Bab 26

1.7K 303 13
                                    


Malam harinya Prilly harus menelan kekecewaan karena Ali tidak bisa pulang dan menemui dirinya. Ali harus terbang ke luar kota selama beberapa hari dan pria itu sama sekali tidak mengabarinya.

Prilly tahu ketika Ratna mengatakan untuk tidak memasak karena mereka hanya makan malam berdua sebab Ali sedang keluar kota.

Kecewa? Iya.

Tapi Prilly hanya bisa memendam kekecewaannya itu karena dirinya sama sekali tidak berhak untuk melampiaskan kekecewaannya itu. Memangnya siapa dia?

"Kamu nggak makan Prilly?"

"Saya makan di dapur saja Bu." Prilly benar-benar sangat mahir membawa dirinya bahkan di hari pertama dia bekerja dirinya sudah benar-benar mampu membawa diri.

"Di sini saja kita makan bersama." Ajak Ratna sambil menunjuk kursi di sampingnya.

"Tapi Bu?"

"Tidak apa-apa Ibu tidak suka makan sendirian." jawab Ratna yang membuat hati Prilly iba.

Dengan perlahan Prilly menarik kursi yang ditunjuk oleh Ratna. Ratna terus memperhatikan gerak-gerik Prilly di meja makan semua gerakan Prilly begitu elegan dan sopan khas tata krama mereka yang berasal dari kalangan atas.

Bahkan sampai cara menuang nasi saja gerakan Prilly begitu elegan. Ratna semakin yakin jika gadis ini bukan dari keluarga biasa.

Tapi dari keluarga mana Prilly ini berasal?

Prilly menghabiskan makan malamnya dengan tenang dia sama sekali tidak menyadari jika setiap gerakan tangannya itu tidak luput dari perhatian Ratna.

Ratna menyuapi dirinya dengan mata tak lepas dari Prilly. Dia benar-benar penasaran dengan gadis ini jika dari keluarga kaya kenapa Prilly melamar jadi pembantu di rumahnya?

Suasana dimeja makan terlihat begitu hening hanya terdengar suara dentingan sendok yang sesekali beradu dengan piring.

Tak sampai 30 menit Prilly menyelesaikan makan malamnya karena sudah terbiasa di rumahnya Prilly meletakkan sendok dan garpu di atas piring dengan posisi menyilang lalu meraih serbet putih untuk membersihkan mulutnya dan semua gerakan Prilly tak luput dari perhatian Ratna.

Gerakan Prilly begitu alami seolah memang setiap kali makan Prilly terbiasa dengan semua itu. Bukannya sombong atau apa tapi rasanya jarang sekali mereka yang berasal dari kalangan bawah mempraktikkan cara makan yang seperti ini bahkan Ratna saja tidak seelegan itu.

Sebenarnya siapa Prilly ini?

"Prilly."

"Iya Bu?"

"Bisa kamu jujur pada saya?"

Prilly meletakkan serbet di tangannya lalu menatap Ratna dengan tatapan bingungnya. "Soal apa ya Bu?"

Ratna tidak langsung menjawab dia memilih meletakkan sendok dan garpunya meneguk air putih dari gelasnya sebelum memfokuskan dirinya pada Prilly.

"Sebenarnya kamu siapa?"

Prilly membulatkan matanya. "Ma..maksud Ibu gimana ya?" Prilly mulai was-was, bisa gawat jika Ibu Ali langsung tahu asal usulnya.

"Saya tidak akan marah dan saya janji tidak akan memecat kamu kalau kamu bisa jujur pada saya sekarang." Ratna semakin yakin jika ada yang gadis ini tutupi terbukti dengan ekspresi panik di wajah gadis itu meskipun tidak kentara namun Ratna tahu jika Prilly sedang panik saat ini.

Prilly menelan ludahnya dengan kasar. "Jadi Prilly bisa kamu katakan sebenarnya kamu berasal dari keluarga mana? Saya yakin kamu bukan dari keluarga biasa."

Skak mat!

Prilly terdiam, Ya Tuhan bagaimana caranya dia berkelit sekarang?

***

"Kok lo ikut sih Li?"

"Ya kan ini proyek perusahaan gue ya wajarlah gue ikut." Jawab Ali sedikit sewot.

Ali sewot sendiri bukannya apa dia yang memilih ikut dan sekarang dia pula yang menyesalinya. Ali berfikir mungkin dia perlu jarak untuk menyelami hatinya lagi mengingat perkataan Ibunya tadi Ali jadi berfikir mungkinkah semudah itu dia membuka hatinya untuk Prilly?

Mereka baru mengenal dalam hitungan hari bahkan belum satu minggu bagaimana mungkin Ali bisa langsung menempatkan Prilly di hatinya? Itu terdengar seperti lelucon bagi Ali.

Dan dengan semua pemikirannya yang rumit itu Ali memilih menghindari Prilly dan sekarang dia malah menyesali tindakannya ini.

"Lo kenapa sih sebenernya?" Tama yang memang ikut bersama Ali merasa penasaran dengan Bosnya yang uring-uringan sejak tadi.

"Ingat Mama gue." kilah Ali meski tidak sepenuhnya bohong, meskipun khawatir tapi Ali merasa sedikit tenang karena tadi saat berpamitan Ibunya juga mengatakan tidak apa-apa karena di rumah beliau tidak sendirian.

Ah, Prilly.

Ali sendiri heran kenapa dirinya bisa sekacau ini hanya karena gadis yang baru dua hari belakangan ini dia kenal. Benarkah ini cinta? Atau sebenarnya Ali hanya sedang bosan dengan hidupnya dan menjadikan Prilly sebagai pelarian dari kebosanannya itu?

Argh! Kenapa rumit sekali sih?

"Woi! Bengong lagi."

Ali mendengus pelan menatap Tama dengan tatapan malasnya sebelum memilih menatap keluar jendela menikmati pemandangan perbukitan di malam yang begitu memanjakan mata.

Ali sudah tiba di sini sejak sore tadi namun karena ada meeting jadinya dia harus ke hotel malam hari seperti ini.

Ah, malam Ali ingat malam ini dia memiliki janji dengan Prilly namun terpaksa dia batalkan karena kepergiannya.

Ali memilih memejamkan matanya, hari ini dia sudah sangat lelah jadi biarkan dia beristirahat dengan nyenyak malam ini. Ali tidak ingin memikirkan apapun setidaknya untuk malam ini karena begitu membuka matanya Ali yakin Prilly langsung menyusup masuk ke sana.

Dan Ali masih berusaha menolak untuk percaya jika dirinya memang sudah menaruh hati pada Prilly. Ali masih berusaha mengelak dari perasaannya dan semoga saja Ali tidak menyesali kembali tindakannya ini.

Karena takdir tidak ada yang tahu detik ini Ali bisa menolak perasaannya tapi detik berikutnya bisa saja Ali yang berbalik menyodorkan hatinya pada Prilly.

Tidak ada yang tahu bukan?

*****

PROMO KEMERDEKAAN!!

KHUSUS UNTUK BESOK 70K Kalian akan dpt 6 pdf.

Minat langsung list ke wa 081321817808

Permainan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang