For You (III)

404 48 7
                                    

Tidak kupedulikan reaksi penonton yang khawatir dengan air mataku.

Aku menuruni panggung dengan cepat tanpa sanggup menahan tangis yang terus mengalir.


Hey, hey..

Seharusnya ini tidak terjadi..

Seorang Zhong Chenle tidak pernah menangis, kan?


Ketika kulihat Jisung sedang menungguku dengan wajah yang muram dan penuh kekhawatiran, aku tidak mengatakan apa-apa dan langsung merekahkan kedua tanganku untuk memeluknya.

Ya, aku memeluknya dengan erat sambil terus menangis.

Aku menimbunkan wajahku pada dadanya dan kutumpahkan semua emosi yang kurasakan saat itu juga.

Persetan dengan para hyung, manager-nim, bahkan seluruh staf yang sedang memperhatikan kami dengan bingung. Aku semakin mengeratkan pelukanku.

Jisung yang awalnya terkejut dan tidak berkutik, kini mulai melunak dan mengusap rambutku dengan lembut.

"Maaf, sepertinya kami butuh waktu sendiri dulu."


Jisung menarik tanganku agar aku melonggarkan pelukan dan membawaku ke sebuah ruangan ganti yang kosong.

Ia menyuruhku duduk di salah satu bagian sofa dan ia mengikuti untuk duduk di sebelahku.

"You okay?" Jisung mengelus-elus punggungku dengan khawatir.

Aku menganggukkan kepala, masih dengan mata yang sembap dan berwarna kemerahan.

"So the song says everything?" Jisung tersenyum dengan sangat manis dan sontak membuat hatiku menghangat.

"Saat aku kecil, aku bertemu dengan seseorang. Aku menyukainya dan bahkan rela mengejarnya hingga menjadi idol di Korea Selatan. Dia tidak mengingatku, tapi aku sudah bahagia karena bisa bertemu dengannya."

Aku menarik napas dalam-dalam lalu melanjutkan, "Dia itu alasanku untuk berjuang dan alasanku untuk bertahan sampai sejauh ini."


Aku menunduk, tidak berani menghadap langsung pada matanya ketika berkata, "Kamu, Ji."

Suaraku semakin bergetar, "Dia yang kumaksud itu kamu."

Ada jeda keheningan selama beberapa detik dan detik berikutnya hanya diisi oleh tangisanku yang tak bisa kutahan lagi.

Bagaimana ini? Aku benar-benar tidak berani untuk menatap matanya.

Aku terus sesenggukan hingga kurasakan sebuah sentuhan hangat di daguku dan mengangkat wajahku hingga pandanganku sejajar dengan pandangan Jisung.


"Aku ingat, kok."

"Hah?" Terlalu kaget dengan perkataannya, tangisku berhenti dengan sendirinya.

"Aku ingat kok. Aku ingat semuanya."

Terdiam dalam belaian tangannya, tak terasa setetes air mataku jatuh saat aku hanya mampu menatap nanar pria jangkung di depanku ini.

Pria yang semakin beranjak dewasa, semakin bertambah tinggi, dan semakin bertambah perannya dalam hidupku.

"Ka-kau ingat tapi tidak berkata apa-apa padaku?" Mataku membulat, terlalu terkejut untuk percaya.

"Aku malu kau sudah menyangkut masa lalu.."

Heaven and EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang