Alain tidak henti-hentinya berdecak kesal saat kedua kurcaci yang sayangnya cantik kini menertawakannya. Sebenarnya ini perbuatan Arum yang menceritakan kejadian waktu di mobil kepada Sita, hingga membuat keduanya tertawa terus menerus.
"Kalian gibahin orang ga elit banget sih!" sembur Alain kepalang jengkel.
"Justru kita tuh gosip VIP Kak, ga main belakang. Orang yang kita omongin aja ada di sini," sambar Arum dengan senyum menyebalkan.
Mata Alain memicing tajam pada Arum, lalu beralih pada Sita. "lo sibuk ga?"
"Ga Kak, sekarang aku punya banyak waktu luang. Emangnya kenapa?"
Senyum Alain merekah sempura. "Jalan sama gue yuk?"
"Ke mana?" tanya Sita, penuh akan rasa penasarannya.
"Jangan mau diajak jalan sama Kakak, Sita. Nanti ga dijajanin, Kakak itu kere."
"Wehhh sembarang nih secuil!"
Arum menjulurkan lidahnya mengejek, kembali sibuk berselancar dengan akun sosmed nya.
Lagi-lagi Alain harus mengelus dada sabar, tadi ia sempat menyeret paksa Arum agar mengantarnya ke rumah Sita, itu kenapa tadi Arum sempat cemberut.
Ia meminta di temani ke rumah Sita bukan tanpa alasan, selain tidak tau rumahnya di mana, ia juga mengetahui kalau Sita tipe pemalu. Jadi akan sangat canggung jika ia datang sendiri tanpa Arum.
Tapi sepertinya itu semua kesalahan besar, karena Arum selalu nyeletuk yang tidak-tidak hingga membuat proses pendekatannya dengan Sita terkesan menyedihkan.
"Gimana, mau ga nih?" tanya Alain kembali.
Akhirnya Sita mengangguk pelan dengan kepala menunduk tanpa mengeluarkan perkataan apa-apa. Jujur saja, ia baru pertama kali dekat dengan laki-laki dan itu adalah Kakak dari sahabatnya sendiri.
Dunia memang sempit.
Alain bersorak senang, bangkit dari duduknya. "Ayo cari makan dulu. Pasti pada laper kan."
Arum menggangguk semangat. "Dari tadi ke, lama banget duduk di sininya. Lumutan nih Arum."
Mata Alain mendelik pada Arum, tanpa membalas Alain menuntun keduanya agar kembali masuk ke mobil. Meninggalkan taman yang menjadi tempat singgah mereka ketika mengobrol tadi.
"Rum, kamu mau pulang ga? Biar Kakak anterin."
"Arum bukan permen karet, abis udah ga manis langsung di telen," saut Arum sarkas dari jok belakang.
Sita tersenyum mendengar istilah ngawur dari Arum, sedangkan Alain sudah jengkel setengah mati. Arum itu tidak peka sekali kalau ia mau berduaan dengan Sita, calon pacarnya.
"Inget ya Kak, gara-gara Arum, Kakak jadi ketemu sama Sita, tau rumahnya juga. Sebagai balas budi Kakak harus traktir Arum gelang emas yang ada bandul permen kakinya."
Jelas saja Alain langsung melotot, memutar setir mobil ke arah kanan. "Mana ada Rum.."
"Pesen khusus dong, kasih uang yang banyak. Nanti tukang gelangnya bikinin ko," balas Arum keras kepala.
"Pokoknya Arum mau gelangnya, kalau ga Arum sebagai wali dari Sita bakal cabut lagi ijin pacarannya.""Yang lain coba, jangan gelang."
Arum mengangguk-anggukan kepalanya, mencondongkan tubuhnya ke tengah antara Sita dan juga Alain. "Pertama Kakak nuduh Arum mau nikahan, yang kedua naik mobil ugal-ugalan. Sama yang ketiga Kakak ga mau beliin Arum gelang emas. Kalo di kasih tau ke Papa, enak nih."
Alain melepas tangan kirinya dari setir mobil, mendorong jidat Arum agar menyingkir dari sana. "Jangan bilangin Papa, iya Kakak janji bakal beliin kamu gelangnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Arumanis
Ficção Adolescente[Sebagian chapter di privat, follow untuk membacanya] [ Sequel dari ' Suami Kampret!' ] Ini tentang Arum, Putri Bungsu dari sepasang Suami Istri bernama Alaric dan Qiana. Arum yang cantik, polos dan naif membuat sebagian laki-laki terjerat pesona se...