written by milkyyorange
Jaemin terduduk di ranjang kamarnya. Keheningan tetap menemani dalam beberapa menit kemudian. Dinding kamar yang sengaja di warnai putih tidak memberikan efek apapun pada suasana hatinya.
"Jaemin, ayo makan dulu."
Lamunan nya terpecah kala sang ibu mengetuk pintu dan memanggilnya.
"Nanti aja bu," sahut Jaemin lirih namun tetap bisa didengar oleh ibunya.
Sementara diluar, sang ibu hanya menghela nafas pelan mendengar sahutan anak semata wayangnya yang masih kalut akan kejadian tadi siang.
Ibunya membiarkan dirinya tetap berdiam diri di dalam kamar. Ia lanjutkan lamunan tak berujung yang sudah biasa ia lakukan kala pikirannya kalut.
Pikirannya melayang pada kejadian siang tadi di kantor Jeno. Ia mendapati laki-laki yang sangat ia sayang itu sedang berduaan dengan perempuan lain. Ia jelas merasa marah pada Jeno.
Jeno adalah pemilik satu perusahaan besar di kota mereka. Hari-hari Jeno dipenuhi dengan rapat, dokumen, kunjungan, dan segala hal-hal yang bersangkutan dengan bisnisnya.
Sementara itu Jaemin di rumah cukup kesepian. Ditemani dengan beberapa asisten rumah tangga dan fasilitas rumah yang menakjubkan tidak bisa mengembalikan kebahagiaannya. Bahkan kekesalan turut serta menghampiri dirinya.
Segala kekesalan yang sudah ia pendam sejak lama berakhir meletus siang tadi saat ia pergi ke kantor sang suami dan mendapati suami nya sedang memeluk salah satu karyawan kantor.
Dengan tergesa ia kembali ke rumah membereskan beberapa pakaian dan kembali ke rumah orang tua nya yang cukup dua puluh menit perjalanan.
Jeno yang dipergoki sedang memeluk perempuan yang merupakan bawahannya segera mengejar Jaemin. Namun saat ia sampai rumah, sudah kehilangan jejak Jaemin.
Krukk
Perut nya berbunyi menandakan habisnya bahan pencernaan telah terjadi di sana. Jaemin menghela nafas pelan lalu melihat perutnya sekilas.
Ia berdiri dan melangkah ke depan cermin. Bisa dilihat oleh matanya jika badannya itu kian hari kian kurus. Bahkan pipi yang dulunya tumpah ruah seperti bakpau kini menyusut seolah kehilangan bentuknya.
Jaemin memutuskan untuk keluar dari kamar. Entah untuk sekadar mencari angin atau memakan sesuatu yang kemungkinan sudah disiapkan oleh ibunya.
Kaki nya membawa ia melangkah ke ruang tv yang tidak jauh dari meja makan. Di ruang tv tersebut terdapat sofa yang biasa digunakan oleh ayah, ibu, maupun dirinya duduk entah sekadar mengobrol atau menonton tv bersama.
Jaemin terduduk di salah satu sofa, netra nya menatap pada satu figura di samping rak buku yang berisi buku-buku kesayangan ibunya.
Figura itu berisi beberapa foto yang ditata sedemian rupa hingga bisa digunakan untuk menceritakan kembali bagaimana ia bisa bertemu dengan Jeno, bagaimana saat Jeno menembaknya, bagaimana saat dirinya dan Jeno berpacaran, dan terakhir saat Jeno melamarnya.
Selama beberapa menit pandangannya masih terpaku pada figura itu. Bola mata hitamnya bergulir dari satu foto ke foto yang lain. Aku masih mencintainya, tuhan. Bisik hati kecilnya
"Jaem, sedang apa kamu?" suara berat ayahnya menginterupsi dirinya. "Oh iya, nggak mau menyelesaikan masalah diantara kamu dan Jeno dengan baik-baik?"
Mendengar pertanyaan sang ayah, Jaemin menunduk. Sangat tidak salah jika ia masih berharap mau kembali pada sosok yang sangat ia sayang itu. Namun apa daya, rasa kecewa sudah melingkupi hatinya terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️Together With Nominfess
Fanfiction☆.。.:* Special Edition .。.:*☆ This book brought to you from the collaboration with a twitter autobase; @nominfess_ Come, and hope you'll find a little things called happiness in these simple love stories about the lover and his dearest. ©2020 withno...