Written by 🌵❄️
Suara gemuruh kedatangan kereta membuat semua orang bersigap, melongok kira-kira manakah kereta tersebut akan menuju. Aku pun demikian, namun tetap saja tidak seantusias yang lain karena tubuhku sudah sangat lesu untuk sekedar beranjak.
Kereta datang. Sebagian orang seperti melepas setengah beban hidupnya, bernapas lega karena penantian lama akhirnya datang juga. Sebagian lagi mendecak kesal, yang satu itu bukan tujuannya. Dan lagi harus menunggu beberapa waktu untuk selanjutnya.
Kereta yang satu itu pun bukan tujuanku. Aku mundur lagi ke tengah-tengah peron, mencari tiang yang siapa tahu dapat menjadi sandaran. Huft, melongok ke arah papan jadwal keberangkatan kereta, persetan, benda itu mati. Aku tidak tahu harus berapa lama lagi menunggu kereta selanjutnya.
Sudah jam empat sore, kereta tujuanku tak kunjung datang. Ada pikiran untuk menggunakan transportasi online, namun tujuanku jauh, pasti akan sangat mahal. Aku merogoh dompet yang ada di tas, harap-harap cemas mengecek isinya, walaupun sudah tahu isinya tak mungkin melebihi ekspektasi. Dua ratus ribu. Ya, dua lembar ratusan ribu, tiga lembar lima ribuan, dan beberapa uang koin yang bahkan aku malas untuk mengetahui berapa nominalnya.
"Kalau uangku habis, pasti akan minta lagi kepada ibu. Sedangkan aku belum dapat pekerjaan."
"Memang aku belum minta uang sedikitpun kepada mereka. Selama ini aku menggunakan uang tabungan sisa SMA, sewaktu masih dapat uang jajan."
Aku menghela nafas,
"Tapi kalau sudah lulus dan tetap meminta uang, pasti akan menjadi beban..."
SREETT
Aku tidak tahu apa yang terjadi, sepertinya aku sedikit hanyut dalam pikiran dan tidak sempat menyadari apa yang barusan terjadi. Dompet di genggamanku tiada. Aku baru saja kecopetan, aku tahu itu. Entah mengapa dunia seperti terkena slowmotion, aku melihat pencuri itu lari, dan beberapa reaksi orang yang kaget namun tak melakukan apa-apa.
"Apa aku hanya diam saja."
"Tapi di dalam dompet itu ada dua ratus ribu yang beharga."
"BAJINGAANNNN!"
"Tidak, aku tidak selemah itu untuk menyerah."
Aku berlari mendekati pencopet itu tidak kalah cepat. Aku tak punya keahlian bela diri atau apapun, aku hanya ingin dua ratus ribuku kembali. Aku menghantam tengkuk, menggenggam baju bagian depannya, menampar sekaligus menghempaskannya ke peron. Aku segera mengambil kembali dompetku. Pencuri ini tidak terlalu berbadan besar, bahkan aku yang tidak punya kemampuan bela diripun bisa membuatnya tak berkutik. Namun tetap saja, kemarahanku belum padam, aku sangat kesal, dan sedikit lepas kendali.
"Kau pikir hanya kau saja yang hidup miskin?!"
Aku berteriak sekencang mungkin yang jelas kutujukan kepada pencuri yang masih terduduk di atas peron.
"Aku juga tidak punya uang!! Aku juga sedang kesusahan!"
"Ini, di dalam dompet ini ada dua ratus ribu yang sangat berharga dan seenaknya mau kamu ambil?!"
"AKU TAHU KITA SAMA-SAMA HIDUP SUSAH MAKANYA KITA HARUS LEBIH BERUSAHA!"
Aku menyelesaikan kalimat terakhirku dengan sedikit bergetar, yah tapi mau bagaimana lagi. Aku segera berbalik dan berjalan entah kemana. Seketika aku menjadi pusat perhatian semua orang, ku lirik pencuri itu telah ditangani petugas kereta yang berjaga. Aku masih terus berjalan dengan amarah, mataku panas dan basah sehingga tak begitu memperhatikan jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️Together With Nominfess
Fanfiction☆.。.:* Special Edition .。.:*☆ This book brought to you from the collaboration with a twitter autobase; @nominfess_ Come, and hope you'll find a little things called happiness in these simple love stories about the lover and his dearest. ©2020 withno...