Bab 25

1.7K 294 18
                                    


"Kamu sudah merasa lebih baik Kei?"Genta baru saja datang setelah seharian meninggalkan Keira bersama orang suruhannya.

Keira menoleh menatap Genta sejenak sebelum mengalihkan kembali pandangannya keluar jendela. "Aku tidak baik-baik saja atau mungkin tidak akan pernah baik-baik saja." Jawab Keira dengan nada dinginnya.

Genta menghela nafasnya. "Kamu kenapa sih Kei?" Genta meletakkan tasnya di sofa kecil di dalam kamar inap Keira.

"Aku muak."

"Aku juga muak Kei!" Kesabaran Genta benar-benar sudah di ambang batas menghadapi Keira yang semakin kekanakan saja.

Keira menoleh menatap Genta. "Kamu muak sama aku karena kamu mau balikan sama mantan sialan kamu itu kan?!" Keira berteriak kencang.

Genta memejamkan matanya berusaha mengontrol diri supaya tidak kelepasan dan berakhir membentak Keira kembali.

"Aku tidak akan kembali pada Prilly jika itu yang kamu takutkan." Ujar Genta dengan nada lelahnya.

"Kamu bohong!"

"Aku tidak berbohong Keira. Aku akan bertanggung jawab atas kamu dan anak kita." Genta kembali membujuk Keira. Dia takut wanita itu kehilangan kontrol dirinya dan membahayakan keselamatan bayi mereka.

Keira menatap Genta dengan pandangan tajam. "Lihat mataku dan coba kamu cari kebohongan seperti yang kamu tuduhkan!" Pinta Genta sambil melangkah mendekati ranjang Keira.

Genta tak melepaskan tatapannya dari Keira. Dia ingin wanita ini percaya padanya meskipun hatinya masih terpaut pada Prilly tapi dia sudah berjanji tidak akan membiarkan Keira dan bayi mereka terlunta-lunta karena dirinya. Genta akan bertanggung jawab sepenuhnya pada mereka.

Dengan kata lain Genta akan berusaha melepaskan Prilly dan mencoba mencintai Keira, berat memang tapi Genta tidak bisa berbuat banyak karena semua ini terjadi atas kelalaiannya dalam menjaga diri dan juga cintanya pada Prilly.

"Apa yang kamu lihat Keira? Apa kamu menemukan kebohongan yang kamu tuduhkan itu di sini?" Tanya Genta sambil menunjuk matanya.

Keira bungkam menatap Genta sedikit lebih lama sebelum kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela.

"Apa lagi yang menganggu pikiranmu Kei?" Nada suara Genta berubah melembut tangannya terulur mengusap kepala Keira dengan lembut.

"Aku ingin bahagia."

"Tentu. Dan aku akan berusaha membahagiakan kamu dan anak kita."

Keira menoleh menatap Genta kembali. "Tapi kebahagiaanku hanya dengan melihat Prilly menderita."

"Apa?!" Genta terlonjak kaget mendengar penuturan Keira.

Keira menipiskan bibirnya menatap Genta dengan penuh perhitungan. "Aku hanya akan bahagia jika Prilly menderita."

"Kamu jangan gila Keira!" Genta langsung menjauhi tangannya dari kepala Keira.

"Jika kamu tidak melakukannya maka aku sendiri yang akan mencari cara supaya Prilly menderita." Tambah Keira dengan seringai licik disudut bibirnya.

"Ya Tuhan.." Genta tak kuasa melihat Keira yang benar-benar berubah menjadi iblis betina itu.

**

Menjelang sore Prilly terbangun dari tidurnya lalu bergerak cepat menuju dapur.

Prilly merasa tidak enak meskipun Ali menyuruhnya untuk tidak bekerja tapi dia sudah terikat kontrak kerja bersama Ali jadi tidak etis rasanya jika dia hanya menerima gaji fantastis itu tanpa bekerja.

Prilly menggulung rambut panjangnya secara asal lalu bergerak menuju dapur, Prilly memulai dengan mencuci gelas dan piring kotor yang ada di sana.

"Kamu sudah bangun?"

Prilly hampir menjatuhkan gelas di tangannya ketika mendengar suara seorang perempuan di belakangnya dan ternyata Ibu Ali berdiri tepat di belakangnya.

"Ah ya maaf Nyonya." Prilly membungkukkan sedikit badannya.

"Tidak apa-apa. Dan tolong jangan panggil saya Nyonya panggil Ibu aja."

"Ah ya Buk."

"Kalau kamu tidak enak badan kamu istirahat saja. Luka kamu sudah mendingan?" Ratna melirik luka Prilly yang sudah berbalut perban.

Prilly ikut menatap lukanya jika di bilang mendingan sih tidak justru denyutan rasa sakitnya semakin intens saja namun Prilly tidak mungkin memberitahu Ratna dia merasa tidak enak.

"Iya Bu. Lukanya sudah mendingan kok." Jawab Prilly sopan.

Ratna menganggukkan kepalanya. "Saya ingin bertanya sesuatu."

"Silahkan Buk."

"Kamu asli dari kota ini aku luar daerah."

"Saya asli kota ini Buk." Prilly tidak berbohong karena dirinya memang asli dari kota ini.

Ratna mengangguk pelan. "Orang tua masih ada?"

Prilly menganggukkan kepalanya. "Masih, dua-duanya masih ada Buk."

"Kamu bekerja di sini untuk membangun keuangan keluarga?"

Prilly diam sejenak, dia tak langsung menjawab jika mengingat keluarganya rasa-rasanya Prilly tidak perlu bekerja seperti ini namun Prilly tidak mungkin mengatakan kebenarannya hingga akhirnya Prilly terpaksa berbohong dengan menganggukkan kepalanya.

Ratna kembali meneliti asisten rumah tangganya ini, jika dilihat dari pembawaannya dia merasa Prilly ini bukan dari kalangan biasa apalagi kalangan bawah. Pembawaan Prilly seolah menunjukkan jika dirinya berasal dari kalangan biasa.

Jujur Ratna benar-benar dibuat penasaran dengan asal usul gadis ini.

Prilly merasa tidak nyaman diperhatikan sedemikian rupa oleh Ibunya Ali namun dia hanya bisa diam saja karena tidak mungkin dia mengatakan ketidaknyamanan nya itu pada Ibu Ali.

"Oh ya kamu bisa masak?" Ratna bertanya tiba-tiba.

"Bisa Bu tapi saya tidak terlalu pandai urusan dapur." Jawab Prilly jujur.

Ratna menganggukkan kepalanya. "Tidak apa-apa nanti kamu bisa belajar."

"Iya Bu."

"Ya sudah saya ke kamar dulu. Kamu istirahat saja jika belum sanggup bekerja."

"Siap Bu. Saya tidak apa-apa." Prilly tersenyum sopan pada Ratna sebelum wanita itu menghilang dari dapur.

Prilly menghela nafasnya. Dia tegang sekali berbicara dengan Ibu Ali. Pembawaan Ibu Ali lebih tegas ketimbang Ibunya namun dia tahu Ibu Ali memiliki segudang kasih sayang untuk putranya sama seperti Ibunya.

Ah, dia jadi rindu Mamanya.

Prilly mengusap pelan sudut matanya yang tiba-tiba berair. Dia harus kembali bekerja karena sebelum menjelang malam dia harus siap-siap untuk bertemu dengan Ali.

Prilly masih penasaran dengan apa yang akan Ali bicarakan dengannya. Semoga saja bukan hal buruk karena Prilly tidak yakin dirinya masih sanggup menerima sesuatu yang buruk lagi.

Prilly meringis pelan ketika tanpa sengaja lukanya berbenturan dengan wastafel dapur.

"Aw! Sakit sekali." keluh Prilly meringis pelan.

Prilly mengabaikan rasa sakitnya karena dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya ini lalu bersiap untuk bertemu dengan Ali.

*****

Ada yang setuju kalau aku bikin promo khusus 17 Agustus nggak?

Permainan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang