BAB 29

982 114 20
                                    

Chanyeol menscroll layar ponsel pintarnya, membaca baik-baik tiap kata pada pesan berisi laporan orang-orang kepercayaannya. Pesan itu berisi tentang pembicaraan Irene dan ayahnya. Termasuk laporan bahwa Kim Taehyung yang telah memberi tahu Irene jati diri Chaeyoung yang sesungguhnya.

Matanya melirik Chaeyoung yang duduk di sofa ruangannya sambil memakan cemilan dan menonton animasi yang akhir-akhir ini begitu ia sukai berjudul The Haunted House. Adiknya yang super cantik itu tampak santai mendapati situasi ini, alih-alih panik dan merasa terancam.

"Oppa," panggil Chaeyoung sambil menatapnya sedikit heran.

Oh, sepertinya Chanyeol terlalu larut dalam pikiran hingga tidak sadar bahwa ia sedari tadi menatap Chaeyoung dan tidak sadar juga bahwa suara dari animasi yang Chaeyoung tonton sudah tak terdengar lagi.

Mengabaikan reaksi terkejut Chanyeol, Chaeyoung melanjutkan mengutarakan apa yang ada di benaknya, "menurutmu, apakah pamanku itu akan merencanakan penculikan untukku?"

"Apa menurutmu pikirannya bisa sesederhana itu?" tanya balik Chanyeol. Chaeyoung hanya mengendikkan bahu. Wajahnya cemberut saat episode dari animasi yang ia tonton tak ada lagi, atau belum ada kelanjutannya mungkin.

"Dia tidak akan membunuhku karena membutuhkan tanda tanganku jika ingin menggunakan seluruh kekayaan milik Appa secara leluasa. Tertulis jelas dalam surat itu bahwa delapan puluh persen dari seluruh kekayaan itu diberikan untuk putrinya, Roseanne Park. Sedangkan sisanya adalah dana sumbangan untuk panti asuhan yang dulu diurus oleh nenek. Namun, rupanya pamanku itu terlalu serakah."

"Kau benar." Chanyeol melepas kacamata yang selalu ia pakai ketika kerja. Punggungnya bersandar pada sandaran kursi. Jika dipikir lagi, tentu ayah Irene tidak akan menggunakan cara klise seperti itu. Menculik Chaeyoung, tidak mungkin. Mengancamnya? Chaeyoung bukan gadis yang mudah diancam. Menekannya? Mungkin saja. Akhir-akhir ini sikap keras kepalanya juga mulai luntur. Jika tuan Bae benar-benar cerdas, ia akan menggunakan cara itu.

"Kupikir Kim Taehyung akan sedikit dilibatkan." Chanyeol menautkan jari-jari tangannya, dan dijadikan tumpuan kepala.
"Aku tidak berpikir jika kau lebih tangguh darinya, tapi ...."

"Dia memang tidak tangguh, tapi dia memiliki mereka di sampingnya," timpal Chaeyoung.

Chanyeol beranjak ke lemari pendingin di sudut ruangan. Mengeluarkan sekaleng minuman isotonik, membukanya, dan meminumnya beberapa tegukkan. "Mereka hanya menjadikanmu sebagai prioritas utama. Jadi mereka tidak akan bergerak secepat itu jika tanpa komando langsung darimu."

Chaeyoung mendelik. "Jadi kau ingin aku memerintahkan mereka menjaga Taehyung?"

"Apa ada yang salah?"

"Tidak."

"Terserah saja, sih. Aku memberikan saran itu karena kupikir Kim Taehyung begitu berarti untukmu." Chanyeol memgucapkannya dengan wajah serius, tapi suara dan nada bicaranya syarat akan godaan.

"Oppa, sekali-sekali pergilah ke psikiater. Otakmu sepertinya sedikit geser karena terlalu sering menangani penyakit orang lain," hardik Chaeyoung.

Chanyeol mendengarnya bukannya marah malah tergelak. Adiknya itu begitu menggemaskan saat berusaha menutupi kegugupannya. Bahagia juga menyelimuti perasaannya saat mengetahui adik angkatnya itu kini mulai menjalani kehidupan normal sepenuhnya. Tidak terlalu terobsesi untuk menghukum mereka yang telah menghancurkan keluarganya.

..........

"Jadi begitu," kata Suga.

Lima menit sebelum bel istirahat berbunyi ia sudah pergi dari kelas menuju ruang latihan musik karena mendapat pesan singkat dari Chaeyoung. Gadis itu menceritakan semua yang ia bahas dengan Chanyeol tadi malam. Minus ucapan Chanyeol tentang menjaga Taehyung. Chaeyoung gengsi, lha.

Death Rose (Taehyung-Rose)✅✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang