written by jjeolojuja(__)
Jeno mengurutkan kertas hasil fotokopi catatan materi pelajaran milik Renjun, teman sekelas Jaemin, ke atas meja belajar. Sesekali dia menoleh ketika mendengar suara sprei beradu dengan baju ketika Jaemin berbalik . Selimut hijau yang dia gunakan nampak kontras dengan kulit pucat dan rambut biru pudarnya. Mata bulat itu nampak sayu dan sedikit bengkak.
Jeno menoleh ketika dia merada Jaemin terus menatapnya sedari tadi.
"Kenapa?" Jeno menaikkan kedua alis. "Kau haus?"
Jaemin mengangguk. Jeno membantu Jaemin bersandar di kepala tempat tidur setelah sebelumnya mendirikan bantal untuk mengganjal punggung sang pemuda tersebut. Setelah memastikan letak bantal, Jeno membantu Jaemin minum.
Gelas minuman dijauhkan oleh Jaemin. "Sudah."
Jeno duduk di pinggir tempat tidur. Tangan kirinya masih memegang gelas, sedang tangan kanan mengelus pelan rambut Jaemin. Dia tersenyum manis.
"Mau makan? Aku sudah belikan bubur."
Jaemin menggeleng. "Aku mau muntah, Jeno."
"Mau ke toilet?"
Telunjuk Jaemin terarah pada ember kecil di dekat kaki tempat tidur. Jeno segera mengambil benda itu dan memegang tepat ketika Jaemin memuntahkan isi perutnya. Sebelah tangan Jeno meraih selembar tisu dari kotak di meja nakas. Dia mmnyeka keringat yang mengalir di belakang telinga Jaemin sambil memegangi ember.
"Ugh!" Jaemin merintih pelan. Kedua buku jarinya memutih karena meremas selimut erat-erat.
"Sudah? Kalau sudah, kumur dulu. Nanti mulutmu asam."
Jaemin mengangguk. Diraihnya gelas yang diulurkan Jeno. Setelah membuang air ke dalam ember, dia menyandarkan tubuh kemudian memejamkan mata. Bisa didengarnya Jeno masuk ke dalam kamar kecil. Kemudian suara toilet yang disiram dan pintu yang ditutup kembali. Lalu pinggir tempat tidur yang agak menurun dan tangannya yang digenggam.
Pelan-pelan Jaemin membuka mata. Senyum hangat Jeno menyambut detik itu juga.
"Maafkan aku," lirihnya. "Aku janji membuatkan kue untuk kita. Tapi aku malah sakit."
Genggaman tangan Jeno semakin erat. "Kesehatanmu lebih dulu, sayang. Aku tidak akan menikmati kue buatanmu kalau setelahnya kau malah sakit."
"Maaf." Jaemin menunduk. "Lombanya tiga minggu lagi. Kami jadi semakin intens mempersiapkan semuanya."
"Aku tahu." Jeno mengusap pipi Jaemin. Dia tidak demam, tapi pipinya menghangat. "Kesehatanmu juga penting. Renjun bilang akhir-akhir ini kau sering melewatkan makan siang dan tidur larut malam."
Jaemin mengangguk lagi, tapi kali ini tanpa menatap Jeno.
"Na. Hei." Jeno menggunakan telunjuk dan ibu jarinya untuk mengangkat dagu Jaemin. "Aku tidak marah."
Jaemin menganggu kecil.
"Ya sudah, sekarang kau istirahat dulu." Jeno kembali membantu Jaemin berbaring. Setelah nyaman, dia merapikan ujung selimut yang terlipat lalu mengusap rambut sang kekasih. Melihat Jaemin sudah memejamkan mata, Jeno berbalik untuk menyelesaikan kegiatan merapikan kertas materi yang tertunda.
Baru memulai, suara Jaemin menginterupsi kegiatannya. "Jeno, aku mau minta tolong."
Jeno duduk lagi di pinggir tempat tidur, menatap Jaemin dengan kedua alis terangkat.
Lagi-lagi, pipi Jaemin menghangat ketika dia berkata, "Aku kedinginan. Boleh temani aku di sini?"
Jeno tersenyum. "Di mana?"
"Di sini." Jaemin menepuk sisi yang kosong pada tempat tidurnya. "Kalau kau tidak keberatan."
"Kalau aku keberatan, bagaimana?"
Jaemin memajukan bibir. Lengan Jeno didorongnya pelan. "Kau jahil sekali, sih!"
Jeno tergelak. Dia berjalan memutari tempat tidur. Sebelum benar-benar naik, dia bertanya lagi, "Kalau aku menemanimu di sini, aku dapat apa?"
"Ih!" Jaemin menarik jemari Jeno. "Jeno jahat!"
"Iya, iya. Ini, aku mengalah." Jeno menyingkap selimut, berbaring di samping Jaemin, kemudian menggunakan selimut itu untuk menutupi tubuh keduanya. Pelukan yang hangat hadir bersamaan dengan telinga Jaemin yang pelan-pelan memerah.
"This is nice," bisik Jaemin. Diraihnya bagian depan baju Jeno sebelum menyamankan posisi.
"Huh?"
"Sepertinya aku akan sembuh malam ini." Jaemin tersenyum kecil.
Jeno mengusap rambut Jaemin. "Jadi, kau sakit supaya bisa memelukku? Begitu?"
"Tidak!" sergah Jaemin. "Aku memang benar-benar sakit."
"Iya, percaya," kata Jeno.
Jaemin memejamkan mata. Jeno masih membelai rambutnya. Bunyi jarum jam beradu dengan baling-baling kipas angin yang berputar pelan. Suara pintu pagar rumah tetangga yang dibuka sebelum mobil berlalu. Angin berhembus melewati jendela yang terbuka, nyaris menghamburkan kertas materi yang lupa Jeno satukan dengan klip kertas. Dia jadi ikut memejamkan mata setelah merasakan napas teratur yang berhembus megenai dadanya.
Lalu mata Jeno dan Jaemin terbuka bersamaan.
"Perutmu berbunyi," bisik Jeno.
Jaemin mengangguk dan langsung memeluk perutnya.
"Aku ambilkan bubur ya." Jeno beranjak dari tempat tidur. "Aku suapi," ucapnya sambil meraih gelas minuman Jaemin yang sudah kosong.
"Iya." Jaemin tersenyum kecil. "Terimakasih."
Jeno balas tersenyum. Bibir Jaemin dikecup sebentar. "Sama-sama sayangku."
End.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️Together With Nominfess
Fanfiction☆.。.:* Special Edition .。.:*☆ This book brought to you from the collaboration with a twitter autobase; @nominfess_ Come, and hope you'll find a little things called happiness in these simple love stories about the lover and his dearest. ©2020 withno...