Bab 31

1.9K 325 34
                                        


"Gue--"

"Ada apa ini kenapa pada tegang gitu mukanya?"

Suara Ratna terdengar memecahkan ketegangan yang terjadi antara Tama dan Ali.

Tama langsung berdehem menatap wajah bingung Tante Ratnanya. "Ini Tante lagi tukar pikiran sama Ali soalnya Prilly mau jadi artis katanya." Tama tersenyum lebar pada Ratna mengabaikan pelototan tajam dari Ali dan Prilly.

Kurang ajar si Tama ini. Umpat Ali dalam hati.

Ratna membulatkan matanya. "Oh ya? Bagus dong Nak, Mama setuju." Ujar Ratna dengan ekspresi bahagianya.

"Mama?" Beo Ali yang terkejut dengan ucapan Ibunya. Sejak kapan Prilly memanggil Ibunya dengan panggilan Mama?

Ratna menoleh menatap putranya dengan sebelah alis menukik tajam. "Iya Mama. Kenapa kamu keberatan?"

Suasana menjadi tegang kembali, kali ini bukan karena Tama melainkan Ratna. Prilly menghela nafasnya, kenapa sih pagi-pagi sudah bersitegang aja bukannya duduk makan. Prilly tak henti-hentinya mendumel di dalam hati.

"Kenapa kamu jadi nggak sopan sama Mama saya?" Pertanyaan itu Ali tujukan pada Prilly yang langsung mendongak menatap Ali dengan pandangan tak percaya.

Ali kenapa sih jadi sinis seperti ini padanya? Memangnya dia salah apa coba?

"Jangan berani-beraninya kamu kasarin Prilly ya atau kamu akan menyesal nantinya."

"Mama ancam aku? Mama ancam anak Mama sendiri karena pembantu ini? Nggak salah." Senyum culas terbit di sudut bibir Ali menatap Prilly dengan tatapan remehnya.

Deg!

Prilly tidak dapat mengeluarkan suaranya, hatinya benar-benar kebas rupanya benar firasatnya dimata Ali dirinya tak lebih dari seorang pembantu.

"ALI JANGAN KURANG AJAR KAMU SAMA CALON MENANTU MAMA?!"

Prilly kontan memejamkan matanya, terbongkar sudah semua rahasia yang berusaha Prilly tutupi.

Ali sontak membeku begitu pula Tama yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya.

"Ca..lon menantu? Mama jangan bercanda Ma. Ini sama sekali tidak lucu." Ali berkata dengan nafas terengah-engah.

Ratna menatap Prilly sebagai permintaan maafnya, dia sudah tidak tahan melihat Prilly dipandang sebelah mata apalagi Ali mulai berani menghina Prilly tepat didepan matanya.

"Prilly putri tunggal Om Haris Pratama."

Ali dan Tama sontak membulatkan matanya. "Ha..haris Pratama? Konglomerat itu?" Tama langsung berdecak kagum saat mendapatkan anggukan dari Ratna.

"Astaga! Kenapa putri konglomerat seperti Prilly bekerja di rumah Tante?" Tama terus mengeluarkan pertanyaan yang bersarang diotaknya berbeda dengan Ali yang masih membeku menatap Prilly dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.

"Ceritanya panjang. Jadi sekarang kamu tahu bukan kalau Prilly bukan pembantu melainkan calon istri kamu." Ratna memfokuskan dirinya pada sang putra yang masih belum bisa menguasai keterkejutannya.

"Tidak mungkin!"

Prilly tersenyum lemah ketika Ali menggelengkan kepalanya. Sepertinya memang tidak ada harapan untuk dirinya bersama dengan Ali pria itu pasti menolak kembali perjodohan mereka.

"Selamat pagi." Suara Laras terdengar memecahkan keheningan di ruang makan.

Ali menoleh menatap Laras sebelum kembali memfokuskan dirinya pada sang Ibu. "Nanti kita bicarakan lagi masalah ini. Ali harus mengantar Laras dulu. Ayok!" Ali langsung menggandeng tangan Laras tepat di depan mata Prilly.

Ratna nyaris melayangkan piring di depannya ke kepala Ali jika Tama tak segera menghentikannya. "Jangan Tante. Ali mungkin masih shock dengan kenyataan ini."

"Anak itu! Awas saja jika nanti menangis karena menyesal bakal Tante tendang bokong kecilnya." Umpat Ratna yang nyaris membuat Tama tersedak tawanya.

Berbeda dengan Prilly matanya masih menatap kearah dimana Ali dan Laras menghilang sambil bergandengan tangan. Begini kah sakitnya ketika dirimu terlihat tidak berharga didepan orang yang kehadirannya begitu kau rindukan?

Sakit sekali. Rasanya benar-benar sakit.

***

"Kita mau kemana Mas?" Tanya Laras saat Ali tak kunjung membuka suaranya. Pria itu hanya memfokuskan dirinya untuk mengemudi dengan kecepatan tinggi.

Ali tak juga kunjung membuka suara sampai akhirnya Laras diam sendiri karena sejak tadi dia tak dihiraukan oleh Ali.

Pikiran pria itu sedang berkelana entah kemana, yang pasti ada Prilly disana. Ali masih tak percaya jika Prilly adalah sosok wanita yang hampir membuat dirinya bertengkar hebat dengan sang Ayah karena menolak perjodohan itu.

Almarhum Ayahnya begitu ngotot untuk menikahkan dirinya dengan putri sahabatnya yang jelas-jelas Ali tolak karena dia sangat mencintai kekasihnya Shania kala itu dan sekarang kenapa Prilly tiba-tiba datang menampakkan diri di depannya setelah tahun-tahun berlalu.

Sial!

Ali tidak tahu harus bagaimana dia tidak bisa menerima Prilly karena dia masih sangat mencintai Shania tapi kenapa hatinya justru memanas ketika melihat Prilly bercengkrama dengan Tama.

Ya Tuhan perasaan bodoh macam apa itu?

"Mas."

"Diamlah Laras!" Ali tak tahan untuk tidak menghardik Laras wanita ini terlalu banyak omong dan suka sekali mencampuri urusannya.

Laras langsung terdiam dia tidak menyangka Ali akan setega itu sampai membentak dirinya sekeras ini.

Ali melirik Laras sekilas sebelum membelokkan mobilnya pada sebuah puskesmas. "Kamu masuk ke dalam di sana sudah ada yang menunggu mu."

"Kita kenapa ke sini Mas?" Tanya Laras tak terima Ali meninggalkan dirinya di sini.

"Kamu ke sini untuk mencari pekerjaan kan? Di sana sudah ada yang menunggu dan mengatur semuanya untuk kamu. Turunlah! Saya sangat sibuk hari ini." Ali tak lagi memperlihatkan ekspresi santainya wajahnya begitu tegang dan datar hingga membuat Laras takut menatap Ali.

Wanita itu buru-buru keluar dari mobil Ali sebelum Ali kembali menghardik dirinya. Tanpa menunggu Laras masuk ke dalam puskesmas Ali langsung tancap gas meninggalkan Laras yang berdiri mematung menatap kepergian Ali.

Dengan kesal Laras menghentakkan kakinya, dia tidak menyangka Ali benar-benar mencari pekerjaan untuknya padahal tujuan utamanya ke kota adalah untuk mengikuti Ali dan berencana menjadi istri pria itu bukan malah bekerja di puskesmas seperti ini.

"Argh!" Laras menahan geramannya, sekarang bagaimana? Laras jarang sekali ke kota dia sama sekali belum menghafal jalan di sini apalagi jalan ke rumah Ali.

Laras merasa nasibnya benar-benar sial sekarang! Semalam wajahnya di siram air cuci piring oleh babu sialan itu dan sekarang Ali tega membiarkan dirinya sendirian di sini.

"Bapak aku mau pulang kampung aja! Huwaa.."

*****

Selamat malam semuanyaaa.. Hari ini 3X up yaaa..

Nah untuk pdf cerita ini udah OPEN PO mulai besok yaaa tgl 19-21 Agustus harga Po 55k + 1pdf gratis.

Pengiriman serentak tanggal 30-31 agustus atau akhir bulan.

Siapa yang berminat silahkan list ke wa ya 081321817808

Dan untuk besok aku terima pembayaran melalui pulsa 55k tanpa pdf gratis ya hanya untuk 4 orang aja.

Terima kasih..

Permainan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang