Chapter 26

4 2 0
                                    

Makin dekat lagi endnya. Semoga Babank Rado makin sukses ya bersama  Alve.

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti vote, Komen, dan share cerita ini keteman teman kalian lainnya.

Bantu daku nemu typo.

Happy reading.

[Alveara Danisa]

Delapan bulan kemudian....

Aku berhenti di depan gedung yang selalu setia kudatangi sejak 8 bulan terakhir. Karena sering kesini, sudah banyak karayawan yang mengenalku. Tempat ini sudah menjadi milik papa. Walaupun papa sedang dirawat juga. Aku segera menuju ruangan nomor 201 lantai 7. Aku tidak sabar bertemu dengannya. Walaupun hari-hari yang ku lewati kini tanpa hadirnya.

"Pagi, non Alve," sapa salah satu karyawan disini.

"Pagi juga mbak Nura," jawabku.

Aku segera masuk masuk kedalam lift dan menekan angka tujuh. Saat aku keluar dari lift, banyak karyawan yang menyapa. Ini sudah biasa bagiku. Aku segera menuju ruangan yang tidak jauh dari lift. Aku masuk kedalam situ, susananya masih sama. Seperti 8 bulan lalu. Sejak 8 bulan terakhir banyak yang berubah, banyak sekali kejadian yang dapat merubah seseorang.

"Hai, selamat siang," sapa ku pada orang itu. Tapi dia hanya diam.

"Aku hari ini sudah siap dengan segalanya. Aku akan bercerita siapa aku sebenarnya. Aku akan menjelaskan segala pertanyaan dikepalamu ... Buka mata, sekarang aku ada disini. Kamu tau aku setiap hari disini, nemenin kamu tidur. Kamu terlalu indah untuk aku tinggalkan. Tapi, semuanya bisa berubah. Aku gak tau apa aku bisa tetap bersamamu atau tidak," ujarku pada dia yang terbaring lemah dengan alat-alat penunjang hidup. Tanpa terasa air mataku mengalir begitu saja. Selalu saja melihatnya begini aku tidak sanggup.

"Aku ingin mengucapkan terima kasih atas 6 bulan yang lalu. Terima kasih sudah menemani setiap hari-hariku. Kamu tau saat pertama bertemu denganmu bukan di sekolah itu. Melainkan di 9 tahun silam. Disana kita bertemu, kita bermain ayunan bersama. Kita main air sungai buatan. Aku masih ingat saat kamu takut dengan keong, kamu sangat lucu. Kala menangis, aku yang menenangkanmu. Ingat kejadian di sungai? Kau yang menciumku. Kau sudah menjadi cinta pertamaku dari kejadian itu. Tapi, karena ara sangat mencintaimu aku merelekannya Itu dibagianku," ujarku sambil tersenyum getir.

"Kamu tau Ara. Dia teman kecilmu, bukan? Dia sangat sayang padamu. Dia sangat cinta padamu. Tapi apa kamu juga mencintainya?itu tentang perasaanmu. Dia sekarang sudah tenang disana, dia sekarang sudah tidak sakit lagi. Dia sangat mencintaimu, aku berharap kalian bisa bersatu tapi, semua berubah. Tuhan lebih sayang sama dia," ujarku lagi. Ada kenangan tentang sahabat yang terselip dimata.

"Dia bilang padaku jaga kamu. Walaupun ia tidak bisa bersamamu lagi. Dia juga bilang padaku untuk mencintaimu dengan tulus. Tapi aku tidak bisa, sahabatku lebih mencintaimu. Itu sebabnya malam itu aku tidak bisa menjawab pernyataan cintamu."

"Sekarang aku akan menjawabnya. Aku yakin semua rencana Tuhan yang terbaik untuk kita semua," ujarku. Aku  menggenggam tanganya yang kini sudah lumayan kurus.

"Do ... aku ingin jadi pacarmu," jawabku. Entahlah rasanya bahagia dan kesedihan datang bersamaan.

Aku ingin segera keluar dari ruangan ini. Aku tidak sanggup mengingat itu lagi. Masa kecil yang terlalu bahagia. Saat aku sudah di ambang pintu tiba-tiba ada dua buah tangan yang memelukku dari belakang. Aku dapat merasakan hembusan napas di sisi wajahku. Ada sebuah kepala yang bersembunyi di belakangku. Aku kembali menangis saat tau ini Rado. Apa ini hanya ilusi atau mimpiku saja.

"Jangan pergi," lirihnya.

"Aku mau kamu disini.  Jangan tinggalin aku lagi. Sifat kami memang mirip dengan Ara tapi kamu lebih istimewa dihatiku. Aku udah dengar segalanya dari ceritamu. Kamu tau aku hanya tidur dan sudah bangun dari komaku. Aku juga sayang kamu cinta ciuman pertama ku," ujarnya lagi.

Aku segera membalikkan badan dan menatap matanya. Disana hanya ada ketulusan dan kesedihan yang dalam. Aku meneteskan air mataku lagi. Melihat Rado sedih rasanya dunia juga ikut bersedih. Perlahan aku membalas pelukannya. Didada bidangnya ku tumpahi air mata bahagia. Bahagia melihat dia sudah siuman.

"Kamu jahat, kamu bikin aku nangis, kamu tau? Aku kira kamu masih belum sadar. Kamu jahat hiks ...."

"Maafin aku. Aku udah bikin kamu makin khawatir," ujarnya lalu mengecup pucuk kepalaku.

"Udah jangan nangis, aku udah sadar. Kata dokter beberapa hari kedepan aku sudah boleh pulang. Jadi gak usah cengeng lagi," ucapnya, aku tersipu malu.

Tiba-tiba pintu terbuka lebar tampaklah Angga dan anak-anak allgerdo lainnya.

"HOLA, BABANK RADO AKHIRNYA SADAR JUGA," ucap Angga.

"Ini dirumah sakit nyet," celetuk Daven.

"Tau tu. Kalau mau jadi tarzan sana kehutan," tambah Dika.

"

Mau jadi monkey corcodille sana ke hutan," kata Arga lagi.

"Babank Rado liat tu, dedek unch teraniaya," keluh Angga pada Rado.

"Najis bjir," Ucap daniel.

"Najis bjir (2)" ujar Daven.

"Najis bjir (3)" ujar david. Salah satu anak allgerdo.

"Najis bjir (4)" tambah Arga.

"Najis anjir (1000+++) aja," jawab Angga kesal.

"Bhuahaha, udah diam ini ada adegan drama korea," celetuk Dani.

"Bangsul lo," jawab Rado lemah.

"Yang baru bangun dari mau diam aja," aku melebarkan pupil mataku mendengarkan candaan dari mereka.

"You, yang mau koid kemarin diam wae," tambah Daniel.

"Sialan kalian," jawab Rado sambil berjalan keranjang.

Aku tersenyum saat mereka memberi ucapan get well soon. Mereka terlihat berandalan tapi, mereka punya kharisma yang bikin mereka berwibawa.
ALLGERDO punya motto yang istimewa, satu terluka semua jadi penyelamat.

"Makasi atas bantuan kalian 8 bulan lalu," ujar Rado tulus.

"Sama-sama bro. Sekrang kita udah kelas 12. Udah sewajarnya kita berkumpul. Bentar lagi kita bakalan berpisah. Semua lancar kemana-mana, semuanya jangan lupain gue pokoknya," ujar Dika, entahlah aku merasa waktunya makin dekat.

"Gak usah diingat coba, gue sedih ni," ujar Angga.

"Lebat wae," ucap Daven

"Lebat wae (2)," tambah David.

"Guys double twins mau balek dulu ok," ujar David, Davis. Davis memang jarang sekali ngomong. Pokoknya paling kalem di Allgerdo cuma Davis.

"Do, get well soon," ujar Davis.

"Thanks vis," jawab Rado.

Aku tersenyum, aku bahagia, aku sangat bersyukur pada Tuhan yang telah mengembalikan dia disisiku.








***

Huhuhu, jadi memang benar kelas 12 makin gak kerasa. Apa lagi sekarang masih corona. Banyak kesempatan bersama teman teman hilang. Daku juga sedih pas dekat perpisahkan. Pasti bakalan mencar semua. Pokoknya masa Sma ini punya kisah tersendiri.

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti vote, komen, dan share cerita ini keteman teman lainnya serta jangan lupa  follow akun author GreVo3.

Ada cerita lainnya di GreVo3.

Rado [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang