Chapter 27

5 2 0
                                    

Yuhu jangan lupa tinggalkan jejak seperti vote, Komen, dan share cerita ini keteman-teman kalian lainnya jangan lupa juga untuk follow akun author. @GreVo3

Bantu daku nemu typo.

Happy reading.

[Rado alfrendo]

Aku sudah berada di rumah setelah satu minggu dirumah sakit dan aku sangat merindukan kamarku. Luka bekas tembakan sudah tidak terasa nyeri lagi. Aku tersenyum menatap rumahku. Aku berjalan masuk kedalam rumah. Selama aku koma rumah ini masih memiliki kesan yang sama saat sebelum aku koma.

"Bang roro, aa rindu," ujar adik semata wayangku.

"Abang lama banget si tidurnya, kan Rura kesepian," ujar Rura sambil memelukku.

"Abang juga rindu sama adik kecil abang ini," jawabku.

"Iih Rura sekarang udah besar tau," ucapnya kesal

"Iya tau yang dekat sama radit," ledekku.

"Iih abang mah," ujar Rura. Dia sangat kesal padaku.

"Dek, jangan gitu ah. Abang baru aja pulang dari rumah sakit," ujar mama menolong dari cubitan maut Rura.

Aku tertawa bahagia melihat Rura merenggut kesal. Lalu ku tarik dia kedalam pelukanku. Aku terus memeluknya sambil tersenyum. Aku sangat kangen dengan Rura. Dia satu-satunya orang yang ku ajak gila-gilaan dirumah.

"Bang Rado agak kurusan, liat otot tangannya berkurang gara gara kurus," katanya yang membuat kau melihat ke otot tanganku. Memang benar aku sudah lumayan kurus.

"Nanti juga balik lagi, abang bakalan gym tiap hari Wkwk."

Tiba-tiba terdengar bunyi bel berkali-kali orang itu seperi tidak sabaran sekali.

Tring...

Tring...

Tring...

Aku segera menuju pintu utama, kalau aku sudah bisa teriak pasti aku akan mengumpati orang bandel itu. Kalau sudah begitu aku sangat yakin pasti ulah anak-anak allgerdo. Aku sengaja berlama-lama bukanya. Agar mereka kesal karena terlalu lama diluar.

"Bang, loh kok gak dibukain?" Tanya mama.

"Biarin ma, itu teman-teman Rado," jawabku.

"Ha? Berarti ada bang Daven dong," Ucap Rura. Aku hanya menganggukkan kepala. Kulihat Rura segera pergi ke lantai atas mungkin mau memperbaiki make upnya. Aku memang sudah tau jika Rura mengidolakan Daven.

Aku segera membuka pintu untuk mereka. Kulihat meraka sudah berkipas dengan tangan masing-masing. " Yaelah kita udah bell berkali-kali baru dibuka. Bang Rado jahat," teriak teman rura yang kutahu bernama Sinta.

"BABANK RADO LAMA AMAT SI BUKA PINTUNYA,GAK TAU APA KITA UDAH PANAS DISINI," teriak angga dari paling belakang.

"Bhuahaha, rasain makanya jangan bandel tekan bellnya," ledekku.

Aku segera menyuruh mereka masuk. Aku sangat terkejut saat mereka membawa sebuah kue untukku. Aku menatap mereka satu persatu sambil tersenyum lebar. Dan ternyata yang membawa kue adalah Alve. Pantesan aku dari tadi gak liat dia ternyata memang sengaja mereka sembunyikan dulu.

"Hai, selamat datang lagi," ucap alve.

"Makasi," kataku padanya.

"Ok guys adegan koreanya udahan aja, gue yakin mereka semua haus," ujar Angga yang memang sudah biasa dirumah ini.

"Eh, hai tante," sapa Angga saat melihat mama.

"Waduh jadi ngerepotin ni tante," ujar Dika.

"Ah, gak papa kok. Makasi ya udah mau jengukin Rado," jawab mama.

"Tante Ruranya dimana ya?" Tanya yanti. Salah satu teman Rura.

"Tu dia, baru turun dari atas," tunjuk mama kearah tangga yang dimana Rura berhenti bak dewi yang dipanggil sang pangeran.

Aku ingin tertawa saat melihat Rura mengubah model rambutnya serta, dia kini memakai pakaian ten top di tutupi cardigan. Aku mengejeknya dengan gaya ejekan kami. Dia malah cemberut menatapku.

Aku membiarkan mereka berbicara dan bercanda. Aku mendekati Alve yang duduk gelisah di dekat Angga. Aku bertanya kenapa dia tampak gelisah tapi, dia menepisnya.

"Ada apa? Cerita dong," ujarku.

"Gak papa tapi aku teringat Ara," jawabnya yang membuat aku seketika paham maksudnya.

"Kalau gitu aku ingin ke makan Ara."

***

Sekarang aku sudah berada ditempat pemakaman. Dimana sahabat kecilku dimakamkan. Aku mengusap batu nisan itu. Makamnya tidak ditumbuhi rumput liar mungkin ada orang yang sering merawat ini. Ternyata dia meninggal saat umur 14 tahun. Masih sangat muda dna mungkin masih dikelas 8.

"Dia yang selalu nyuruh aku kasi surat. Dia yang selalu bilang padaku harus ada disisimu," ujar Alve.

"Aku tau sekarang surat itu bukan dari Ginda, tapi dari kamu," jawabku.

"Iya, maaf sudah menerormu," ujar Alve. Aku hanya tersenyum padanya.

"Btw, dimana Ginda sekarang, kenapa dia gak terlihat?" Tanyaku.

"Honda pindah Do, tepat setelah hari dimana kamu dinyatakan koma," jawab Alve.

Aku kini kembali diam dan mengusap batu nisan itu. "Makasi udah jadi teman kecilku. Makasi udah mencintaiku dengan tulus, kamu tau dari sahabat komplek nusa jaya, Cuma kamu yang paling dewasa diantara aku dan Daniel. Kamu yang selalu jadi penengah kami saat kami bertengkar. Kamu yang selalu memberi nasehat pada ku dan Daniel. Walaupun usia kita masi muda tapi kamu sudah cerdas."

Aku menatap kearah Alve. Dia tersenyum padaku.

"Aku ingin berterima kasih padamu dan Tuhan karena  telah memberi wanita yang hebat dalam hidupku sekarang. Makasi sudah selalu memberiku kata semangat melalu surat surat yang diberi Alve. Tanpa kamu, Alve tidak mungkin menulis surat itu untukku. Tanpa kamu Aku tidak mungkin bertemu dengan Alve. Makasi Ara," ujarku

Setelah itu kami berdoa untuk Ara. Lalu memberinya bunga. Aku dan Alve segera pulang menuju rumah. Saat di perjalanan aku ingin menanyakan sesuatu pada Alve. Tapi, aku ragu.

"Al, apa Daniel sudah tau?" Tanyaku.

"Sudah, kemarin sebelum lo sadar dia udah datang kesini bersama bundanya," jawab Alve.

Aku menatapnya dengan tenang. Aku ingin meresapi rasa yang ada diantara kami. Aku tersenyum kecil padanya. Dia tampak cantik dalam keadaan apapun. Aku merasa menjadi orang paling beruntung saat ini. Karena telah memilikinya.

"Makasi, aku merasa bahagia memiliki kamu. kami tau? Aku merasa menjadi orang paling beruntung di dekatmu," ujarku padanya yang diam.

"Makasi ve, atas semuanya. Aku sayang kamu," ujarku lalu membawanya kedalam pelukanku.

***

Tuhan terima kasih atas semua yang engkau berikan. Aku yakin ini adalah yang darimu untukku.

Banyak  cara Tuhan melakukan segalanya. Dia yang pergi bulan karena orang lain. Melainkan karena dia bukan yang terbaik untukmu.

—Rado Alfrendo.







***

Lagi malas buat author note.

Yuhu jangan lupa tinggalkan jejak seperti vote, komen dan share cerita ini keteman teman kalian lainnya. Jangan lupa juga untuk follow akunya author GreVo3.

Ada cerita lain di GreVo3.

Rado [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang