Chapter 11

10 4 0
                                    

Hola daku balik lagi ini. Daku akan berusaha lagi.

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti vote, Komen, dan share cerita ini keteman teman kalian lainnya. Jangan lupa juga follow aku author. GreVo3

Bantu daku temukan typo

Happy reading.

[Rado Alfrendo]

Aku terduduk diam diatas batu besar ditaman. Banyak hamparan bunga mekar disepanjang jalan menuju batu ini. Aku menatap beberapa anak kecil yang bermain dengan temannya; beberapa remaja yang duduk menghadap ke danau; ada juga beberapa orang tua yang kembali mengenang masa muda.

Disini hanya aku yang duduk sendirian, diatas batu menatap langit senja. Hanya aku yang kembali teringat akan dia. Hanya aku yang berharap dia kembali. Tapi entah kapan waktu itu akan tiba. Aku hanya terus memandang danau dengan matahari yang masih bersinar terang. Entahlah rasanya banyak sekali beban dihidupku. Banyak hal yang belum ku lakukan untuk hidupku. Aku belum membahagiakan mama. Dan juga, aku belum membahagiakan dia. Dia pergi begitu cepat dari sisiku. Pikiranku sudah bercabang kemana-mana. Dan yang paling kena pada mama. Perasaan sedihku masih sangat besar pada mama.

Tanpa sadar sebuah aliran air, yang entah dari kenapa mengalir begitu saja. Saat dia pergi meninggalkanku begitu saja.

"Ar, gue kangen," lirihku.

Aku menghapus air mata yang jatuh kepipiku. Aku melihat jam ternyata sudah pukul 4 sore. Enggan rasanya meninggalkan tempat ini. Dan masih banyak yang harus direnungkan.

"Hei, lagi apa?" Ujar seseorang dari belakangku.

"Ginda."

"Yups ini gue, kenapa melamun? Katanya kalau melamun nanti kesambet mimi peri lho," ujarnya yang membuatku tertawa terbahak bahak.

"Bhuahahaha, yang bener aja," jawabku sambil tertawa.

"Iya katanya, nanti kejang lalu teriak-teriak kayak mimi peri," aku tersenyum menatapnya.

"Iya gue kejang kejang, ini tolong," ucapku.

"Apain si," ujarnya sambil memukul pelan bahuku.

Aku melihat senyum bahagia terpati diwajahnya.

"Lo sendirian kesini?" Tanyaku pada nya.

"Gak, tadi sama abang gue. Dia lagi ke market depan," jawabnya.

Aku tersenyum kearah Ginda, dia juga tersenyum kearahku. Kami bercerita tentang masa lalu kami menjadi anak-anak. Banyak hal yang kami ceritakan, dari masa kecil hingga kami remaja sekarang. Aku berpendapat kalau Ginda sangat cocok dijadikan teman curhat. Dia bisa menjadi pendengar yang baik. Dia juga bisa memberi saran pada lawan bicaranya. Aku rasa bebanku sedikit terangkat dari pundak. Dia bisa membuatku tertawa untuk sore ini. Dia bisa membuatku tersenyum lebar disore ini. Aku pikir dia sudah biasa menjadi pendengar yang baik untuk teman-temannya.

"Udah mau gelap. Mau pulang?" Tanyaku padanya.

"Eum, boleh. Gue bilang abang dulu ya," jawabnya sebelum pergi menemui abangnya.

Lalu kami pergi menuju mobilku berada. Dan segera menuju komplek  taman ayu. Yang kutahu perumahan taman ayu. Untuk para pejabat tinggi dan pemerintah dinegara ini. Jadi apa mungkin Ginda anak dari salah satu itu.

"Lo, anak pejabat?" Tanyaku penasaran.

"Hahaha, gak kok. Ayah gue cuma punya perusahaan dibidang designer aja," jawabnya yang membuatku tercengang.

Rado [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang