Thirteen (II)

257 49 16
                                    

Jadwal yang tadi manager-nim beberkan jelas-jelas menuliskan bahwa pukul tujuh pagi, kami sudah harus siap untuk melakukan make up. Artinya, aku harus bangun lebih pagi dari biasanya. 

Memperkirakan kalau ibuku bisa telat membangunkanku atau aku yang tidak mendengar alarm, ditambah jarak dari rumah ke gedung SM yang cukup memakan waktu..

Mana sempat.. Keburu telat..

Jadilah malam itu secara mendadak, aku harus menginap di dorm dengan baju ganti seadanya. Untung saja aku menyimpan beberapa baju di sana.

Pukul sembilan malam, aku sudah selesai mandi dan sudah berganti baju menjadi baju tidur favoritku yang bermotifkan Haribo. Aku hendak pergi menuju kamar untuk segera tidur ketika suara keroncongan perutku tiba-tiba menyambar dengan hebohnya.

Aku berjalan menuju ruang makan yang berada tepat di samping dapur, masih dengan handuk basah yang kukalungkan di leherku.

Di sana, Jisung terlihat sedang memainkan handphone-nya sambil menggigit sebuah es krim batang rasa melon kesukaannya.

Aku – yang senantiasa ingin agar hubungan kami tidak canggung kembali – menyapanya lebih dulu, "Apa yang kamu lakukan sendirian?"

Jisung tidak mengalihkan pandangannya dari layar handphone saat menjawab, "Makan es krim, seperti yang bisa kau lihat."

Kalau saja aku tidak menahan luapan amarahku, mungkin sekarang juga aku sudah menyodok pinggangnya dan berteriak, hey! Bisa-bisanya kamu tidak sopan pada hyung-mu! Tolong lihat aku kalau memanglah akulah yang sedang kau ajak bicara..

Setelah itu, aku memilih untuk membelakanginya dan menghadapkan diri ke arah kompor.

Saat aku berpikir kalau tidak ada cara lagi untuk mengajaknya bicara, Jisung justru bertanya, "Chenle-ya, apa yang kau lakukan?"

Giliran aku yang tidak menoleh sambil menjawab, "Membuat Chenle Ramyeon karena aku lapar," Tanganku bergerak mencari bungkus ramyeon dalam rak menggantung di atas kompor, "Yah, walau tak terlalu spesial dibandingkan dengan yang pernah kubuatkan untukmu."

"Chenle-ya, kau seharusnya tidur.. Tidakkah kau lihat betapa lelahnya matamu?" Jisung berjalan menuju arah tempat sampah untuk membuang es krim yang hanya tersisa stick-nya saja.

Aku bisa merasakan tatapannya yang tertuju ke arahku.

Aku menggeleng dan berkata dengan singkat sambil berharap dia tidak akan bertanya lebih jauh, "Aku lapar, Jisung-ah."

Bukan Park Jisung namanya kalau apapun yang dilakukannya tidak melebihi ekspektasiku.

Sinyal untuk mendiamkanku sama sekali tak berpengaruh pada otaknya.

"Kau pikir aku tidak menyadarinya?" Dia sedikit berbisik sambil terus menatapku.

Tatapannya itu memiliki campuran makna.

Kecewa, khawatir, cemas, dan sedih.

Aku terlalu takut untuk menganalisis lebih jauh, tapi dalam hati aku bisa memahami kalau dia ingin sekali saja bisa jadi orang yang diandalkan untukku.

Jisung menaikkan volume suaranya dan berkata dengan lebih tegas, "Kau pikir aku tidak sadar kalau kau sedang kesusahan sendirian?

Tidak maukah kau membagikan bebanmu sedikit saja denganku?"

Kedua tanganku yang dari tadi bergerak sana-sini untuk menyiapkan ramyeon kini terhenti seketika.

Air yang sudah mendidih dalam panci kubiarkan bergelembung, asap yang mulai mengelilingi ruangan hanya kudiamkan dan bahkan tak terpikikirkan olehku untuk menghidupkan kipas angin.

Heaven and EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang