✎ Is It Right

959 85 3
                                    

written by Jiey7_


"Jaemin-ah, Jeno sudah datang," ibu Jaemin menggedor pintu kamar sang anak pelan sambil sedikit berteriak.

"Iya, aku akan turun," Jaemin yang sedang mematut dirinya di cermin segera mengambil tas sekolahnya dan pergi keluar dari kamarnya.

"Cepatlah, kalian akan telat jika tidak segera berangkat," ternyata ibunya masih berada di depan pintu dan segera mengeluarkan sedikit omelannya lalu berjalan turun ke ruang tamu diikuti oleh Jaemin.

"Eomma," Jaemin berujar pelan dan dibalas deheman oleh ibunya, "hari ini aku akan menginap di rumah Renjun, ada tugas yang harus segera diselesaikan."

"Baiklah, jangan tidur terlalu malam," Jaemin hanya mengangguk untuk membalas wejangan sang ibu.

Mereka berdua sudah sampai di ruang tamu yang sudah terlebih dulu diisi oleh ayah Jaemin dan Jeno, sang kekasih. Tanpa menunda waktu mereka segera pamit untuk pergi ke sekolah, Jaemin mengikuti Jeno yang berjalan ke arah motornya yang terparkir tepat di depan gerbang rumahnya dan segera mengambil helm yang Jeno sodorkan.

"Kau sudah bilang akan menginap di rumah Renjun kan?" tanya Jeno sambil membantu Jaemin mengenakan helmnya.

"Ya, aku juga sudah memberitahu Renjun," ujar Jaemin pelan.


...


Mereka berpamitan dengan orang tua Jaemin untuk pergi ke sekolah, namun motor yang Jeno kendarai malah kembali terparkir di garasi rumahnya.

"Ke kamarlah duluan, aku akan mengambil minum," ujar Jeno sambil melepaskan jaketnya dan meletakannya sembarangan di sofa ruang tamunya, Jaemin mengangguk dan berjalan ke kamar Jeno yang ada di lantai dua, dia cukup hapal dengan isi rumah Jeno karena sudah sangat biasa untuknya mengunjungi kediaman kekasihnya itu.

Sesampainya di kamar Jeno Jaemin segera meletakan tasnya di atas meja belajar pria itu dan juga melepas jaketnya, tanpa ragu Jaemin segera membaringkan tubuhnya di ranjang kekasihnya dan sedikit meringkuk di sana.

Jeno masuk dengan sebuah gelas dan juga teko kaca penuh dengan air, dia meletakan semua itu di meja belajarnya dan berjalan ke arah lemari untuk mencari sesuatu. Setelah sedikit memberantakan pakaiannya Jeno menyerahkan sebuah kaos besar kepada Jaemin yang masih tidur meringkuk di kasurnya.

"Ganti pakaianmu dulu," Jaemin tidak berusaha mengambil kaos yang Jeno serahkan, Jeno pun hanya meletakannya di atas tubuh sang kekasih.

"Aku akan mengambil handuk baru dan kain di kamar orang tuaku, tenangkan dirimu dulu," Jeno mengelus kepala Jaemin dengan sangat lembut sebelum meniggalkannya.

Jaemin yang masih meringkuk tanpa sadar mulai mengeluarkan air matanya, dia tidak siap dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia terus mencoba menahan tangisannya agar tidak semakin kencang namun itu tidak berhasil, isakannya mulai keluar dan siapapun yang mendengarnya akan dapat merasakan kesakitan yang dia rasakan.

Jeno kembali ke kamarnya dan hanya diam saat melihat tubuh Jaemin mulai bergetar dan tangisannya terdengar semakin kencang dan memilukan. Dia membiarkan Jaemin bersama kesedihannya untuk beberapa saat lalu mulai menghampiri pria manis itu dan duduk di pinggir ranjang, Jeno menundukan tubuhnya dan memeluk tubuh Jaemin yang masih terus bergetar.

Jaemin membalas pelukan itu tanpa memelankan tangisnya, membuat mereka diam dalam posisi berpelukan dengan Jaemin yang berbaring dan Jeno duduk sambil membungkukan badannya. Setelah beberapa saat tangisan Jaemin akhirnya reda walaupun air matanya tidak bisa berhenti untuk tidak keluar, begitupun air mata Jeno yang juga ikut menetes tanpa Jaemin sadari.

"Kau sudah lebih tenang?" suara Jeno terdengar sedikit serak karena dia menahan suara tangisnya sedari tadi demi menenangkan kekasihnya yang sedang bersedih.

Jaemin yang masih memeluk Jeno menganggukan sedikit kepalanya dan mulai melepaskan tangannya dari Jeno.

"Ganti bajumu dulu," Jeno membantu Jaemin melepaskan kancing kemeja sekolahnya dan Jaemin hanya diam dengan memperhatikan wajah Jeno yang terlihat sedikit muram, Jaemin bisa melihat bekas air mata yang mengering di pipi pria itu.

"Apa ini yang terbaik?" tanya Jaemin pelan.

"Kita mungkin akan sangat menyesalinya nanti, tapi hanya ini yang bisa kita lakukan, maafkan aku," Jeno mencium kening Jaemin dalam lalu melepaskan kemeja Jaemin dan menggantinya dengan kaosnya.

Jeno juga membantu Jaemin bangkit untuk melepaskan celana seragam dan celana dalamnya, jadi saat ini Jaemin hanya mengenakan atasan yang sedikit kebesaran dan hanya dapat menutupi sampai setengah pahanya tanpa bawahan sama sekali. Jeno membuat Jaemin duduk di pinggiran kasur dan mencium bibirnya dengan penuh kasih sayang.

"Maafkan aku," ujar Jano penuh penyesalan sambil menempelkan kening mereka berdua, setelahnya pria itu membawa Jaemin masuk ke dalam kamar mandinya dan mendudukan pria manis itu di closetnya yang sudah terbuka.

Jaemin hanya diam menuruti segala yang Jeno lakukan, Jeno keluar sebentar dan kembali masuk dengan membawa air dan juga handuk yang sudah dia siapkan.

"Apa kau siap?" tanya Jeno sambil membelai rambut Jaemin penuh sayang dan hanya dibalas Jaemin dengan anggukan lemah.

Jeno segera merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sebungkus obat dari sana, dia melepas pembungkus obat itu dan menyodorkan isinya ke mulut Jaemin, Jaemin menerima obat yang Jeno berikan padanya dengan sedikit berat hati dan Jeno segera memberikan segelas air untuk membantunya mencerna obat itu.

Setelah obatnya berhasil dia telan Jeno segera mensejajarkan tubuhnya dengan Jaemin dan memeluk pria itu erat, "Ini sudah benar, kita bisa mendapatkannya lagi nanti, setelah kau berhasil menjadi perancang yang sangat terkenal, setelah aku berhasil menjadi pengacara yang sukses, kita akan menikah dan mendapatkan penggantinya," Jeno mengucapkan semua itu dengan air mata yang terus menetes.

Kamar mandi Jeno pun menjadi saksi tangisan pilu dua orang remaja yang memutuskan mengakhiri hidup janin yang mereka hasilkan demi mimpi panjang yang sudah mereka susun.





...


...


...

END

✔️Together With NominfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang