Prilly menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang yang ada di dalam kamar barunya. Benar kata Ali kamar ini sedikit pengap karena jendelanya tidak bisa di buka lebar.Prilly tidak tahu kenapa Ali bisa membangun rumah dan menjadikan bagian lorong dapur ini sebagai kamar untuk pekerja rumahnya menurut Ali itu hanya kesalahan teknis saja maka setelah itu Ali membangun paviliun khusus untuk pekerja rumahnya.
Dan menurut Ali juga selama Mbok Inah pulang kampung segala urusan dapur terutama memasak itu diambil alih oleh Ibunya dan tugas Prilly ternyata hanya menemani Ibunya Ali plus bersih-bersih rumah.
Prilly tidak terlalu ambil pusing perihal bersih-bersih toh dia bisa belajar dengan membuka internet semuanya ada di sana Prilly hanya sedikit merasa was-was jika Ali atau Ibunya meminta dirinya untuk memasak.
Jika masakan biasa-biasa saja Prilly masih sanggup nah bagaimana jika selera Ali dan Ibunya sama seperti selera Mama dan Papanya, kedua orang tua Prilly sangat menyukai makanan bercita rasa tinggi.
Bahkan di kediamannya sempat dipekerjakan dua orang koki profesional untuk memenuhi keinginan Mamanya yang kala itu sangat mengidolakan makanan luar negeri.
Mengingat masa-masa itu membuat air mata Prilly terjatuh, dia sangat merindukan masa bahagia itu. Masa dimana dia bebas bermanja pada orang tuanya tanpa perlu memikirkan apapun termasuk perjodohan.
Sial! Mengingat perjodohan itu membuat dada Prilly panas. Jika saja perjodohan itu tidak ada mungkin dia tidak akan di sini sekarang. Prilly tidak akan menjadi seorang pembantu.
Tapi jika tidak seperti ini mungkin akan selamanya dia akan dibodohi oleh Genta dan Keira. Ah, ternyata benar dibalik suatu masalah atau musibah pasti ada hikmahnya dan hikmah besar yang Prilly dapatkan sekarang adalah diperlihatkannya kebusukan dua orang yang benar-benar disayangi dan dicintai dengan tulus oleh Prilly.
Berdecih pelan Prilly buru-buru menghapus jejak air matanya. Sekarang bukan saatnya dia untuk bersedih melainkan sekarang adalah saatnya Prilly bangkit dan memperlihatkan pada mereka -orang yang sudah menyakiti hatinya- bahwa seorang Prilly mampu berdiri sendiri.
Prilly mampu sukses dengan usaha dan kerja kerasnya sendiri.
Tok!
Tok!
"Prilly."
"Ah iya Pak! Sebentar." Prilly langsung beranjak dari posisinya setelah mendengar suara Ali memanggil dirinya.
Prilly menyeka air matanya dengan cepat lalu tangannya bergerak untuk mencepol rambut panjangnya meskipun tidak rapi namun sama sekali tidak mengurangi kecantikan gadis itu.
Prilly buru-buru berjalan menuju pintu kamar sepertinya Ali sudah selesai membersihkan diri, apa jangan-jangan Ali ingin minta dimasakin sesuatu olehnya?
Ya ampun! Prilly harus masak apa?
Sudahlah nanti saja dia pikirkan sekarang yang terpenting adalah menemui Ali dulu.
"Ya Pak." Ali sudah rapi dengan pakaian rumahnya sedang mengotak-atik ponselnya ketika Prilly membuka pintu kamarnya.
Ali menyimpan ponselnya sebelum mendongak menatap Prilly. "Ah ya Pril-- kamu pakek bra hitam?"
Apa itu?
Mata Ali dan Prilly sontak membulat dengan keras Ali memukul mulutnya sedangkan Prilly buru-buru menutup pintu kamarnya.
Blaam!!
Prilly menganga lebar setelah meneliti penampilan dirinya. "Auh sialan! Begok! Begok! Kenapa gue sampe lupa kancingin baju gue lagi sih!! Auh bego!" Prilly memukul kepalanya berkali-kali.
Diluar kamar Ali masih terus menepuk bibirnya. "Auh! Bibir sialan! Kenapa jujur banget sih!"
***
Siang harinya kecanggungan di antara Ali dan Prilly masih sangat terasa, Ali bahkan memilih makan diluar karena tidak siap bertemu Prilly, bukan apa-apa Ali tidak ingin Prilly menilainya mesum.
Jika mengingat kata yang terlontar dari mulutnya tadi ingin rasanya Ali memotong lidahnya sendiri. Tapi demi Tuhan itu hanya refleks saja karena dia begitu terkejut saat melihat dada Prilly yang berbalut bra hitam.
Kulit putih Prilly benar-benar sangat cocok dengan warna gelap itu.
Ali buru-buru menggelengkan kepalanya ketika bayangan indah itu kembali terputar di kepalanya. Sial! Zina sudah matanya! Mata Ali sudah tidak suci lagi.
"Pak."
"Ah iya hitam eh maksud saya Prilly." Ali kembali mengigit lidahnya.
Prilly yang mendengar kata hitam keluar dari mulut Ali sontak merona. Rupanya Ali masih mengingat kejadian memalukan tadi pagi rupanya.
"Ini."
Prilly mendongak ketika Ali mengangsurkan sebuah plastik berlogo restoran ternama di kota mereka kedepannya. "Ini apa Pak?"
"Nasi buat makan siang kamu." Jawab Ali. "Ah buat saya Pak?"Tanya Prilly sambil meraih kantong plastik itu.
Ali menganggukkan kepalanya. "Iya buat kamu lagian kamu juga baru kerja jadi tidak perlu buru-buru memasak karena saya nanti malam sepertinya menginap di rumah sakit lagi." Jelas Ali yang dijawab anggukan kepala oleh Prilly.
"Memangnya Ibu belum boleh pulang Pak?" Tanya Prilly hati-hati. Ini murni ketulusan bukan pertanyaan yang bertujuan untuk mencari muka didepan Ali.
Ali menoleh menatap Prilly dengan seksama sebelum helaan nafas terdengar berat darinya. "Sebenarnya Mama sudah diizinkan pulang hanya saja saya belum yakin."
"Kenapa Pak?"
Ali mengedikkan bahunya. "Saya takut hal buruk kembali terjadi pada Mama saya."
Prilly mengangguk setuju sebagai seorang anak dia juga akan melakukan hal yang sama jika Ibunya yang berada di posisi Ibu Ali.
Ah Mama, Mama harus sehat terus ya? Jangan sakit-sakit untuk sekarang Prilly belum bisa jaga Mama soalnya.
Prilly terus berdoa di dalam hati supaya Mama dan Papanya baik-baik saja. Dia tidak ingin kedua orang tuanya yang sangat dicintai itu sakit.
Tidak. Prilly tidak mau orang tuanya sakit apalagi ditengah kondisi mereka seperti ini.
"Kamu nangis?"
Prilly tersentak luar biasa kaget ketika jemari Ali menyentuh pipinya yang entah sejak kapan sudah basah dengan air matanya.
Prilly buru-buru menyeka air matanya. "Maaf Pak." Prilly memohon maaf sambil terus mengusap pipinya yang sialannya justru semakin basah karena air matanya tak kunjung berhenti.
Ali tak menjauhkan tangannya dari wajah Prilly yang kini bersimbah air mata, gadis itu terlihat kesusahan menahan laju air matanya sampai akhirnya kedua tangan Ali merangkum wajah Prilly hingga gadis itu tidak bisa menyembunyikan lagi air matanya.
Dengan wajah bersimbah air mata Prilly menatap Ali. "Saya rindu Ibu saya Pak." Adunya sebelum tangisan itu berubah menjadi isakan kencang yang membuat Ali refleks memeluk tubuh mungil itu.
Prilly membenamkan wajahnya di dada Ali menumpahkan semua perasaannya yang berkecamuk melalui air mata yang kini sudah membasahi dada Ali.
"Sstt..anak manis jangan nangis! Ada saya di sini."
Prilly nyaris tersedak tawa mendengar penghiburan dari Ali yang terdengar begitu lucu dan menggelikan, ah tapi terlepas dari itu semua Prilly benar-benar menikmati pelukan hangat Ali. Sangat hangat.
*****
Selamat pagi semuanyaaa..
Jangan lupa promo 100k 7pdf hari ini ya hanya akan berlaku sampai sore nanti.
Oh ya, mulai hari ini aku akan kembali berlakukan komen banyak baru aku UPDATE lebih dari satu kali, nah nggak susah kan? Nggak dong ya.. Hehe..
Nah ayo jangan lupa komennya ya, baca komen kalian buat mood aku naik ide lancar dan Up-nya bisa sampai 3 atau 4 kali loh, makanya jangan malas-malas komen ya sayang-sayangku.. 🤗

KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Hati
RomanceStory terbaru aku setelah Lingkar Cinta jangan lupa dibaca yaa.. Ceritanya juga nggak kalah seru dengan ceritaku yang lainn.. Terima kasih..