Bab 12

1.6K 270 12
                                    


Prilly mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, dia ingin menikmati indahnya kota di malam hari sebelum kembali ke hotel. Dan dia juga ingin menikmati momen terakhir dirinya dengan mobil kesayangannya ini.

Besok Prilly akan menyerahkan mobil ini pada pemilik barunya. Berkat media sosial mobil ini bisa terjual dengan cepat selain karena kondisinya yang masih mulus Prilly juga menjual mobilnya dengan harga dibawah standar.

Prilly tidak ingin berlama-lama mencari pembeli hanya untuk mencocokkan harganya, dia tidak memiliki waktu apalagi jika sudah bekerja dia yakin hidupnya tidak akan bisa sesantai ini. Jika dulu mungkin dia masih memiliki banyak waktu senggang atau jika ingin beristirahat dia hanya perlu mengajukan cuti pada Ayahnya namun sekarang Prilly sadar dia bekerja pada orang lain bukan pada Ayahnya.

Dan Prilly tidak ingin dibulan pertama bekerja dia sudah mengecewakan Ali yang sudah menerima dan memberinya kepercayaan.

Ngomong-ngomong perihal pria itu lagi apa ya Ali sekarang? Prilly terkekeh pelan sambil melajukan mobilnya Prilly mulai memutar kembali bagaimana wajah tampan Ali yang menatapnya begitu dalam kala pertemuan mereka pagi tadi.

Tatapan mata Ali benar-benar mampu membuat dadanya berdebar kencang bahkan bisa dikatakan Genta saja tidak bisa membuatnya gemetar seperti itu.

"Ah katanya Tuhan mengambil seseorang dari kita untuk digantikan dengan yang lebih baik." Prilly berbicara sendiri sambil terus memfokuskan matanya ke depan.

Prilly memelankan laju mobilnya saat mobil-mobil di depannya mulai melambat karena lampu lalu lintas sudah berwarna kuning.

Begitu lampu berubah merah dengan segera Prilly menginjak rem mobilnya hingga mobil itu berhenti. Prilly kembali tersenyum, tubuhnya sedikit condong ke depan menatap langit yang malam ini terlihat sangat-sangat indah di mata Prilly.

Kerlip bintang di atas sana mampu memanjakan matanya, menenangkan hatinya.

"Tuhan jika seandainya aku berharap Ali adalah sosok pengganti terbaik Genta di dalam hidupku, bolehkah?"

***

Ali menyesap habis coklat hangat miliknya lalu meninggalkan meja setelah meletakkan dua lembar uang berwarna merah di atas meja tersebut.

Ali bergerak kembali ke mobilnya. Begitu tiba didalam mobilnya Ali mendesah pelan saat tiba-tiba gerimis datang, kuasa Tuhan padahal tadi langitnya cerah sekali dan sekarang turun hujan seperti ini.

Ali menghidupkan mesin mobilnya dan bersiap untuk mencari sebuah penginapan sederhana untuk tempat tidurnya malam ini. Ali tidak mungkin mengitari kota sampai pagi tiba bukan? Apalagi sendirian seperti ini jelas tidak mungkin.

Mobil sedan milik Ali baru saja menyentuh aspal jalanan tak begitu lama mobil Ali melaju ditengah guyuran hujan yang mulai lebat mata Ali menangkap sosok perempuan bertubuh mungil sedang mendongkrak ban mobilnya.

"Kayaknya gue pernah liat postur mungil begitu tapi dimana ya?" Ali semakin memelankan laju mobilnya matanya semakin terfokus pada sosok mungil yang terlihat sekali kesusahan mendongkrak ban mobilnya.

Karena tuntutan hatinya akhirnya Ali menepikan mobilnya didepan mobil yang sepertinya mengalami masalah itu. Ali begitu penasaran dengan sosok mungil yang terlihat familiar di matanya.

Tanpa memperdulikan guyuran hujan Ali keluar dari mobilnya lalu berlari menuju mobil yang mogok itu.

"Ada yang bisa saya bantu Mbak?"

"Loh Pak Ali?"

"Prilly?"

Ali dan Prilly sama-sama terkejut ketika mereka bertatap muka. "Kamu ngapain malam-malam di sini?" Tanya Ali yang sedikit mengeraskan suaranya saat guyuran hujan semakin deras membasahi tubuh mereka.

Prilly mengusap wajahnya supaya pandangannya terlihat jelas ketika menatap Ali. "Ban mobil saya maksudnya mobil teman saya kempes Pak." Prilly menggigit lidahnya kuat, hampir saja dia keceplosan mengatakan mobilnya.

Ayolah! Ali tidak akan percaya sosok pelamar kerja sebagai pembantu seperti dirinya memiliki mobil yang harganya ratusan juta itu.

Ali menganggukkan kepalanya. "Biar saya bantu." Katanya berniat meraih dongkrak di tangan Prilly.

Namun tubuh mungil Prilly sudah lebih dahulu menghindar. "Jangan Pak! Saya nggak mungkin repotin Bapak." Tolak Prilly segan. Ya ampun bagaimana mungkin Prilly membiarkan majikannya mendongkrak ban mobilnya yang kempes.

Prilly nyaris menangis tadi saat merasakan laju mobilnya seperti bermasalah hingga akhirnya dia menepi dan ternyata ban belakang mobilnya kempes.

Ditengah malam dibawah guyuran hujan Prilly berusaha mendongkrak ban mobilnya yang kempes untuk digantikan dengan ban serap yang ada di dalam mobilnya namun sialnya tenaga Prilly tak cukup kuat untuk mendongkrak ban mobilnya.

"Nggak apa-apa biar saya saja yang ganti ban mobil teman kamu ini."

"Tapi Pak?"

"Kamu mau hujan-hujanan begini sampai subuh?"

Prilly sontak menggelengkan kepalanya. "Eng..ngak mau sih."

"Ya sudah sini dongkraknya." Prilly menyerahkan dongkrak di tangannya ketika Ali mengulurkan tangan untuk meminta dongkrak itu.

"Tapi beneran Bapak nggak apa-apa dongkrak mobil sa-- mobil teman saya? Saya beneran nggak enak loh Pak." Prilly masih merasa bersalah karena membuat Ali bekerja ditengah guyuran hujan seperti ini.

Ali tersenyum kecil tanpa sadar Prilly langsung menahan nafasnya. Mati! Senyumannya manis banget.

"Nggak apa-apa dulu juga saya sering bekerja keras dalam artian benar-benar bekerja keras." Ali mengedipkan matanya menatap Prilly sejenak sebelum berjongkok dan mulai mendongkrak ban mobil Prilly.

Prilly terpaku barusan Pak Ali ngedipin mata ke dia kan? Serius kan?

Itu beneran ngedipin mata menggoda dirinya atau karena mata Pak Ali mulai perih akibat guyuran hujan?

"Ini yang bener yang mana sih?!" Dumel Prilly tanpa sadar mengeraskan suaranya hingga Ali mendongak menatapnya. "Kamu ngomong sama saya?" Tanya Ali dengan mata menyipit karena guyuran hujan.

Refleks Prilly mengulurkan tangannya  untuk melindungi mata Ali dari guyuran air hujan. Ali terpaku begitu pula dengan Prilly yang sangat kaget dengan reaksi tubuhnya yang berlebihan.

Dibawah guyuran hujan keduanya saling memandang dengan pikiran berkecamuk. Prilly tidak kunjung menarik tangannya yang bersentuhan dengan dahi Ali begitu pula dengan Ali yang sama sekali tidak bergerak di posisinya.

Takdir kah ini?

Benarkah Takdir mereka baru saja dimulai?

Merasakan debaran jantungnya yang menggila Prilly nyaris tumbang jika Ali tidak segera beranjak lalu menggenggam tangan Prilly menuju mobilnya.

"Kamu tunggu di mobil jangan kehujanan nanti kamu sakit."

*****

Permainan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang