12 | Jahitan

399 54 3
                                    

Sebelum baca, jangan lupa untuk kasih vote ya! Lalu tinggalkan komen. Udah gratis, dapat pahala pula karena bikin orang seneng >_< oke, ya? >_<

Happy reading✨
-------------------------------

12. Jahitan

Karen berjalan masuk ke dalam sekolah dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. Dia kepikiran mimpinya tadi malam. Mimpi buruk kalau cowok itu mati, dan akan menghantuinya setiap saat. Dia sekarang sudah sedikit frustasi, bahkan setelah mimpi buruk itu, dirinya tidak bisa tidur lagi.

"Hai!"

Karen tersentak kaget kala seseorang menepuk pundaknya dari belakang. "Ahhh!" teriaknya. Matanya terpejam karena refleks.

"Ren?"

Karen perlahan membuka matanya, lalu menatap siapa orang yang tadi menepuk pundaknya. Dan itu adalah Irfan.

"Lo kenapa?"

"Nggak papa." Karen mengelak. Tersenyum berpura-pura tidak ada apa-apa.

"Tapi kok kaget gitu?"

"Nggak papa kok. Oh iya, lo baru dateng?"

Irfan terkekeh ringan, "Lo nanya suatu hal yang udah lo tahu jawabannya."

Karen yang merasa salah tingkah, hanya bisa terkekeh ringan. Pertanyaan yang tadi dia ajukan memang refleks, untuk mengalihkan pembicaraan.

"Lo nggak lupa bawa buku kosong buat MTK minat, 'kan?" tanya Irfan.

"Iya, nggak kok. Makasih udah ngingetin."

Irfan tersenyum lebar, "Iya sama-sama," balasnya.

Senyum menghiasi wajah Irfan. Akhirnya, dia punya teman. Hal ini benar-benar membuatnya bahagia. Semoga saja, setiap harinya akan tetap seperti ini.

Di koridor kelas, mata Karen tidak berhenti menatap seseorang yang dia kenal. Cowok yang berjalan pincang dengan wajah yang menahan nyeri sembari membawa dua tong sampah di tangan kanan dan kirinya.

Manik Karen dan cowok itu; Ray bertemu. Saling bertatap tanpa berbicara atau berhenti berjalan.

Karen sedikit merasa lega, ternyata cowok itu tidak meninggal. Tapi, melihat cowok itu berjalan pincang, masih membuatnya sedikit khawatir. Bagaimana kalau akhirnya cowok semakin bertambah sakit dan benar-benar meninggal? Ah, dia kembali takut sekarang!

***

Semua murid kelas X MIPA 2 merasa bahagia, sangat bahagia. Pasalnya hari ini Ibu Lili, guru mapel seni budaya tak bisa hadir. Dan hal yang membahagiakan laginya adalah, tak ada tugas!

"Yeay! Sering-sering kek kayak gini!"

"Dasar males!" Ryan mencibir Galang yang sedang tersenyum lebar itu.

Galang hanya balas mendesis. Kemudian, perhatian tersita pada Ray. Sahabatnya itu sedang duduk di kursi dengan wajah  kesakitan, membuat dia risih. "Kaki lu kenapa sih, Ray?" tanyanya.

"Hah? Apa?" tanya Ray, masih dengan raut wajah kesakitan. "kemarin jatuh," jawabnya, setelah konek dengan pertanyaan Galang.

"Di mana?" Kini yang bertanya Ryan.

"Kepo amat sih lo pada!" omel Ray.

Kedua sahabatnya hanya mendesis pelan. Cowok itu sepertinya tidak butuh perhatian.

"Udah deh, gue mau ke rumah sakit sekolah. Kaki gue sakit," kata Ray. Cowok itu bangun pelan-pelan.

"Gua ikut!"

Ethereal [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang