Chapter 18

12 2 0
                                    

Guys sekali lagi selamat hari ultah RI ke 75. Semoga indonesia kita cepat sembuh. Dan jangan lupa selalu gunakan masker untuk keluar

Dan tekan ✩ jika masuk ke dalam cerita daku. Tinggalkan jejak seperti vote, Komen, dan share cerita ini keteman-teman kalian lainnya.

Bantu daku nemu typo

Happy reading.

[Rado Alfrendo]

Hari ini aku akan pergi lagi bersama Alve. Dia kini sudah mengisi hatiku. Tapi kenapa nama Ara masih ada dihatiku dan sepertinya  nama mereka bersatu. Tidak ada ruang terpisah diantara mereka. Aku terus menatap tampilan ku di depan cermin. Rasanya sudah lama tidak seperti ini. Saat kecil aku selalu menolak jika disuruh melihat penampilanku didepan cermin.

Aku segera turun menuju ruang keluarga. Dan untungnya hari ini kami libur semua. Bukan bolos tapi di sekolah ada acara guru. Aku duduk di samping mama dan papa. Mereka sibuk menonton siaran pagi hari. Hari ini aku tidak melihat Rura. Entah kemana anak itu. Apa dia bertemu dengan Radit? Aku tidak tahu.

"Ma, pa. Rura kemana?" Tanyaku pada mama dan papa.

"Rura ada didapur, katanya mau buat kue," jawab mama.

"Ha? Bhuahaha emang dia bisa bikin kue?" Tanyaku pada mama.

"Gak tau, Ugh kamu liat. Paling dibantu sama bibik," ujar papa.

"Heem, ini kayaknya mau mesra-mesraan, hati ngaku," ledekku pada papa.

"Dasar anak kecil. pergi lihat Rura aja sana," ujar papa setelah aku pergi dari ruang keluarga menuju dapur.

Aku tidak sabar melihat Rura yang keteter membuat kue. Pasti dia akan histeris saat krunya gosong atau belum matang. Sungguh menyenangkan melihat saudara sendiri susah. Rasanya ada aja yang membuat tersenyum setiap saat.

"Cie yang lagi buat kue," goda ku pada Rura.

"Iih, bang roro. Jan ganggu, rura harus fokus."

Aku menaikkan alisku. "Fokus? Buat siapa kuenya? Cie pasti buat doi ini mah," ujarku lagi.

"Sttt, diam disitu, gak boleh ganggu," serunya.

"Ooh gitu, lagi buat kue apa?" Tanya ku sambil duduk ganteng. Wkwk.

"Ini buat brownies putih," ujarnya yang membuatku menatapnya dengan heran.

"Emang ada ya brownies putih? Baru tau abang," ucaku lugu.

"Iya dong. Ini makanya Rura buat," ujarnya ngegas.

"Sans ae mbak, gak usah ngegas," ujarku sambil terkekeh kecil.

"Rura gak ngegas tapi teriak," teriak dengan besar.

"Bentar bang kok ada bau yang aneh ya?" Tanyanya. Aku menoleh pengukus kue milih rura.

Ternyata kue rura gosong karena terlalu lama di kukus sehingga airnya abis. Aku tertawa terbahak-bahak melihat hasilnya. Yang konon brownies putih jadi gosong. Hahaha ini pengalaman pertama bagi Rura yang langsung gagal total. Aku terus saja mengejeknya sampai ia merajuk padaku.

"Ini semua salah abang. Napa harus bawa Rura ngomong sih," ucapnya kesal.

Aku terus saja mengelak jika itu bukan salahku. Satu-satunya cara yaitu aku harus segara menuju rumah Alve. Aku tidak sabar ingin menghabiskan waktuku bersama Alve. Setelah sampai di persimpangan jalan ada sebuah notif chat masuk ternyata dari Alve. Yang isinya membuatku menjadi lesu.

Rado [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang