70 | Dikeluarkan

191 31 12
                                    

Sebelum baca, jangan lupa untuk kasih vote ya! Lalu tinggalkan komen. Udah gratis, dapat pahala pula karena bikin orang seneng >_< oke, ya? >_<

Happy reading ✨
--------------------------------

70. Dikeluarkan

"Kasihan Irfan."

Mendengar sang pacar bicara dengan sendunya, Ray yang sedang melahap baksonya berhenti. Kepalanya ikut menatap Irfan yang duduk di salah satu bangku yang tempatnya lumayan jauh dari bangku mereka berdua. "Biarin aja. Lagian dia nggak sendiri, 'kan? Di sana banyak temen-temen yang lain."

Karen berdecak, seolah menyalahkan Ray. "Lihat tuh, mukanya kelihatan nggak nyaman, tahu." Karen menunjuk Irfan kembali dengan dagunya, di sana Irfan tengah duduk bersama Jali dkk dengan wajah tidak nyamannya.

"Kalo dia di sini, malahan bakalan bikin dia lebih nggak nyaman lagi. Ya kali dia mau jadi obat nyamuk." Ray mencoba menjelaskan pada pacarnya. Mencoba membuat cewek itu paham.

Karen dan Ray tengah duduk di salah satu bangku kantin yang terletak di tengah-tengah. Sebagai informasi, semua murid SMA Elang masih datang ke sekolah sampai pembagian buku raport.

Semua mata para murid cewek segera terfokus pada gerombolan anak OSIS yang sedang berjalan bersama memasuki kantin. Ya, dibandingkan Ray dan 2 sahabatnya itu, gerombolan anak OSIS tentu saja lebih disukai yang lain. Tak ada alasan selain beberapa dari mereka ganteng, rajin dan baik. Ya, mereka hanya tahu tentang kebohongan saja. Tidak tahu fakta sebenarnya kalau para anak OSIS itu perundung.

Ray yang melihat kehisterisan cewek-cewek berdecak. "Cakepan gue kali."

Karen terkekeh, "Cie ngerasa kalah saing."

"Enak aja. Emang faktanya gitu, 'kan?"

Karen hanya terdiam. Tidak mau menjawab. Pasalnya jawabannya memang iya. Dan dia malu untuk menjawab pertanyaan itu.

"Halah, malu-malu tuh."

Karen melirik malu-malu ke arah Ray, "Kepedean."

Ray yang mendengar jawaban pacarnya hanya mampu terkekeh ringan saja.

"Ray, gue tiba-tiba kepikiran."

Melihat air muka pacarnya yang tiba-tiba terlihat serius, Ray mengerutkan keningnya. "Kepikiran apa?"

"Kan kata Pak Jaka anak penyumbang itu walaupun anak itu bodoh, tetap dapet rangking. Terus, si Sabrina kenapa nggak dapet?" 

Ray terlihat sedang berpikir. Benar juga, kenapa, ya?

"Kenapa, ya?" Karen kembali bertanya. Sesekali, matanya akan menatap ke atas.

"Mungkin karena nyumbangnya dikit kali." Ray mendekat, bicara dengan pelannya, "kan si Aris nggak doyan yang dikit." Setelahnya, dia terkekeh. Membuat pacarnya ikut terkekeh seraya manggut-manggut seolah mengiyakan ucapannya.

Entah kebetulan atau tidak, Sabrina beserta para sahabatnya itu malah lewat di depan mereka dengan makanan di tangannya. Dengan isengnya, tepat ketika mereka berjalan di depannya, Ray malah tertawa tambah kencang. Membuat mereka menatapnya aneh, bukan mereka saja, tapi hampir seluruh warga kantin.

"Ray," peringat Karen. Walaupun aslinya dia juga ingin tertawa keras-keras.

Ray bahkan sampai harus mencubit lengannya agar tawanya mereda, entah itu akting atau nyata. "Oh iya, gue di rumah udah sering latihan renang."

Karen menatap pacarnya sedikit kaget, "Serius?"

"Iya dong. Udah ahli."

"Mau lihat."

Ethereal [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang