Bab 27

1.5K 284 27
                                    


"Saya putri Haris Pratama Bu." Jawab Prilly dengan kepala tertunduk. Dia sudah tidak bisa berkelit terlebih dia merasa bersalah jika tidak mengakui orang tuanya.

Prilly yakin setelah ini dirinya akan segera ditendang dari rumah ini. Siapa yang akan memperkerjakan putri seorang pengusaha sesukses Haris Pratama.

Putri tunggal konglomerat melamar menjadi seorang pembantu siapa yang akan menerimanya? Tidak ada.

Prilly menghela nafasnya beberapa kali sebelum memberanikan dirinya menatap Ratna yang sejak tadi diam saja.

Apa wanita itu terkena serangan jantung?

"Bu?" Panggil Prilly sambil menggoyangkan tangannya di depan wajah Ratna yang mematung menatapnya.

"Kamu putri Julia?"

Prilly mengerutkan keningnya, bagaimana bisa Ibunya Ali tahu nama Ibunya?

Namun dengan wajah bingungnya Prilly tetap mengangguk pelan. "Iya Bu. Mama saya Julia."

"Ya Tuhanku!" Ratna langsung histeris membuat Prilly terlonjak kaget.

Refleks Prilly ikut berdiri ketika Ratna beranjak dari duduknya, Prilly mengira Ratna akan menjambak rambutnya karena sudah tidak jujur ketika melamar kerja di sini.

Prilly sudah bersiap untuk menghindar namun tiba-tiba tubuhnya berubah kaku saat Ratna memeluk tubuhnya dengan erat.

Nggak jadi di jambak nih ceritanya?

"Ya Tuhan, princess nya Mama." Ucap Ratna dengan isakan pelannya. Ratna terharu sekali ketika dia bisa kembali memeluk putri kecil yang sangat disayangi olehnya.

Prilly ternyata gadis kecil yang sangat ingin dijadikan menantu oleh almarhum suaminya. Dan sekarang gadis kecil itu justru datang sendiri ke rumah mereka meskipun dengan cara yang menurut Ratna tidak wajar.

"Ibu kenal saya?" Tanya Prilly setelah Ratna melepaskan pelukannya. Ratna tersenyum lebar sambil menangkup wajah Prilly. "Mama jangan panggil Ibu lagi sekarang kamu harus panggil Mama. Mama!" Ratna mengulangnya beberapa kali membuat Prilly semakin bingung saja.

"Sebenarnya ada apa Bu?" Tanya Prilly yang mulai gerah diperlakukan seperti ini. Ada apa sebenarnya?

"Kamu putri kecil Julia yang sangat Tante sayang cuma ketika beranjak dewasa kamu sudah jarang sekali mengunjungi rumah Tante." Ratna berkata cepat yang membuat Prilly semakin bingung saja.

"Saya kerumah Tante? Kapan?" Ulang Prilly lagi. Dia tidak merasa pernah mengunjungi rumah ini sebelumnya.

Ratna tersenyum lembut. "Bukan rumah ini tapi rumah lama kami. Ini rumah Ali bukan rumah Tante dan almarhum Om."

Prilly masih belum mengerti wajah bingungnya membuat senyum Ratna terbit. "Manis sekali calon mantuku."

"Ca..apa Bu?"

"Sudah dibilang panggilnya Mama jangan Bu lagi." Ratna langsung mengeluarkan protesnya yang membuat Prilly mengangguk kaku. "Maaf Ma..ma."

"Nah gitu dong." Ratna langsung tersenyum lebar karena berhasil membuat Prilly memanggilnya Mama.

Sejak dulu Ratna memang sangat menyukai Prilly kecil meskipun Prilly tidak mengingatnya namun Ratna masih mengingat dengan jelas bagaimana keimutannya gadis cantik ini ketika kecil.

"Oke sekarang saatnya kita berbagi cerita calon mantuku sayang." Ratna langsung mengiring Prilly menuju kamarnya.

Seperti kerbau di cucuk hidung nya Prilly membiarkan Ratna menyeretnya menuju kamar wanita itu.

Tadi Ibunya Ali menyebutnya calon mantu kan? Benarkan?

***

Satu minggu berlalu, tak terasa sudah satu minggu Ali bekerja diluar kota dan hari ini adalah jadwalnya untuk kembali ke ibukota.

Selama satu minggu di sini, Ali sudah memikirkan semuanya termasuk perasaannya yang menurut Ibunya sudah berlabuh pada Prilly. Ali tidak lagi memungkirinya namun jauh di dalam lubuk hatinya Ali masih belum bisa melupakan Shania sepenuhnya.

Wanita itu masih mengakar kuat di dalam hatinya. Sedangkan posisi Prilly masih terombang-ambing tak jelas di lingkar hati Ali.

Jadi Ali memilih untuk melupakan Prilly dan memulai kembali hidupnya seperti sedia kala. Posisi Prilly dirumahnya hanya sebagai pekerja tidak lebih.

"Lo udah siap?"

Ali mendongak menatap Tama yang sudah siap dengan tas ransel di punggungnya. "Udah tinggal masukin berkas ini ke tas." Ali menunjuk setumpuk berkas penting miliknya di atas ranjang.

"Nggak nyangka ya kalau lo turun tangan sendiri masyarakat bisa secepat itu luluh." Tama berkata dengan wajah kagumnya yang dibalas Ali dengan kedikan bahu. "Mereka hanya iba melihat wajah memelas gue." Kata Ali merendah diri.

Tama langsung mendengus. "Gimana kagak iba lah para istri maksa para suami untuk menjual tanah mereka gara-gara terpesona sama senyum lo."

Ali tertawa pelan, mereka ingin membangun sebuah hotel di daerah ini namun beberapa investor yang sudah mencoba bernegosiasi dengan masyarakat harus pulang dengan tangan kosong karena para masyarakat di sini menolak menjual tanah mereka.

Dan ketika Ali mencoba syukurnya mereka semua bersedia memberikan lahan mereka untuk di bangun hotel dibawah naungan perusahaan Ali.

Hebatnya lagi mereka menjual tanah mereka dibawah harga yang pernah ditawarkan oleh investor sebelumnya. Memang luar biasa rejeki anak soleh ini.

"Makanya rajin-rajin baca yasin biar mulut lo nggak sepet kalau ngomong sama orang."

"Setan lo!" maki Tama yang dibalas tawa oleh Ali.

Tok!

Tok!

Ali dan Tama serempak menoleh ke pintu kamar Ali di sana ada seorang perempuan cantik putri dari kepala desa yang sejak pertama kali melihat Ali sudah menaruh harapan pada pria itu.

"Oh Laras." Tama terlebih dahulu menyapa. Berbicara paras Ali akui Laras tergolong cantik bahkan sangat cantik dibandingkan gadis lain di desa ini selain cantik Laras juga seorang Bidan.

"Iya Mas. Bapak manggil Mas Ali katanya mau ngomong penting." Kata Laras dengan ekspresi malu-malu.

Ali yang sedang memasukkan pakaiannya menoleh menatap Laras yang langsung salah tingkah ditatap oleh Ali.

"Sebentar lagi saya akan temui Pak Kades." Kata Ali sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.

Laras undur diri meninggalkan Tama yang heboh sendiri memuji kecantikan Laras. Ali menanggapinya dengan santai bahkan ketika Tama mengatakan Laras adalah calon istri idaman Ali tidak menanggapi lebih karena baginya hanya Shania yang masih menjadi idaman hatinya.

"Gue tinggal dulu mau nemui Pak Kades."

Tama mengangguk pelan, mereka memang pindah ke rumah Pak Kades setelah pria itu meminta. Menurut Pak Kades tinggal di rumahnya lebih memudahkan Ali bernegosiasi dengan para masyarakat ketimbang tinggal di penginapan selain jauh juga membuang-buang waktu.

Akhirnya di sinilah Ali menghabiskan waktunya selama satu minggu di sini hingga bertemu dengan Laras yang sepertinya tidak akan melepaskan Ali lagi.

*****

Jangan lupa hari ini ada Promo Kemerdekaan yaaa..

Langsung aja chat ke wa..

Permainan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang