✎ For You

3K 148 2
                                    

Written by anginzeus


•• Jeno x Jaemin

•• Drama semi fluff

•• ceritaku hanya fiksi belaka •-•)v





___________

Lazuardi begitu terang menyambut senja yang hangat. Jaemin—harusnya senang karena bisa berjumpa dengan Jeno tapi juga tidak di waktu yang sama. Pemuda itu terlampau asyik mengemong dirinya, seolah ia adalah penjelmaan batita yang harus di rawat dengan benar. Mau marah, mana tega Jaemin melakukannya. Padahal siapa yang merawat siapa di sini?

"Aku punya tangan, Jen."

"Eh, kemari. Makanmu berantakan, ada sisa cokelat." tak acuh, Jeno mengusap sudut bibir Jaemin dengan lembut. "Aiguu, umurmu benar duapuluh bukan sih?"

Netra Jaemin memutar dramatik.

"Too much. Aku akan adukan ini pada pacarmu nanti."

"Menghina ya?"

Jeno memencet hidung Jaemin keras-keras seraya mengurai tawa gemas. Satu sisi, Jaemin sangat ingin mengabadikan momen seperti ini dan menyimpannya baik-baik. Ah~ segala sesuatu tentang Jeno selalu terpatri begitu saja di ingatannya. Terlebih, melihat sorot penuh cinta—yang juga menyakitinya pada waktu sama.

Jaemin sangat tahu Jeno tak memiliki kekasih. Sekadar punya teman wanitapun tidak. Acap kali, Jaemin ingin melepas harapan besar tapi juga tidak berani mengambil resiko jatuh dari ketinggian. Kedekatan seperti ini saja sangat harus ia syukuri. Lagipula, Jeno tak sama sepertinya.

"Katakan padaku kalau minatmu sudah putar haluan. Benar, 'kan?" tuding Jaemin tepat di depan hidung Jeno.

"Spekulasimu tidak berdasar sekali."

"Oho! Awas ya kalau tiba-tiba naksir padaku," kemudian Jaemin melepas tawa renyah tanpa memperhatikan suasana hangat sejak tadi berganti mendung dan dingin.

Alih-alih menanggapi, Jaemin lebih dulu menyalahi mulutnya yang tak berfikir ketika mengatakan itu.

"Jen—"

"Punya kekasih. Menikah. Memiliki anak sendiri maupun adopsi. Peliharaan lucu. Rumah sederhana. Memikirkannya sampai sejauh itu saja aku terlalu takut."

Jaemin memperhatikan dengan baik setiap senyum yang Jeno lukis. Terlebih, bagaimana raut bahagia di sana begitu nampak jelas walau hanya sekadar khayalan.

"Aku—tidak berani melewati garis itu. Mereka terus saja mengumbar harapan kosong yang aku ketahui kemana sebenarnya akan bermuara. Harapan itu ada tapi juga tidak. Kalaupun pasti, seseorang harus menukar hidupnya denganku." lanjut Jeno amat pelan dengan senyum tipis. "Itu mustahil."

Senyum itu terlihat getir. Menepis kenyataan tidak merubah yang terjadi, tapi Jaemin sangat ingin menolak percaya. Terlampau menyakitkan ketika kesakitan itu juga terasa olehnya.

"Hei. Bagaimana dengan taman bermain?" Jaemin bertingkah seolah tak pernah mendengar ocehan Jeno barusan dan memberinya senyum termanis yang ia punya.

Jeno nampak maklum.

"Aku beruntung memilikimu."



Malam telah di puncak. Kedai-kedai pinggir jalan ramai pengunjung yang di dominasi pekerja kantoran, pelajar dan anak muda nongkrong. Tidak sedikit dari mereka berteriak absurd ketika keluar dari tenda kedai dengan dipapah oleh rekan mereka.

✔️Together With NominfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang