Sebuah mobil hitam memasuki pekarangan rumah yang cukup mewah. Terlihat seorang pria paruh baya berpakaian rapi keluar dari kursi kemudi, berjalan memasuki rumah yang hampir empat belas tahun ini ia tinggali bersama istri dan satu orang anaknya yang berusia dua belas tahun.
Saat memasuki ruang tamu, dahinya mengernyit karena ruangan itu dalam keadaan gelap. Aneh, tidak seperti biasanya saat ia pulang maka akan mendapat sambutan dari keluarga kecilnya.
Ia terus berjalan mencari sakelar lampu, namun ekor matanya menangkap penerangan yang menyala berasal dari dapur. Ia berjalan ke sana berpikir mungkin istrinya tengah memasak makan malam untuk mereka.
Namun tetap sama, tak ada siapapun di sana. Hanya ada suara seperti air yang dimasak dan sudah mendidih. Pria itu, Kim Jung Hwa, berjalan mendekati kompor yang tengah menyala.
"Dasar ceroboh. Kenapa meninggalkan rumah dalam keadaan memasak air." Tangannya terulur berniat mematikan kompor tersebut.
"Aghhh!" erangnya saat sebuah benda tajam menyerupai jarum melesat entah dari arah mana dan menancap pada lengannya.
Deg!
Jantungnya terasa berdetak semakin lemah, kini ia tergeletak di lantai dengan tubuh yang mengalami kejang. Ia gagal jantung.
Seseorang yang sedari tadi bersembunyi di balik meja makan melangkah mendekat, berjongkok di samping tubuh Kim Jung Hwa dan mencabut jarum yang masih menempel pada lengan pria yang kini tak sadarkan diri dengan detak jantung yang semakin melemah.
"Woahh! Tak kusangka racun ini dapat bekerja sangat cepat," kagumnya pada hasil kerjanya.
Laki-laki berstelan serba hitam itu melepaskan topi yang sedari tadi ia pakai. Merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan smartphone miliknya.
"Halo," ujar seseorang yang laki-laki itu hubungi.
"Satu lilin sudah kupadamkan."
Laki-laki itu mengaktifkan panggilan video dengan lawan bicaranya dengan kamera yang ia arahkan pada tubuh pria paruh baya yang sudah tak berdaya di hadapannya.
"Syukurlah, kau tidak apa-apa," ucap seorang gadis yang menjadi lawan bicaranya dengan lega. "Jangan lupa ucapkan salam perpisahan. Kita mesti tetap menjaga kesopanan saat mengunjungi rumah orang lain, kan?"
Laki-laki itu terkekeh lirih. "Ya. Salamkan pada si idiot itu, terimakasih untuk racun yang dia berikan. Aku benar-benar bisa memanfaatkannya dengan baik."
"Hmmm. Cepatlah pulang." Gadis itu menguap sebentar.
"Oke. Maaf mengganggu tidurmu. Kembalilah tidur. Aku akan menghubungimu lagi nanti."
Laki-laki itu memutus sambungan teleponnya. Ia meletakkan setangkai mawar pada telapak tangan pria paruh baya itu dan menggenggamkan tangannya hingga tercipta darah sebab duri yang tertancap erat.
Setelahnya, ia bergegas keluar lewat pintu belakang. Tak langsung pergi, ia bersembunyi di balik pohon besar yang letaknya cukup jauh dari rumah itu. Lima belas menit kemudian tersengar suara ledakkan dari dalam rumah tersebut dan kerjadilah kebakaran.
"Satu pion sudah tersingkir, berarti tinggal tiga pion lagi maka aku akan dengan mudah menembus pertahanan raja. Apa lagi, ratu juga sedang tak berdaya di rumah sakit."
**********
"Bagaimana bisa?"
"...."
"Baiklah."
Bae Ji Won, ayah dari Irene, mengusap wajahnya kasar. Belum lama setelah tewasnya Yeri, putri semata wayangnya mengalami kecelakaan lalu lintas karena ada yang mensabotase rem mobilnya, dan kini, ia mendapat kabar bahwa salah satu bawahannya meninggal saat kebakaran terjadi di kediamannya. Jasadnya sudah diautopsi, pihak rumah sakit mengatakan jika sebelum terpanggang saat kebakaran, korban mengalami gagal jantung. Seingatnya, salah satu temannya itu selalu terlihat sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Bagaimana mungkin?
'Aku yakin ada seseorang yang coba bermain-main denganku.'
Bae Ji Won melangkah keluar dari ruangan kerjanya. Baru dua langkah, kakinya serasa menabrak sesuatu.
Srattt
Sebuah pisau melesat menyayat pundaknya.
"Agh! Sial!" umpatnya begitu menyadari seseorang tengah menjebak dirinya.
Ia melihat bayangan seseorang dari jendela. Ingin sekali ia mengejar sosok yang ia yakini sebagai penyebab semua ini tapi urung saat dirasa matanya terasa berat.
Bagian pisau yang menyayat Bae Ji Won mengandung bius.
Tak lama, kegelapan menghampiri karena tak kuat mempertahankan kesadarannya.
"Sepertinya aku mulai menyukai perjodohan antara benda tajam dan obat-obatan," ucap sosok itu yang kini melangkah pergi sambil bersiul.
**********
Chaeyoung dan Taehyung keluar dari mobil dan mendapati sudah ada Jungkook, Suga, Jimin, dan Jennie berjalan menghampiri mereka dengan tas yang mereka bawa.
"Kalian, mau ke mana?" tanya Taehyung heran.
"Sekolah diliburkan karena sebagian besar guru akan berkunjung ke rumah sakit untuk menjenguk Irene dan sebagian ke rumah untuk melihat keadaan Tuan Bae," jawab Suga mewakili yang lain.
"Lisa dan Jisoo mana?" tanya Chaeyoung.
Jennie yang merasa pertanyaan itu mengarah padanya menjawab, "tidak tahu. Mereka menolak ikut karena sangat membenci Irene lebih dari pada kau."
Chaeyoung menaikkan alisnya. Kenapa dirinya jadi dibawa-bawa? Diluar sifat buruk Irene, Chaeyoung sungguh tak benar-benar membenci gadis itu. Ia hanya iba. Ya, iba pada keadaan perasaannya saat Irene tahu bagaimana keburukan ayahnya.
"Kalian akan ikut?" tanya Suga. Lagi.
Taehyung melirik ke arah Chaeyoung yang disadari oleh gadis itu apa maksudnya.
"Aku ikut. Di sana aku bisa bertemu Chanyeol Oppa, kan?"
**********
Mereka sampai di rumah sakit tempat Irene dirawat. Kini mereka tengah berdiri di depan kamar rawat Irene menunggu seseorang yang bertugas sebagai penjaga pintu yang disewa oleh Ayah Irene selesai melapor.
Saat telah mendapat izin, mereka memasuki kamar VVIP tersebut dan melihat Irene yang tengah memainkan ponselnya. Pandangan Irene bertabrakan dengan Chaeyoung. Hatinya bergemuruh menahan emosi saat mengingat kejadian malam itu, dan kini, Chaeyoung datang bahkan dengan tangan yang digandeng Taehyung.
Taehyung berjalan mendekati ranjang tempat Irene terbaring. "Kau baik-baik saja?"
"Tidak ada orang yang baik-baik saja setelah mengalami kecelakaan," jawab Irene.
Chaeyoung menahan senyumnya mendengar pertanyaan pertanyaan dan jawaban itu. Namun, senyumnya lenyap seketika saat mendengar perkataan Irene selanjutnya.
"Aku tidak mengalami kecelakaan, Taehyung-ah. Ada yang berusaha menghancurkan keluargaku," ucap Irene menatap lurus ke arah Chaeyoung.
Mereka semua terdiam. Tak lama, terdengar tawa Jungkook menggema.
"Bukankah itu wajar? Apa kau tidak sadar jika selama ini sikapmu itu luar biasa buruk? Tak heran jika ada yang berusaha membunuhmu karena sakit hati."
Jimin dan Suga mengangguk pertanda setuju dengan apa yang dikatakan Jungkook. Mendengarnya, Irene hanya memutar bola matanya malas.
"Bagaimana jika percobaan pembunuhan itu sebab cemburu?" timpal Irene menantang.
"Aku tidak pernah cemburu padamu," ujar Chaeyoung.
"Aku juga tidak bilang kau pelakunya," jawab Irene.
"Tapi tuduhan itu jelas mengarah padaku. Seharusnya kau sadar, semua yang pernah atau tengah kau miliki itu hanya hasil rampasan."
"Kau!" geram Irene dengan tangan terkepal.
Tanpa mereka sadari, bukan hanya Irene yang menahan geram, tapi ada orang lain di ruangan itu yang juga tengah menahan hasrat membunuh seseorang yang berada di atas ranjang pesakitan itu.
B E R S A M B U N G
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Rose (Taehyung-Rose)✅✅
Fanfiction[COMPLETED] "Aku minta maaf kemarin dengan kurang ajarnya memintamu menjadi kekasihku tanpa melihat kondisi perasaanmu. Aku merasa jadi orang paling brengsek saat itu. Dan aku sadar aku salah," jelas Taehyung. "Apa tadi kau terluka?" lanjutnya kare...