✎ Enigma

1.3K 116 1
                                    

Written by chiggady


Sesungguhnya, ada banyak hal yang tidak pernah dibicarakan terang-terangan oleh orang dewasa. Dan, bila dilihat dari sudut pandang bocah yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak, dengan segala keluguan dan keingintahuan yang teramat besar, ada lebih banyak pertanyaan pula yang acap kali tak terjawab dan tanpa disadari telah memenuhi kepala kecil mereka. Semuanya bertaut, yang meski bagai ribuan benang kusut, namun rasa antusias untuk mengusut semuanya agaknya nampak lebih mengalihkan. Rasanya mendebarkan. Seperti perasaan ketika kita sedang bersiap untuk membuka kado-kado pada malam natal.

Orang dewasa tidak pernah membicarakan bagaimana dinosaurus bisa punah dan kita tidak dapat melihat mereka lagi sekarang. Apakah mereka tidak dijaga dengan baik? Apakah mereka punah karena perburuan liar? Mereka juga tidak pernah menjelaskan bagaimana ada ratusan negara beserta orang-orang di dalamnya yang dapat berbicara dengan ribuan bahasa yang berbeda. Kenapa harus ada banyak bahasa? Kenapa yang digunakan tidak satu saja, agar semua orang di bumi ini dapat berkomunikasi tanpa kendala? Orang dewasa pun tidak menyinggung masalah mengapa anak-anak tidak boleh tidur selarut mereka. Padahal, kalau anak-anak diharuskan tidur lebih awal, secara tidak langsung waktu bermain pun terpotong, bukan?

Namun, seiring berjalannya waktu, semua pertanyaan yang kedengarannya tidak masuk akal itu, seolah terjawab begitu saja. Bahkan pada suatu hari di puncak musim panas yang terasa dingin karena diguyur hujan sejak pagi buta, ketika Jaemin duduk di salah satu kursi bus dengan sepasang telinga yang sengaja disumpal dan kepala yang terus memandang ke luar jendelaㅡia sadar betul akan kehadiran seorang pemuda yang duduk di sampingnya pada pemberhentian pertama tadi. Jari-jarinya perlahan meremat ujung baju hangat yang berada di pangkuannya sendiri, seiring dengan lelehan hangat air mata yang mulai menggenangi pelupuk.

Jaemin menyandarkan kepalanya pada kaca jendela bus, membiarkan pemuda yang duduk di samping meraih tangannya untuk digenggam erat dengan mudah. Sebab dia tahu, dia selalu kalah sebelum berperang. Dan, dengan membiarkan dirinya kembali lengah dan jatuh lebih dalam lagi ke pelukan seseorang yang telah melukai hatinya untuk yang ke sekian kalinya, Jaemin tentu tahu dirinya lagi-lagi dihadapkan pada konsekuensi yang sama.

Pagi itu, Na Jaemin menemukan satu hal lagi yang tidak pernah orang dewasa beritahu padanya sewaktu ia masih kecil.

Yakni, tentang betapa rumitnya cinta itu.

__

"Selamat ulang tahun, sayang," sebuah kecupan singkat didaratkan di pipi. Jaemin mengulas senyum tipis, menggumamkan kata terimakasih dengan sangat pelan. Pemuda itu merangkulkan lengan di pinggangnya, secara tidak langsung berusaha menarik tubuh kurusnya untuk mendekat. "Katakan padaku, apa yang kau inginkan tahun ini?"

Senyuman itu perlahan memudar, seiring dengan sorot matanya yang meredup sendu. Namun, untungnya, sang lawan bicara tidak menyadari hal tersebut. Jaemin menggeleng kecil, tetapi pemuda itu malah menggodanya.

"Ayolah," bujuknya. "Aku akan membelikan atau melakukan hal apapun yang kau mau."

Penyandang marga Na itu berdeham, sebelum akhirnya menarik diri. Lawan bicaranya tentu saja merasa kebingungan dengan perubahan sikapnya yang terbilang cukup tiba-tiba. Paham bahwa sang kekasih mungkin ingin membicarakan sesuatu yang serius, ia pun melepaskan pelukannya.

"Hubungan ini," lirih Jaemin. "Aku ingin mengakhirinya."

Jaemin menggigit bibir bawahnya, menatap pemuda di sampingnya lamat-lamat. Namun, lawan bicaranya itu tidak nampak terkejut. Tidak juga marah atau kecewa. Ia sempat bergeming untuk beberapa detik ke depan, sebelum akhirnya menengadahkan kepalanya ke langit terbuka sembari menutup kedua mata, menghirup dalam-dalam aroma tanah yang masih menguar meski hujan sudah berhenti hampir satu setengah jam yang lalu.

✔️Together With NominfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang