Pertemuan 31

1.2K 42 2
                                    

Selamat membaca!!!🌻

Bismillaahirrohmaanirrohiim...
________________________________

Untaian kata itu membuat aku kamu menjadi kita.

* R P P *


Esok adalah hari yang ditunggu Daffa dan Jihan. Hari pernyataan Daffa untuk menjadikan Jihan sebagai miliknya. Setelah bertahun-tahun dia menunggu, kini selangkah lagi dia bisa memiliki Jihan.

Hati Daffa begitu gelisah semenjak semalam. Benar apa yang dikatakan pamannya. Jangan bercanda dengan ijab kabul. Kini dia merasa gugup setengah mati mencoba merapalkan kata-kata itu.

Rasa bahagia, gugup dan resah berkumpul menjadi satu di dalam hatinya. Sehingga perasaannya mampu mempengaruhi pikirannya. Maka pantas, sedari tadi sore tubuhnya tak bisa diam.

"Katanya tak sabar ingin merasakan akad nikah? Belum juga akad nikah, sudah gelisah begitu. Dasar! Rasakan tuh omonganmu dulu!," tawa Akmal menggoda Daffa yang sibuk berjalan mondar-mandir tak jelas.

Daffa hanya bisa terdiam. Tatapan tajamnya dia berikan untuk pamannya itu. Rasanya ingin berteriak melepaskan rasa gugupnya. Tak biasanya dia segugup ini dalam hidupnya.

"Intinya kamu harus banyak berdoa, semoga dilancarkan segalanya. Tenang saja, tidak ada lelaki yang akan mengambil Jihan darimu," canda Akmal.

Sejenak Daffa memikirkan apa yang diucapkan pamannya. Perasaannya memang telah mensugesti pikirannya. Ketegangan ini membuatnya tak bisa memikirkan apapun. Ketenangan yang ia perlukan saat ini.

Ingin rasanya dia mendengar suara perempuannya yang cukup menenangkan hatinya saat ini. Tetapi apa daya, ponselnya disita oleh pamannya sendiri walau hanya untuk hari ini. Kata pamannya, biar rindunya semakin berat pada perempuannya. Padahal memang Daffa sudah tak menghubungi Jihan seminggu ini.

Kelelahan sudah nampak di wajah Daffa. Dia harus istirahat. Usai melaksanakan shalat malam, dia pun berdoa semoga acara akad nikahnya berjalan dengan lancar. Hingga rasa kantuk itu menyergap pada tubuhnya.

Ketika Daffa bangun, kembali kegugupan itu melanda dirinya lagi. Tapi dia coba untuk menghilangkannya. Suara derap langkah mendekati kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

Suara kamarnya diketuk dan nampaklah Ardi membukakan pintu kamarnya. Ayahnya menampilkan wajah kesal padanya. Rupanya dia sadar jam di kamarnya sudah menunjukkan pukul setengah enam.

"Cepat bangun! Tak biasanya kamu bangun jam segini! Semalam kamu tidur jam berapa?" Cecar Ardi sambil bertolak pinggang.

"Ma-maaf, Pah! Daffa terlambat. Daffa langsung sholat Shubuh. Terus bersiap untuk acara," lirihnya.

Ardi hanya mengangguk, dia langsung meninggalkan Daffa tanpa ucapan yang lainnya. Dengan sigap Daffa langsung menuju kamar mandi. Dia tak ingin terlambat untuk segalanya hari ini. Cukup terlambat bangun saja.

Daffa melangkah dengan tegapnya. Dia menuruni tangga dengan rasa tak menentu. Tapi dia berusaha untuk terlihat bahagia tanpa beban di mata keluarganya.

Keluarganya memang telah berkumpul. Bahkan adik ayahnya dari Surabaya pun menyempatkan hadir. Begitu juga dengan keluarga dari almarhum ibunya, walau diwakili oleh adik bungsu ibunya. Tapi itu cukup membuat Daffa bahagia.

Bahkan Andre dan Tata pun ternyata sudah berdiri dengan pasangannya masing-masing. Sebagai sahabat karib Daffa, mereka ingin menyaksikan Daffa mengucapkan kalimat sakral itu. Apalagi mereka seolah tak percaya dengan video undangan yang dikirim Daffa untuk mereka.

Remaja Pengagum Perempuan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang