalam bagasi. Irene nampak sedih karena tidak bisa ikut dengan adik sepupunya itu. Pergi ke villa untuk merayakan ulang tahun Rose.
"Gwaenchanayo. Aku akan menyisakan kuenya untuk dibawa pulang. Kue buatan Eomma itu sangan enak. Kau tidak akan menyesal menungguku pulang, Irene-ah," ucap gadis kecil pirang bernama Rose.
"Eum. Cepatlah pergi dan cepat juga kembali. Aku akan menunggumu dengan hadiah yang saaaangat besar."
"Baiklah, dadah." Rose berlari sambil melambaikan tangan pada Irene yang juga dibalas oleh gadis kecil itu.
Tanpa mereka ketahui, ada seorang pria yang memerhatikan mereka dari balik pintu dengan senyum remeh.
"Ya, pergilah dan jangan pernah kembali lagi. Dasar, keluarga menyebalkan," bisik orang itu.
..........
Keluarga Rose akhirnya sampai di sebuah villa yang mereka sewa dari rekan kerja ayah Rose. Baru saja mereka keluar, Rose langsung pamit kepada orang tuanya untuk pergi ke taman yang tak terlalu jauh dari villa.
"Jangan pulang terlalu sore, Rose," ingat Park Hae Ra.
"Baik Eomma."
Rose berlari kecil menuju taman. Di sana, ia mendudukkan dirinya di bawah pohon apel yang lumayan sejuk. Ia sangat menyukai taman itu karena ada lumayan banyak tanaman-tanaman bunga. Rose sangat menyukai bunga, apalagi mawar.
"Hey, kau!" teriak seorang bocah laki-laki membuat Rose menoleh.
"Kau memanggilku?" tanya Rose sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Tentu saja. Kau pikir ada orang lain di sini?" ucap bocah laki-laki itu, "mau berfoto? Aku punya kamera yang bagus pemberian nenekku."
Rose memiringkan kepalanya, merasa heran pada bocah laki-laki yang kini berdiri di depannya. "Kenapa kau tiba-tiba mengajakku?"
"Karena kau cantik dan aku menyukaimu. Kau terlihat segar seperti bunga-bunga mawar itu." Tunjuk bocah laki-laki itu pada bunga mawar yang tumbuh di sana.
Bocah laki-laki itu menaruh kameranya di atas bangku, mengaturnya sedemikian rupa dan menarik Rose berdiri di sampingnya. Ia rangkul bahu Rose sambil menatap lensa kamera.
"Siap, tersenyumlah dan katakan cheese!"
Rose menurut saja dan tersenyum ke arah kamera. Membuat bocah laki-laki itu senang bukan kepalang.
"Kau, sepertinya bukan orang daerah ini ya?" tanya bocah laki-laki itu.
Rose mengangguk. "Aku dan orangtuaku menyewa villa milik keluarga paman Kim untuk liburan sebagai hadiah ulangtahunku."
"Wah ... jadi kau yang besok akan berulangtahun?"
Rose mengangguk lagi. Tiba-tiba, bocah laki-laki itu merogoh sesuatu dari dalam sakunya. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dan membukanya, terlihatlah kini sebuah gelang perak yang sangat canti dengan bandul berbentuk hati dan ada bintang di bagian tengahnya.
"Gelang ini hadiah dari nenekku juga. Nenek bilang gelang ini hanya dibuat satu dan memiliki pasangan," jelas bocah laki-laki itu.
"Pasangan?" beo Rose.
"Ya," kata si bocah laki-laki dan menunjukkan sebuah gelang yang mirip, melingkar pada pergelangan tangan kirinya. "Lihat."
"Terima kasih ya," ucap Rose sambil sedikit membungkuk.
"Sama-sama," balas bocah itu, "ngomong-ngomong, siapa namamu?"
"Namaku-"
"Taehyung-ah!" teriak seorang wanita dari kejauhan memotong perkataan Rose.
"Akh, sepertinya Eomma mencariku. Aku pergi dulu ya. Sampai jumpa." Bocah itu pergi berlari meninggalkan Rose yang kebingungan.
..........
Acara perayaan ulang tahun Rose berjalan menyenangkan. Mereka merayakannya hanya bertiga, sesuai permintaan Rose. Bahkan, di sana hanya ada kue tart biasa karena Rose ingin kue yang spesialnya dipotong bersama Irene saat mereka pulang.
"Tiup lilinnya sayang," perintah sang Ayah.
Rose memejamkan matanya, membuat permohonan dan meniup lilin diiringi tepuk tangan kedua orangtuanya.
Rose mengambil sepotong donat dan mengarahkan pada Ibunya untuk disuapi, saat bergantian akan menyuapi sang Ayah, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel.
Ayah Rose pamit sebentar untuk menerima telepon. Selang beberapa menit, ia kembali dengan ekspresi yang sulit dibaca.
"Ada apa?" tanya Hae Ra yang khawatir.
"Kita harus pulang sekarang juga. Ada yang mengabari jika rumah kita kerampokan. Telepon rumah juga tidak tersambung."
🌹TBC🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Rose (Taehyung-Rose)✅✅
Fanfiction[COMPLETED] "Aku minta maaf kemarin dengan kurang ajarnya memintamu menjadi kekasihku tanpa melihat kondisi perasaanmu. Aku merasa jadi orang paling brengsek saat itu. Dan aku sadar aku salah," jelas Taehyung. "Apa tadi kau terluka?" lanjutnya kare...