Siang itu panas sedang terik-teriknya. Kemarau terlampau panjang di musimnya tahun ini, tahun di mana orang tengah ramai bicara tentang sekumpulan pribumi Hindia yang dibakar semangat revolusi. Mulai dengan lahirnya syarikat syarikat kepemudaan segala macam itu. Tuan Zeigh sebagai seorang asisten agen kepala Polisi sampai dibuat sibuk.
Seorang perempuan gila berkemben kain batik lusuh dan bau, sempoyongan berjalan di atas jalanan tanah yang kering lagi retak-retak. Orang gila yang biasa berkeliaran di sepanjang pasar. Kebiasaannya adalah, meminta satu buah lepet kacang, atau apa pun makanan yang dibungkus daun, sambil mengatakan, 'Tuan Zorg akan bangun pabrik susu, sebaiknya kau perah sapi sapimu sekarang.' Selalu kata-kata itu yang diulang-ulang. Tapi kali ini kebiasaannya mendadak berubah.
Perempuan kurang waras itu bernama si Pon, setidaknya begitu orang-orang menyebutnya—berjalan tersendat lalu mengepalkan dua tinju di depan dadanya dan menekuk lutut seolah hendak jongkok tetapi tidak benar-benar jongkok, kemudian mengerang keras-sekeras rahangnya menyangga seringai sebagian gigi hitamnya. Dia terus mengerang entah marah entah kesakitan, bunyinya seperti orang mengejan. Makin lama erangan makin keras dan membuat orang-orang di kedai minuman Legen Mbah Noto, jadi memperhatikannya.
Ketika diperhatikan sungguh-sungguh pada betisnya yang legam itu, mengalir darah segar. Beberapa tetes tampak jatuh ke tanah retak. Makin sungguh-sungguh lagi mengamati, nyata-nyata perempua gila itu tengah hamil tua. Mantap lagi dugaan orang yang melihat, ketika Mbok Saroh berlari kecil ke arahnya, sambil berteriak, "Si Pon mau melahirkan!"
Dari situlah tuan Zeigh tahu si gila ternyata selama ini hamil, dari ramainya orang bercerita di kedai Mbah Noto siang itu. Pinggulnya yang besar serta ikatan kain batik yang membungkus tubuhnya, sangat berhasil menutup perutnya yang membesar.
Desas-desus mengatakan dia ditiduri, setelah dimandikan paksa seorang Meneer menak di pancuran dekat sungai Tjiliwung yang rimbun oleh kebun jagung. Kartolah yang disuruh memandikannya di sana. Pemuda bisu yang sehari-hari bekerja sebagai kusir pedati seorang saudagar keturunan Tionghoa. Karto takut menunjuk siapa Meneer yang dimaksud, dia hanya memberi keterangan lewat bahasa isyarat tangannya, kalau dia diberi upah untuk memandikan si Pon, lalu disuruh pergi dan bungkam, tidak mengatakan pada siapa pun atau ... Kreeeek! mulutnya mengeluarkan suara dari tenggorokan dengan tangan membelah leher ( atau dibunuh! Begitu kira-kira orang menafsirkan)
Karto pun lari tunggang langgang menjauh dari kebun jagung yang rimbun itu. Tetapi di tengah jalan, rupanya dia penasaran. Maka, naiklah dirinya ke dataran lebih tinggi kira-kira dua puluh meter jauhnya dari kebun jagung, dan melihat Meneer itu tengah ... Karto memberi isyarat dua telapak tangan yang bertangkup lalu dibuka tutup ( atau "ditumpaki" kata orang-orang mengartikan maksudnya). Sampai sekarang tak seorang pun bisa menebak siapa gerangan Meneer Menak itu.
Yang jelas dia dibantu melahirkan oleh Mbok Saroh dan seorang dukun beranak dari kampung sebelah-juga beberapa perempuan tua yang lari berdatangan di tengah jalan yang amat terik—si Pon mengamuk waktu berusaha di pindahkan di bawah pohon Randu, di tepi jalan agar lebih teduh. Dia berteriak-teriak mengusir orang-orang yang berkerumun menontonnya. Semua orang diteriaki, di suruhnya pergi memerah sapi, karena tuan Zorg akan mendirikan pabrik susu, begitu katanya. Setidaknya dia mau dan tidak mengamuk waktu Mbok Saroh mengganti kain batiknya yang usang dengan kain pemberian seseorang lengkap dengan beberapa selendang untuk membungkus bayinya.
Hanya saja, si Pon memekik seperti bunyi peluit kereta uap, ketika salah satu perempuan yang membantunya melahirkan hendak membawa bayinya. Matanya membesar jalang dengan kilatan mengerikan, hingga tak satu pun berani melihat matanya. Setelah diberinya makan tiga kepalan nasi garam, serta minum sampai dua kali tuang ke dalam batok kelapa, si Pon pergi dari kerumunan orang-orang, sambil menggendong bayi dan menenteng batok kelapa yang entah milik siapa awalnya. Dia melangkah pelan namun cukup kuat untuk ukuran perempuan yang baru saja melahirkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUKMINI
Historical Fiction•The Wattys Winner 2021• Fiksi sejarah, Suspense!! "Dia lahir dari seorang perempuan gila yang diperkosa Pembesar Menak. Dia tumbuh ... Dia cantik ... Dia menuntut balas. Dia Rukmini." ©yannilangen