Sedari tadi Arum tidak mengeluarkan suara, gadis itu melipat tangan di depan dada dengan kepala yang di miringkan ke samping jendela mobil, tidak mau meladeni semua bujuk rayu Alain yang kini duduk tepat di sampingnya sekarang.
Rasa kesal masih mendominasi hatinya, ingin sekali ia memukul wajah kedua Kakak kembarnya itu hingga babak belur. Tapi, ia masih waras kalau melakukan itu di depan gerbang sekolahnya.
Yang ada selain mendapat omelan dari orang tuanya, ia juga akan terkena imbas masuk ke ruang BK yang nanti prosesnya akan sangat membosankan dengan serentet ceramah dari A sampai Z.
Alain menekan pipi tirus Arum dengan telunjuk tangan, entah dengan cara apa lagi yang harus ia lakukan untuk bisa mendapat maaf. Dibanding dengan sang Ibu, Arum jauh berkali-kali lipat lebih keras kepala.
"Kak!" teriak Arum menepis tangan tangan Alain.
"Sekali lagi sentuh pipi Arum, jangan nangis kalo telunjuk tangannya tak patahin!""Busettt!" histeris Alain langsung menyembunyikan telapak tangannya di dalam saku baju.
"Galak amat Neng." lanjutnya dengan raut wajah ngeri.Suasana kembali hening, Alain yang takut karena sudah diancam oleh Arum, sedangkan Alano sendiri juga fokus mengemudi.
Drrttt... Drrttt... Drrttt..
Bunyi ponsel membuat ketiganya langsung mengecek ponsel masing, masing.
"Halo Pak."
Alain dan juga Arum yang duduk di belakang segera menatap Alano, penasaran juga dengan siapa orang yang dipanggil pak oleh Abang mereka itu.
Kepala Alano menggeleng geli melihat dari kaca bagaimana raut kepo kedua Adiknya, dengan inisiatif ia pun menekan tombol spiker agar mereka bisa mengetahui siapa pemilik suara di sebrang sana.
"Kamu dengar saya kan?"
Netra Arum berbinar, gadis kecil itu memekik kecil. "Pak BarraBerre!"
"Apa itu suara Arum?" gumam suara di sebrang sana tidak jelas.
"Maaf Pak, bisa ulang apa yang Bapak ucapkan tadi?" alano berbicara sesopan mungkin, Kali saja telinganya salah tangkap kalau Dosen killernya itu bertanya tentang Arum.
Di sebrang sana Barra salah tingkah, kenapa juga ia sampai seantusias itu ketika mendengar suara gadis pecinta permen kaki itu?
"Halo Pak..."
"Ya halo, maaf tadi ada kendala sebentar," barra menyahut cepat.
"Kamu taruh di mana map yang tadi saya titipkan agar diletakkan diruang saya?"Alano terdiam sebentar, wajahnya langsung pias ketika mengingat kalau map itu ada di dalam tas gendongnya sekarang, ia pun membisukan panggilannya, menatap Alain memelas. "Bantuin gue..."
"Ogah!" saut Alain cepat dengan wajah meledek.
"Salah sendiri teledor, gue mah udah ga ada urusan apa-apa sama tuh Dosen.""Ga setia banget lo!" kesal Alano bertambah panik.
"Bodoamat."
Tiba-tiba sebuah telapak tangan tersodor di hadapannya, Alain menatap pemiliknya dalam diam.
"Sini biar Arum bantuin ngomong!" ketus Arum langsung merebut ponsel Alano, menekan kembali agar pembisuan telfon di matikan.
"Pak BarraBerre!"
Kedua sudut bibir Barra berkedut membentuk senyum manis, kekesalannya pada Alano meluap begitu saja ketika mendengar suara gadis kecil itu. "Apa?"
Arum ikut tersenyum tanpa sebab. "Tadi Arum maksa Abang buat jemput Arum pulang sekolah, mangkanya sekarang map nya ga keburu di taro di ruangan sama abang," ucapnya berbohong.
"Yasudah tidak papah, tapi bisa kan map nya diantar sekarang?"
"Bang, katanya bisa ga?!" ketus Arum merubah intonasi suaranya.
Alano mengangguk cepat dengan raut wajah bodoh, bergidik ngeri melihat kekesalan Arum. Mentang-mentang sedang kesal, Arum bisa berbicara manis pada Dosennya, lalu berubah ketus ketika dengannya.
Sedangkan Alain langsung menggigit lengan bajunya dengan kepala menoleh ke samping jendela, kapan lagi ia bisa melihat raut wajah konyol dari Alano. Hanya Arum yang bisa membuat raut wajah menggelikan itu terbit.
"Kata Abang bisa ko Pak, tapi nganterin Arum pulang dulu boleh ga?"
"Tidak bisa sekarang saja yah?"
"Niatnya Arum tuh mau nyuruh Abang nganterin Arum pulang dulu. Kalo udah, baru Abang ke kampus lagi. Gitu loh Pak."
"Ikut saja."
"Maksudnya apa? Arum ga ngerti ih."
"Kamu ikut saja ke sini," saut Barra cepat.
"Ah ngapain? Mending di rum-"
"Saya punya banyak permen kaki dan gula-gula!" sambar Barra keras.
Pemuda kembar itu saling menatap, mata keduanya langsung mengedip beberapa kali ke arah Arum, memasang telinga penuh waspada.
Dipikiran mereka Dosen killer nya itu sedang modus, atau lebih parahnya lagi Dosennya itu sudah jatuh ke dalam pesona Arum.
"Kalo gitu Arum bakal langsung cus otw ikut ke kampus Pak!"
Lagi-lagi Barra tersenyum lebar di sebrang sana. "Saya tunggu."
"Pak!"
"Yah?"
"Saranghae!" ucap Arum cepat langsung mematikan sambungan telfonnya.
Kedua mata Alain dan Alano membulat dengan wajah terkejut, tolong beritahu mereka siapa yang telah mengajarkan adik perempuannya ini menjadi genit?!
*
"Ini Pak map nya," alano meletakkan map bersampul kuning itu di hadapan dosennya.
"Yah, terimakasih atas waktu yang kalian luangka," barra menyimpan map penting itu ke dalam laci mejanya.
"Sama-sama Pak BarraBerre!"
Bukan, bukan Alano atau Alain lah yang membalas ucapan itu, tapi gadis berbadan pendek dengan rambut dikuncir dua bagai tanduk kambing lah yang menyahut dengan senyum sok polosnya.
Alano dan Alain hanya mampu tersenyum paksa melihat kelakuan ajaib Adik perempuan mereka, saling menyenggol bahu satu sama lain.
Lain halnya dengan Barra, wajahnya langsung memerah salting. Dalam hati ia berdecak kesal kenapa gadis itu terlihat biasa-biasa saja padahal tadi dengan enteng Arum sudah membuatnya baper.
Saranghae dalam bahasa Korea artinya aku cinta kamu. Benar bukan?
"Ini gula-gula dan permen kaki yang saya janjikan," barra menyodorkan sekantong plastik hitam berukuran besar, mencoba tetap bersikap santai seperti yang dilakukan gadis kecil itu.
Sial, kenapa ia bisa baper dengan gadis seumur jagung seperti Arum?!
Arum segera memeluk plastik itu dengan kedua lengan pendeknya. "Saranghae Pak Barra!"
Alain yang berada di samping Arum langsung membekap mulut Arum, langsung membawanya keluar setelah sebelumnya berpamitan.
Barra terkekeh melihat itu, selamat untuk Arum yang sudah mampu membangkitkan rasa pada hatinya kembali.
Alano ikut berdiri dari duduknya, menunduk sopan. "Kalo gitu saya pamit pulang dulu Pak."
"Tunggu," cegah Barra cepat.
"Apa masih ada yang kurang Pak?" alano penuh kehati-hatian. Entahlah, aura yang berada disekitar Dosen killer nya sungguh terasa dingin membuat bulu kuduknya berdiri.
Ia heran, kenapa Arum bisa sesantai itu ketika berdekatan dengan Barra?
Barra mengetuk-ngetuk pulpen pada mejanya, menatap mahasiswanya sebentar, "Ucapkan Saranghae juga untuk Adik kamu dari saya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Arumanis
Novela Juvenil[Sebagian chapter di privat, follow untuk membacanya] [ Sequel dari ' Suami Kampret!' ] Ini tentang Arum, Putri Bungsu dari sepasang Suami Istri bernama Alaric dan Qiana. Arum yang cantik, polos dan naif membuat sebagian laki-laki terjerat pesona se...