Six (I)

336 62 2
                                    

Pulang dari latihan, aku benar-benar bertekad untuk berbaikan dengan Jisung keesokan harinya. Seperti yang orang-orang rasakan saat ingin meminta maaf, istirahat malamku dipenuhi dengan berbagai sugesti untuk memulai percakapan dengan Park Jisung.

Jisung.. Umm.. Aku ingin mengatakan sesuatu..

Hmm.. Kok rasanya seperti ingin mengungkapkan perasaan?

Jisung.. Aku minta maaf!

Ah, Jisung yang tidak peka seperti itu mana bisa langsung memahami masalah yang kumaksud?

Ditambah jika ada serbuan pertanyaan dari member lain yang tidak akan sanggup kutampung sendiri, aduh!

Semakin dipikir, semakin kepalaku bertambah sakit. Otakku rasanya sudah tidak berdaya karena seharian telah memikirkan aransemen Best Friend yang setidaknya sudah mencapai 50% dari yang dibutuhkan. Sebetulnya, bisa saja aku hanya bermain sembarang dan asal terdengar apik saja, namun entah ada dorongan dari mana, aku ingin benar-benar membuat aransemen 'emas' dari lagu ini. Mungkin karena makna di balik lagu ini yang membuatku tidak ingin memberikan yang setengah-setengah. Apalagi, semua ini untuk Czennie kami yang tercinta!

Kugulingkan badan ke kiri dan ke kanan, dari posisi telentang sampai tengkurap, pikiranku tidak bisa tenang!

Aku menyerah untuk tidur dan memilih untuk berjalan menuju tempat tasku diletakkan. Saat membukanya, mustahil untuk tidak menaruh perhatianku pada dompet hitam yang sejujurnya samar-samar terlihat di kegelapan. Tak tahan untuk membukanya, aku menyalakan lampu dan mengeluarkan fotoku yang berpose dengan Jisung tahun 2011.

Lucu ketika kuingat bahwa pada hari kami berdua bertengkar, aku sedang melihat foto yang sama. Mengingat kejadian itu, aku tersadar bahwa sudah lewat lima hari aku tidak berbicara dengan Jisung. Entah karena jadwal latihan kami yang padat, atau aku yang sungkan mengawali percakapan, atau justru dia yang menghindar. Entahlah, aku terlalu lelah untuk memikirkan berbagai kemungkinan.

Seketika merasa rindu, aku menyambar handphone dan membuka Kakao Talk. Sempat mengalami keraguan, aku menimbang-nimbang sedikitnya tujuh kali sebelum akhirnya mengirimkan pesan.

Me: Park Jisung-ssi!

Setelah lima menit berlalu tanpa jawaban, aku sejenak menghela napas berat dan berpikir untuk menghapus pesan itu sebelum dia sempat membaca. Ternyata, sekitar tujuh menit setelahnya, tulisan Seen segera terlihat dan kurasakan jantungku berdebar-debar.

KingHead 2: ya, Chenle-ssi

Bisa merasakan dari jawabannya bahwa dia masih sedikit sungkan untuk berbicara denganku. Jujur saja, aku benci suasana ini. Aku ingin kami menjadi ChenJi yang biasanya. Chenji yang sama-sama nakal, ribut, asik dengan dunia kami, dan sama-sama pemilik poop hands.

Me: Kenapa masih bangun?

Bingung antara memilih kalimat 'kenapa belum tidur' atau 'masih bangun ternyata', akhirnya aku menggabungkan keduanya dan aku segera menyesalinya. Uhh, apakah memang biasanya sesulit ini untuk bisa berbicara denganmu, Jisung Pwark?!

KingHead 2: ??

KingHead 2: Kalau tidak bangun, aku tidak bisa membalas pesanmu

Membaca balasannya, aku tak bisa tak menduga bahwa dia sengaja tidur lebih larut kalau-kalau ada pesan dariku. Ah, tapi mungkin itu hanya imajinasiku yang terlalu menggila. Baru saja aku mulai berpikir akan jawabanku, dia sudah mengirimkan pesan lagi.

KingHead 2: Kau kesusahan tidur lagi?

Bingung dengan apa yang ia maksud dengan 'lagi', aku segera teringat akan kejadian sepanjang jalan menuju Music Bank kemarin. Ya, saat aku terlalu sibuk dengan lamunanku sampai nyaris ditinggal oleh para member saat akan turun dari mobil. Dan juga, teguran dari manager-nim yang pastinya tak akan pernah terlupakan.

Tak sanggup menjelaskan alasanku dalam memulai percakapan, tiba-tiba sebuah ide terbesit di benakku saat itu juga.

Me: Jisung-ssi, aku punya sebuah permintaan

Me: Apa kau bersedia membantuku?

Jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Apakah dia mau? Atau justru dia tidak bersedia sebelum aku meminta maaf dulu? Apa dia memilih untuk tetap menghindariku? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus berputar di benakku, bermunculan secara bergantian.

KingHead 2: Aku akan membantumu dengan apa yang aku bisa..

Deg.. Balasannya benar-benar menyentuh. Aku semakin merasa bersalah, pasti Jisung ingin sekali mendengar ceritaku dari awal. Sayangnya, aku belum siap untuk menceritakannya dan malah justru membangun dinding pembatas di antara kami berdua. Aku betul-betul ingin memberitahunya, namun aku harus menunggu waktu yang benar-benar tepat. Tapi kapan?

Me: Tunggu aku di ruang latihan besok pagi pukul delapan tepat

Me: Jangan telat bila ingin keduluan member lain

Aku menatap nanar layar handphone-ku dan akhirnya menyaksikan jawaban yang kuharapkan.

KingHead 2: Aku tak paham

KingHead 2: Tapi baiklah, jika itu yang kau mau

Aku tak melanjutkan percakapan dan memilih untuk segera berbaring di atas kasur, berharap dengan cepat terbawa ke dalam alam mimpi. Hati kecilku berharap aku bisa bertemu Jisung di sana supaya aku bisa latihan bercakap dan meminta maaf padanya. Apakah aku akan memberitahukan semuanya dari awal? Atau aku akan memilih untuk menunda dan memperpanjang hubungan awkward ini?

Sayangnya, harapanku tak terwujud dan aku seketika terlelap dengan pandangan hitam semalaman karena terlalu lelah secara fisik dan psikologi. 

Heaven and EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang