Fifteen (II)

226 44 7
                                    

Jujur saja, aku sedang enggan untuk menginap di dorm karena itu artinya aku harus berpapasan dengan Jisung selama 24 jam.

Well, it used to be fun, but..

Yah, kalian tahu, kan rasanya memiliki orang yang berharga, yang biasanya selalu diantar ke mana-mana, melakukan ini-itu sama-sama, bahkan pernah diomeli tapi tetap tertawa sama-sama.

Sampai kemudian dalam jangka waktu tertentu, mendadak semua berubah.

Bukan jadi sahabat, bukan jadi teman, bahkan lebih buruk daripada orang asing.

Kalau kalian belum merasakannya, percayalah, kalian orang paling beruntung di dunia..

Ketika aku memberitahu para member bahwa aku akan menginap di dorm untuk sementara, semuanya menyambut dengan gembira dan senyum, kecuali Park Jisung.

Aku kehabisan kosakata untuk mendeskripsikan respon di wajahnya. Antara kesal, panik, kaget, semuanya menyampur jadi satu. Aku tak berani memandangnya secara diam-diam lebih lama lagi karena aku pasti akan ketahuan.

Jelas sekali bahwa kami berdua sama-sama berpikir bahwa kedatanganku ke dorm untuk saat ini bukanlah suatu keputusan yang tepat.

Aku yang sedang merasa tidak nyaman dan dia yang dengan sengaja mengabaikanku.

Kalau diibaratkan sebagai magnet, aku dan Jisung merupakan kutub yang sama sehingga kami saling tolak-menolak. 

Meski begitu, (sepertinya) kami tetap memperhatikan satu sama lain.

Dia masih memperhatikanku ketika aku melewatkan beberapa tempo dalam lagu yang akan kami bawakan (berkali-kali hingga pelatih kerap kali menaikkan nada bicaranya ke arahku).

Aku juga sempat mendapatinya memandang ke arahku setiap aku berbicara dengan member lain.

Ketika aku balas memandangnya, dia selalu terlihat mengalihkan tatapannya pada hal lain dengan sangat sengaja dan di saat itulah aku merasa gemas.

Atau mungkin aku yang terlalu percaya diri, ya?

Ah, kalau pun benar, dia tidak perlu malu karena aku pun juga melakukan hal yang serupa.

Aku masih suka mencuri pandang ketika dia sedang berlatih dengan keras.

Aku masih merasa khawatir ketika melihatnya terus memakai kaus yang sudah basah dengan keringatnya untuk latihan (tapi aku tak berani menegurnya sehingga aku menyuruh Jaemin-hyung untuk mengganti pakaiannya).

Entah apa yang banyak orang sebut mengenai hubungan kita yang seperti ini, Jisung-ah..

.

.

.

.

.

Singkat cerita, latihan The Dream Show hari itu telah usai dan aku beserta para member bersiap untuk beristirahat di dorm.

"Chenle-ya~ Ayo pesan tteokbokki saat sudah sampai di dorm nanti! Aku yang traktir!" Renjun-hyung tiba-tiba mengapit lenganku, padahal lengan kami sama-sama dibasahi keringat.

"Wah, tumben hyung jadi baik.." Jawabku berusaha tidak memperkeruh suasana tapi justru membuat lawan bicaraku kesal.

"Ahh, kau ini mau sedang sedih atau tidak, sama-sama mengesalkan! Iya, benar, aku yang traktir!" Keluh Renjun-hyung sambil melepas apitan lengannya dariku dengan satu sentakan yang membuatku gemas.

Heaven and EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang