Six (II)

351 69 7
                                    

Dua jam sebelum waktu janjiku dengan Jisung, aku sudah terbangun dan mulai membereskan kamar. Bahkan ibuku pun terkejut karena saat beliau ingin memasuki kamarku, aku sudah terlebih dahulu membuka kamar dan bersiap untuk mandi.

"Ada apa ini? Apa kamu sakit?" Tanya beliau yang kelihatannya pura-pura gelisah.

Ekspresi beliau yang sangat lucu (seperti wajah meme Pikachu) berhasil mengundang tawaku, "Tidak, dong! Justru aku sangat bersemangat!"

Tepat pukul tujuh pagi, aku telah memasuki ruang latihan. Untuk pertama kali dalam sejarah dunia per-NCT-an, aku, Zhong Chenle, menjadi orang pertama yang membuka kunci dan menyalakan lampu ruang latihan. Tanpa membuang waktu, aku memasang kabel keyboard dan sedikit demi sedikit menyapu lantai karena terdapat beberapa spot yang berdebu.

Masih tersisa setengah jam, aku sedikit gila untuk berpikir bahwa momen yang akan kulalui ini harus bisa jadi lebih spesial. Dengan tergesa-gesa, kularikan diri ke dapur dan mengecek persediaan makanan di laci yang tersedia.

"Wiii~!" Oh, aku mulai mengeluarkan suara-suara aneh setelah menemukan merk ramyeon yang kugemari terpampang di laci tersebut.

Chef Zhong Chenle jumped out. Dengan cekatan, aku mengisi panci dengan air, mendidihkannya, memasukkan ramyeon, dan mulai mempraktikkan resep masterpiece Chenle Ramyeon! Tak terasa dalam waktu 15 menit, satu porsi Chenle Ramyeon untuk Park Jisung sudah siap dalam mangkuk.

Memanfaatkan situasi gedung yang kosong, aku membawa ramyeon yang kumasak ke dalam ruang latihan. Betapa kagetnya aku ketika sedang berjalan membawa semangkuk ramyeon beralaskan nampan ke dalam ruangan dan mendapati Park Jisung telah duduk persis di depan keyboard mengenakan pakaian terbaiknya (baca: baju kotak-kotak merah dan kaus hitam).

"WUAH, JISUNG PWARK!" Teriakanku membuatnya tersentak dan memutar badan, "Wuah, apa itu, Chenle-ya?" Tanyanya sambil tertawa renyah. Lupa menjawabnya, aku hanya balas tersenyum karena seperti sudah lama sekali aku tidak merasakan momen ini, padahal baru beberapa hari. Tawa Jisung kuakui memang mudah menenangkan hati.

"Apa kau sudah lama menunggu?" Aku menaruh nampan beserta semangkuk ramyeon di pangkuan Jisung, sekaligus menyuruhnya untuk memegangnya kuat-kuat. Ingat, aku hanya tidak ingin poop hands-nya kambuh di momen spesial ini.

Sambil menahan beratnya nampan dia menjawab, "Baru saja aku datang.. Justru aku yang seharusnya menanyakan itu padamu!"

Saat ini, sebenarnya aku sangat ingin menyembunyikan wajahku karena senyumku semakin lama semakin lebar. Rasanya kalau Jisung menunjukkan tawanya lagi, mulutku bisa kram dan pipiku bisa pegal karena terus-menerus tertarik. Beberapa detik setelah menenangkan diri, aku berkata, "Makanlah, Jisung."

Jisung tampak ragu dan hanya menatap ramyeon itu dengan tatapan kosong, "Bolehkah aku, Chenle-hyung? Bagaimana denganmu?" Kulihat Jisung mulai mengambil sepasang sumpit yang tersandar ke mangkuk dan mulai menyantap ramyeon.

"Ahh, kau membuatku malu!" Aku menutup wajahku dengan kedua tangan, "Aku hanya ingin memamerkan resepku padamu! Kau jarang sekali memakannya, kan?"

Setelah menelan satu suapan, barulah Jisung menjawab, "Betul sekali! Wah, inikah Chenle ramyeon yang menaikkan penjualan merk ramyeon sampai dua ratus persen? Wuaah!" Ekspresi bahagianya bisa saja kusamakan dengan ekspresi anak berumur lima tahun yang baru saja diperbolehkan untuk membeli mainan keluaran terbaru.

"Makanlah itu sambil mendengarkanku bermain, Jisung-ah!" Aku memainkan kesepuluh jariku di atas tuts keyboard dengan lincah, "Aku ingin mendengar pendapatmu."

Heaven and EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang