Bab 41

2.2K 358 24
                                    


Dua bulan berlalu begitu saja tak terasa sudah dua bulan pula Ali memperlihatkan kegigihannya pada Prilly. Pria itu tidak bermain-main ketika mengatakan ingin memulai semuanya dengan Prilly.

Prilly tahu Ali bersungguh-sungguh hanya saja dia masih memiliki sedikit ganjalan di hatinya yaitu perihal hati Ali. Sudahkah pria itu mencintai dirinya?

Masihkah pria itu menyimpan nama wanita masa lalunya? Apa Ali benar-benar sudah melepaskan Shania?

Kedua orang tua mereka jelas sangat senang melihat 'kedekatan' putra dan putri mereka bahkan mereka sudah tidak sabar menunggu sampai Ali dan Prilly keduanya memberitahu mereka perihal tanggal untuk pernikahan mereka namun sayang sampai saat ini baik Ali maupun Prilly keduanya masih belum membicarakan perihal pernikahan.

"Kamu jadi pergi sama Mas Ali?" Julia bertanya pada putrinya yang baru turun dari kamarnya.

Prilly mengangguk pelan, sejak memutuskan 'menerima' tawaran Ali dirinya mulai membiasakan diri memanggil Ali dengan sebutan Mas sebenarnya atas paksaan Mama-mama cantiknya juga.

"Terus kapan kalian nikah nya?"

"Ma..."

"Kenapa Nak? Mama lihat kalian sudah sering bersama lalu apa lagi yang kalian tunggu Sayang?" Julia sedang mengaduk adonan tepung untuk membuat bohlu Pandan kesukaan suaminya.

Prilly menghela nafasnya, dia berjalan menuju kulkas lalu meraih sebuah minuman kalengan dari sana. Dia sudah siap dengan pakaian santai dan juga sling bag yang menggantung di bahunya.

Malam ini dia hanya akan berjalan-jalan mengitari kota bersama Ali jadi tidak perlu mengenakan pakaian yang terlalu wow cukup dengan jeans ketat dan kaos panjang kegemarannya.

"Kami masih perlu waktu untuk saling mengenal pribadi masing-masing Mama." Prilly berkata setelah menandaskan setengah isi dari minuman kalengan ditangannya.

"Saling mengenal setelah menikah jauh lebih enak loh Sayang." Kata Julia dengan seringaian usilnya yang membuat Prilly memanyunkan bibirnya.

Mengabaikan godaan Ibunya, Prilly kembali meneguk minumannya. "Mama Ratna dan Mama udah pengen gendong cucu!"

Uhuk!

Byur!!

Prilly nyaris mengumpat ketika air dalam mulutnya muncrat keluar dan membasahi kaos yang dikenakan namun batuk yang menderanya membuat Prilly menahan segala umpatan yang ingin dia keluarkan.

"Uhuk! Uhuk!" Batuk Prilly tak kunjung berhenti sampai Julia harus turun tangan dengan menyodorkan segelas air putih untuk putrinya.

Dengan rakus Prilly menegak habis air yang disodorkan Ibunya, perlahan rasa menyengat di tenggorokannya mulai hilang meskipun perih masih menjalar di hidungnya bahkan mata Prilly sampai berair.

"Minum pelan-pelan dong kamu Nak kayak nggak pernah minum." Omel Julia setelah batuk putrinya mereda.

Prilly hanya mendesah pasrah mendengar omelan Ibunya padahal jelas-jelas yang membuat dirinya tersedak adalah Ibunya ini.

Sudahlah biarkan saja.

Tin...

Suara klakson mobil Ali membuat Prilly terperanjat, dia harus cepat-cepat keluar sebelum Ali masuk dan bertemu Ibunya. Prilly tidak perlu menjelaskan lagi apa yang akan Ibunya lakukan jika bertemu dengan Ali disaat mereka sedang membahas pernikahan.

Jadi jalan aman satu-satunya adalah Prilly harus segera angkat kaki dari sini.

"Aku jalan dulu Ma! Hati-hati di rumah." Prilly langsung melesat pergi setelah mencium kilat pipi Ibunya mengabaikan teriakan Julia yang memanggil dirinya.

Begitu tiba di dalam mobil Ali dengan nafas terengah-engah Prilly buru-buru menyuruh Ali untuk melajukan mobilnya. "Cepatan jalan Mas! Cepet!"

Ali yang terkejut dengan teriakan Prilly sontak menekan pedal gas mobilnya lalu melajukan mobilnya seperti keinginan Prilly.

"Kenapa sih kayak habis liat hantu aja?" Ali bertanya disela-sela fokusnya mengemudi.

"Ini lebih mengerikan daripada hantu Mas."

Ali mengerutkan keningnya tak mengerti maksud Prilly dan Prilly juga tidak berniat menjelaskannya lagi pada Ali.

***

Ali menepikan mobilnya di pinggir sebuah danau yang terletak di pinggiran kota jaraknya lumayan jauh namun karena sudah malam jalanan tidak terlalu macet jadilah tak sampai satu jam mengemudi mobil Ali sudah terparkir di sini.

Prilly turun dari mobil dan menatap takjub pemandangan danau yang begitu indah bahkan di malam hari sekalipun.

"Kamu suka tempatnya?" Tanya Ali yang menyusul Prilly bersandar di kap depan mobilnya.

Prilly menoleh menatap Ali lalu mengangguk pelan. "Suka Mas." jawabnya dengan senyuman kecil.

Prilly memang belum menerima Ali secara terang-terangan namun dari gestur tubuhnya Ali jelas tahu jika usahanya selama dua bulan ini tidak sia-sia. Ali tidak tahu apakah dirinya sudah mencintai Prilly atau tidak tapi yang pasti dia sudah tidak lagi merasa keberatan dengan perjodohan mereka bahkan jika Prilly mau besok pun Ali bersedia menikahi gadis ini.

Ali begitu nyaman jika berada di sisi gadis ini. Gadis manis yang malam ini terlihat begitu cantik sebenarnya setiap saat Prilly memang selalu cantik namun malam ini dengan pakaian yang dia kenakan Prilly lebih terlihat imut dan menggemaskan menurut Ali.

Prilly berusaha mengabaikan Ali yang begitu intens menatap dirinya dari samping, dia berusaha menikmati pemandangan danau di malam hari yang begitu indah dan memanjakan mata.

Prilly tidak tahu jika Ali akan membawanya ke sini jika tahu mungkin tidak ada salahnya dia membawa beberapa cemilan atau tikar yang bisa dibentangkan di rumput yang dia pijak.

Ah, piknik di malam hari rasanya juga tidak terlalu buruk.

"Cantik."

Prilly menoleh ketika mendengar Ali menggumam pelan yang tidak begitu terdengar di telinganya. "Kenapa Mas?"

"Kamu cantik." Ali mengulang kembali ucapannya tanpa memperdulikan wajah Prilly yang bersemu merah karenanya.

Prilly berdehem pelan sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada air tenang ditengah danau. Prilly sedikit tersentak ketika tiba-tiba dia merasakan kehangatan melingkupi tangannya.

Prilly menoleh menatap kearah tangannya yang menggantung kini sudah berada dalam genggaman tangan besar Ali.

Mengetahui Prilly sedang menatap tangan mereka yang bergenggaman bukannya melepaskan Ali justru semakin mengeratkan genggamannya pada tangan mungil Prilly.

Prilly menaikkan pandangannya hingga akhirnya iris madunya bertemu dengan mata hitam legam milik Ali. Mata tajam pria itu terlihat begitu indah dimata Prilly, binar mata Ali terlihat bengis dan lembut disaat bersamaan.

"Ayok kita menikah!"

Prilly tidak menanggapi perkataan Ali dia masih sibuk menelisik tatapannya pada mata Ali. "Ayok kita menikah Prilly! Ayok berbahagia bersama." Ajak Ali lagi.

Prilly belum mengeluarkan sepatah katapun yang membuat dada Ali berdebar kencang menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Prilly. Akankah Prilly menerima lamarannya?

*****

Permainan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang